Pada saat berkunjung ke Pulau Lombok, ada sebuah desa unik di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu Desa Sengkol, yang menjadi rumah bagi inovasi pengolahan sampah organik bernama BSF Sengkol.
Black Solder Fly (BSF) Sengkol
BSF merupakan akronim dari Black Soldier Fly atau Hermetia illucens, yang dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai lalat tentara hitam. Serangga ini memiliki keistimewaan luar biasa karena mampu mengolah sampah organik menjadi sumber daya yang bermanfaat.
BSF Sengkol adalah proyek percontohan yang telah dimulai sejak tahun 2020 dengan menggunakan Black Soldier Fly. Proyek ini dikembangkan melalui kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta, menjadi proyek penting untuk mendukung pariwisata di Mandalika. Mengingat saat penyelenggaraan event besar seperti MotoGP, Mandalika menghadapi tantangan jumlah sampah yang meningkat. Â
Di BSF Sengkol, tumpukan sampah makanan organik diolah oleh komunitas lokal menjadi kompos dan maggot.  Maggot atau larva dari Black Soldier Fly (BSF) memiliki banyak manfaat, di antaranya:
Pengurai limbah organik, maggot dapat mengurai sampah organik dengan cepat.
Pakan ternak, kandungan protein yang tinggi dalam maggot menjadikannya pakan ideal untuk hewan ternak.
Pembersih lingkungan, maggot membantu membersihkan lingkungan dari sampah organik yang berpotensi menimbulkan bau tidak sedap dan masalah kesehatan.
Mendukung Ekonomi Sirkular
Setibanya di area BSF Sengkol, aroma menyengat sampah organik langsung menyambut. Namun, di balik itu terdapat dedikasi luar biasa dari para pengolah sampah.
Pengolahan sampah ini dimulai dengan mencacah sampah organik atau sampah sisa makanan dan buah-buahan yang telah dikumpulkan menjadi bubur sampah. Proses selanjutnya, diletakkan pada keranjang khusus lalu dicampur dengan larva BSF yang telah berumur 5 hari.  Selama 17 hari, larva BSF akan menghabiskan sampah organik tersebut.Â
Larva yang sudah berusia 17 hari dipanen dan dapat digunakan sebagai pakan ternak atau diolah lebih lanjut menjadi pakan. Sekitar 2% larva yang dipanen akan dimasukkan kembali ke unit budidaya BSF untuk dibesarkan, dari larva menjadi prapupa dan bermetamorfos menjadi pupa.
Pupa yang dihasilkan dari larva yang telah bermetamorfosis akan dipindahkan ke kandang gelap terlebih dahulu, sebelum akhirnya dipindahkan ke kandang kawin. Setelah kawin, larva akan bertelur di wadah kayu. Telur yang dipanen dimasukkan ke dalam saringan teh, di bawahnya diberi pakan ayam hingga berusia 5 hari. Larva yang telah mencapai usia 5 hari akan digunakan kembali dalam proses pengolahan sampah organik. Begitu seterusnya.
Dalam sistem ekonomi sirkular, proses ini dirancang agar berkelanjutan. Proses ini membantu mengurangi jumlah limbah organik yang berakhir di TPA yang sering kali menjadi penyebab emisi gas metana dan bau tidak sedap.Â
Di BSF Sengkol membuktikan bahwa sampah bukanlah akhir, tetapi merupakan langkah awal menjadi sesuatu yang berguna. Keberadaan BSF Sengkol sangat mendukung untuk mewujudkan pariwisata yang menerapkan prinsip berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H