Mohon tunggu...
Yustisia Kristiana
Yustisia Kristiana Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Mendokumentasikan catatan perjalanan dalam bentuk tulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ketika Keindahan Alam dan Tradisi Budaya Menyatu di Desa Wae Rebo

10 Mei 2023   10:10 Diperbarui: 11 Mei 2023   06:56 1689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)

Labuan Bajo menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2023. Dengan menjadi tuan rumah KTT ASEAN, Labuan Bajo berkesempatan untuk menunjukkan potensi wisata alam dan budaya yang dimilikinya serta memperkuat posisinya sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).

Daya tarik wisata unggulan yang berdekatan dengan Labuhan Bajo adalah Desa Wae Rebo.

Desa Wae Rebo terletak di Kampung Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ketinggiannya mencapai 1.100 meter di atas permukaan laut sehingga memiliki iklim yang sejuk.

Mencapai Desa Wae Rebo

Desa yang unik ini hanya dapat dicapai melalui perjalanan trekking yang cukup menantang.

Pengalaman waktu berkunjung ke Desa Wae Rebo, diawali dari Labuhan Bajo lalu menuju ke Desa Dintor yang memakan waktu sekitar 3-4 jam. Karena tiba malam hari, maka menginap satu malam di lodge yang ada di Desa Dintor.

Pagi harinya perjalanan dilanjutkan dengan kendaraan ke Desa Denge, desa terakhir yang dapat diakses dengan kendaraan, sekitar 10 km dari Desa Dintor.

Setelah itu trekking menuju Desa Wae Rebo sekitar 4 jam, melewati hutan tropis yang asri sambil menikmati pemandangan alam yang indah.

Disarankan untuk membawa peralatan trekking yang memadai, makanan dan minuman secukupnya, serta pakaian yang sesuai untuk kegiatan outdoor.

Trekking menuju Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Trekking menuju Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Sejarah Desa Wae Rebo

Masyarakat setempat memercayai bahwa Empo Maro adalah pendiri desa mereka. Empo Maro, yang diyakini berasal dari Minangkabau, bersama keluarganya melakukan perjalanan dan bersandar di Labuhan Bajo. Setelah berpindah-pindah tempat tinggal, Empo Maro akhirnya menetap di sebuah lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang sekarang dikenal sebagai Wae Rebo. Berdasarkan cerita turun temurun, usia Desa Wae Rebo diperkirakan mencapai 1.080 tahun berdasarkan perhitungan generasi saat ini.

Para keturunan Empo Maro mempertahankan warisan budaya dan tradisi kampung mereka hingga saat ini.

Masyarakat Wae Rebo berupaya untuk terus mempertahankan sejarah, budaya, dan kearifan lokal. Usaha mereka ini mendapatkan pengakuan dari UNESCO, yang memberikan penghargaan UNESCO Asia Pacific Award for Cultural Heritage Conservation kepada Desa Wae Rebo pada tanggal 27 Agustus 2012.

Keunikan Desa Wae Rebo

Saat mengunjungi Desa Wae Rebo, kami didampingi pemandu wisata lokal, Dede Walter Puka. Dede menjelaskan bahwa nanti ketika tiba di desa adat ini, dan sebelum memasuki desa, terdapat suatu aturan yang harus dipatuhi, yaitu memukul kentongan yang berada di area desa tersebut. Setelah membunyikan kentongan akan terdengar suara sahutan.

Ucapan selamat datang di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Ucapan selamat datang di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
"Pemukulan kentongan menandakan kepada masyarakat desa bahwa ada tamu yang datang," jelas Dede. Dede menambahkan bahwa sebelum masuk ke Niang Gendang, rumah adat untuk mengikuti prosesi penyambutan tamu Waelu'u, kami tidak diperkenankan untuk mengambil foto dan video.

Waelu'u merupakan bentuk doa untuk keselamatan tamu yang juga dianggap sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur.

Kemudian, kami ditemani oleh salah seorang pemuda pengelola aktivitas wisata di Desa Wae Rebo yang menjelaskan tentang sejarah dan budaya desa serta mengantarkan untuk beristirahat di rumah adat.

Pemuda pengelola aktivitas wisata di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Pemuda pengelola aktivitas wisata di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Cerita Mbaru Niang

Mbaru Niang adalah rumah adat yang memiliki bentuk kerucut dan seluruh bagian dari atap hingga ke tanah tertutup oleh ilalang lontar. Tujuh Mbaru Niang yang dibangun oleh para leluhur di Desa Wae Rebo memiliki makna yang penting dalam budaya mereka.

Tujuh Mbaru Niang (foto: dokumentasi pribadi)
Tujuh Mbaru Niang (foto: dokumentasi pribadi)
Mbaru Niang dibangun untuk menghormati tujuh arah mata angin dari puncak-puncak gunung yang mengelilingi desa, sebagai bentuk penghormatan kepada roh-roh yang dipercayai memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Ketujuh Mbaru Niang membentuk seperti lingkaran di mana di bagian tengah terdapat altar yang disebut "compang". Compang adalah pusat dari ketujuh rumah adat dan merupakan bangunan yang disucikan. Fungsinya adalah sebagai altar untuk memuja dan menghormati Tuhan serta roh nenek moyang.

Compang (foto: dokumentasi pribadi)
Compang (foto: dokumentasi pribadi)
Berdasarkan cerita dari masyarakat Desa Wae Rebo, setiap Mbaru Niang di Desa Wae Rebo memiliki nama yang berbeda, yaitu Niang Gendang, Niang Gena Ndorom, Niang Gena Maro, Niang Gena Jekong, Niang Gena Jintam, Niang Gena Mandok, dan Niang Gena Keto.

Kegiatan para keluarga dan warga di Mbaru Niang dilakukan tingkat pertama rumah atau "tenda". Niang Gendang, yang merupakan rumah utama, memiliki diameter 14 meter dengan lantai bulat, sedangkan Niang Gena, rumah lainnya, memiliki diameter 11 meter. Perbedaan ukuran ini disebabkan oleh jumlah keluarga yang tinggal di dalamnya. Niang Gendang dihuni oleh 8 keluarga, sementara Niang Gena dihuni oleh 6 keluarga.

Lantai pertama dibagi menjadi 2 bagian, yaitu "nolang" dan "lutur", dengan satu pintu sebagai jalan masuk dan keluar. Nolang adalah area pribadi di Mbaru Niang, dengan dapur dan tempat memasak, serta kamar tidur untuk 6-8 keluarga yang tinggal di dalamnya. Kamar-kamar ini diatur berdasarkan urutan kelahiran dari setiap pemimpin keluarga. Sementara itu, lutur adalah area publik yang digunakan untuk ruang tamu dan kegiatan masyarakat.

Seperti konsep compang yang menjadi pusat dari semua rumah adat di Wae Rebo dan menjadi bagian paling sakral, bongkok menjadi tempat paling sakral di lantai pertama rumah dan terletak di tengah-tengah rumah. Ketua Adat biasanya duduk di depan tiang bongkok saat mengadakan pertemuan dengan masyarakat Wae Rebo.

Kenangan tak Terlupakan

Berkunjung ke Desa Wae Rebo memberikan kesan yang mendalam. Bermalam di rumah adat yang sederhana namun nyaman, serta menikmati hidangan tradisional menjadi daya tarik tersendiri.

Bermalam di rumah adat (foto: dokumentasi pribadi)
Bermalam di rumah adat (foto: dokumentasi pribadi)
Belum lagi saat menyaksikan langit malam Wae Rebo yang memesona dengan ribuan bintang yang bersinar terang, sungguh pemandangan yang menakjubkan.

Langit malam di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Langit malam di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Menelusuri jalan setapak yang diapit oleh pohon-pohon kopi, mempelajari proses pengolahan kopi robusta khas desa, menyaksikan ibu-ibu desa sedang menenun kain cura yang cantik, melengkapi pengalaman berwisata yang tak terlupakan.

Keindahan alam dan keunikan budaya di Desa Wae Rebo menjadi pelengkap dari kehangatan masyarakat yang menyambut dengan tangan terbuka, menciptakan kenangan yang akan selalu diingat.

Semoga saja para delegasi KTT ASEAN 2023 dapat berkesempatan mengunjungi Desa Wae Rebo untuk merasakan keindahan alam dan keunikan budaya masyarakatnya.

Salam wisata.

Referensi:

Lon, Y., & Widyawati, F. (2020). Mbaru Gendang Rumah Adat Manggarai, Flores: Eksistensi, Sejarah, dan Transformasinya. Yogyakarta: Kanisius.

Rumah Mbaru Niang, Rumah Adat di Kampung Wae Rebo NTT

Mengenal (Sejarah) Rumah Adat Waerebo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun