Para keturunan Empo Maro mempertahankan warisan budaya dan tradisi kampung mereka hingga saat ini.
Masyarakat Wae Rebo berupaya untuk terus mempertahankan sejarah, budaya, dan kearifan lokal. Usaha mereka ini mendapatkan pengakuan dari UNESCO, yang memberikan penghargaan UNESCO Asia Pacific Award for Cultural Heritage Conservation kepada Desa Wae Rebo pada tanggal 27 Agustus 2012.
Keunikan Desa Wae Rebo
Saat mengunjungi Desa Wae Rebo, kami didampingi pemandu wisata lokal, Dede Walter Puka. Dede menjelaskan bahwa nanti ketika tiba di desa adat ini, dan sebelum memasuki desa, terdapat suatu aturan yang harus dipatuhi, yaitu memukul kentongan yang berada di area desa tersebut. Setelah membunyikan kentongan akan terdengar suara sahutan.
Waelu'u merupakan bentuk doa untuk keselamatan tamu yang juga dianggap sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur.
Kemudian, kami ditemani oleh salah seorang pemuda pengelola aktivitas wisata di Desa Wae Rebo yang menjelaskan tentang sejarah dan budaya desa serta mengantarkan untuk beristirahat di rumah adat.
Mbaru Niang adalah rumah adat yang memiliki bentuk kerucut dan seluruh bagian dari atap hingga ke tanah tertutup oleh ilalang lontar. Tujuh Mbaru Niang yang dibangun oleh para leluhur di Desa Wae Rebo memiliki makna yang penting dalam budaya mereka.
Ketujuh Mbaru Niang membentuk seperti lingkaran di mana di bagian tengah terdapat altar yang disebut "compang". Compang adalah pusat dari ketujuh rumah adat dan merupakan bangunan yang disucikan. Fungsinya adalah sebagai altar untuk memuja dan menghormati Tuhan serta roh nenek moyang.