Mohon tunggu...
Yustisia Kristiana
Yustisia Kristiana Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Mendokumentasikan catatan perjalanan dalam bentuk tulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ketika Keindahan Alam dan Tradisi Budaya Menyatu di Desa Wae Rebo

10 Mei 2023   10:10 Diperbarui: 11 Mei 2023   06:56 1689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)

Para keturunan Empo Maro mempertahankan warisan budaya dan tradisi kampung mereka hingga saat ini.

Masyarakat Wae Rebo berupaya untuk terus mempertahankan sejarah, budaya, dan kearifan lokal. Usaha mereka ini mendapatkan pengakuan dari UNESCO, yang memberikan penghargaan UNESCO Asia Pacific Award for Cultural Heritage Conservation kepada Desa Wae Rebo pada tanggal 27 Agustus 2012.

Keunikan Desa Wae Rebo

Saat mengunjungi Desa Wae Rebo, kami didampingi pemandu wisata lokal, Dede Walter Puka. Dede menjelaskan bahwa nanti ketika tiba di desa adat ini, dan sebelum memasuki desa, terdapat suatu aturan yang harus dipatuhi, yaitu memukul kentongan yang berada di area desa tersebut. Setelah membunyikan kentongan akan terdengar suara sahutan.

Ucapan selamat datang di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Ucapan selamat datang di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
"Pemukulan kentongan menandakan kepada masyarakat desa bahwa ada tamu yang datang," jelas Dede. Dede menambahkan bahwa sebelum masuk ke Niang Gendang, rumah adat untuk mengikuti prosesi penyambutan tamu Waelu'u, kami tidak diperkenankan untuk mengambil foto dan video.

Waelu'u merupakan bentuk doa untuk keselamatan tamu yang juga dianggap sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur.

Kemudian, kami ditemani oleh salah seorang pemuda pengelola aktivitas wisata di Desa Wae Rebo yang menjelaskan tentang sejarah dan budaya desa serta mengantarkan untuk beristirahat di rumah adat.

Pemuda pengelola aktivitas wisata di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Pemuda pengelola aktivitas wisata di Desa Wae Rebo (foto: dokumentasi pribadi)
Cerita Mbaru Niang

Mbaru Niang adalah rumah adat yang memiliki bentuk kerucut dan seluruh bagian dari atap hingga ke tanah tertutup oleh ilalang lontar. Tujuh Mbaru Niang yang dibangun oleh para leluhur di Desa Wae Rebo memiliki makna yang penting dalam budaya mereka.

Tujuh Mbaru Niang (foto: dokumentasi pribadi)
Tujuh Mbaru Niang (foto: dokumentasi pribadi)
Mbaru Niang dibangun untuk menghormati tujuh arah mata angin dari puncak-puncak gunung yang mengelilingi desa, sebagai bentuk penghormatan kepada roh-roh yang dipercayai memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Ketujuh Mbaru Niang membentuk seperti lingkaran di mana di bagian tengah terdapat altar yang disebut "compang". Compang adalah pusat dari ketujuh rumah adat dan merupakan bangunan yang disucikan. Fungsinya adalah sebagai altar untuk memuja dan menghormati Tuhan serta roh nenek moyang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun