Pernahkah Anda mendengar nama makanan kipo?
Jika belum, makanan apakah gerangan ini? Mungkin namanya masih terdengar sangat asing bagi banyak orang.
Nah, jika berkunjung ke Yogyakarta, khususnya ke daerah Kotagede, kipo adalah sejenis kue tradisional dapat kita temukan dan tentu saja cicipi. Di kawasan ini terdapat sebuah kios sederhana di Jalan Mondorakan Nomor 27 Kotagede yang menjajakan kipo, yaitu Kipo Bu Djito.
Kudapan Mungil yang Menarik
Kipo merupakan kudapan yang berukuran mungil.Â
Arti nama kipo sangatlah menarik, yaitu akronim dari pertanyaan dalam bahasa Jawa "iki opo" yang artinya "ini apa".Â
Konon, nama ini tercetus karena pada awalnya si pembuat juga tidak mengetahui nama kudapan yang dia buat.
Kipo yang diyakini telah ada sejak ratusan tahun lalu, sempat "tenggelam" dan muncul kembali pada sekitar tahun 1946. Mengutip dari Gardjito, dkk. (2017) Mbah Mangun Irono, warga Kotagede, membuat kipo dan berjualan di depan rumah dengan dibantu oleh anaknya, Djito Suharjo. Usaha ini lalu diteruskan oleh anaknya dan kios tempat berjualan diberi nama Kipo Bu Djito.Â
Kipo Bu Djito
Djito Suharjo berperan besar dalam mengangkat citra kue tradisional ini hingga di tingkat nasional. Bersama anaknya yaitu Istri Rahayu, beliau mengikuti berbagai pameran untuk memperkenalkan kipo dan mensosisalisasikannya secara lebih luas.
Sejak tahun 1990, kios Kipo Bu Djito dikelola oleh anaknya, sehingga usaha ini telah eksis selama tiga generasi.
Kipo, Kue Tradisional Kotagede
Kipo yang dikenal sebagai kue tradisional dari Kotagede merupakan kudapan peninggalan Kerajaan Mataram Islam.Â
Kipo diyakini menjadi salah satu makanan kegemaran Raja Mataram yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Agung Hanyokrokusumo dikenal sebagai raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada tahun 1627, tepatnya setelah empat belas tahun sejak beliau memimpin Kerajaan Mataram Islam tersebut.
Di masa itu, Kotagede adalah pusat kegiatan politik, sosial, agama, dan ekonomi masyarakat yang menjadi saksi bisu perkembangan Kerajaan Mataram Islam, sebuah kerajaan yang pernah menguasai hampir seluruh Pulau Jawa. Warisan Kerajaan Mataram Islam kini dilanjutkan oleh dua kerajaan, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesunanan Surakarta Hadiningrat.
Kembali ke cerita kipo..
Istri Rahayu, pengelola Kipo Bu Djito, menyampaikan bahwa kipo berbahan utama tepung ketan dan diisi unti kelapa dan gula merah atau enten-enten sehingga memberikan rasa manis serta legit yang menjadi ciri dari kue tradisional ini. "Warna hijau kipo diperoleh dari penggunaan daun suji dan aroma wanginya dari daun pandan", kata Istri.
Bukan hanya bahan-bahan yang tergolong tradisional, cara memanggangnya juga masih tradisional yaitu menggunakan cobek tembikar atau gerabah yang diberi alas daun pisang. Cobek dari bahan tembikar memiliki kemampuan yang baik dalam menghantarkan panas, sehingga aman untuk dipanaskan secara terus-menerus. Lalu daun pisang selain membuat kipo tidak lengket juga mampu memberikan aroma pada kipo.
Menurut Istri, kipo dapat tahan maksimal hingga sehari semalam, meskipun kipo tidak basi namun jika lebih dari 24 jam maka tekstur kulitnya menjadi keras. Kipo memang paling enak langsung dikonsumsi saat membelinya.
Bagaimana, Anda tertarik untuk mencoba? Silakan mampir ke Kotagede dan cicipi langsung ya.
Salam kuliner.
Referensi:
Gardjito, M., Nindyarani, A. K., Putri, R. G., & Chayatinufus, C. (2017). Kuliner Yogyakarta: Pantas Dikenang Sepanjang Masa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sejarah Kipo Khas Yogyakarta, Kuliner Peninggalan Mataram Kuno
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H