Mohon tunggu...
Yustisia Kristiana
Yustisia Kristiana Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Mendokumentasikan catatan perjalanan dalam bentuk tulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Referensi Sejarah Palembang secara Visual

10 November 2022   07:00 Diperbarui: 10 November 2022   20:55 2111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Palembang yang berada di Provinsi Sumatera Selatan adalah kota terpadat serta terbesar kedua di pulau Sumatera. Palembang merupakan saksi sejarah sekaligus kota peninggalan dari kerajaan terbesar pertama yang dikenal dalam sejarah Indonesia.

Sejarah Palembang

Palembang dikenal sebagai kota tertua di Indonesia, berdiri sejak tahun 682 Masehi dan telah berusia berusia 1340 tahun. Hal ini dibuktikan oleh keberadaan prasasti Kedukan Bukit bertanggal 16 Juni 682 Masehi yang ditemukan di Bukit Siguntang.

Kota asal kuliner populer pempek ini pada zaman dahulu menjadi ibukota kerajaan maritim Budha terbesar di Asia Tenggara, Kedatuan Sriwijaya. Berdiri sejak abad ke-7 Masehi, pengaruh Kedatuan Sriwijaya sangat kuat mulai dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, hingga sebagian Jawa, hingga abad ke-13 Masehi. Kedatuan Sriwijaya runtuh karena penyerangan oleh Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.

Setelah kejatuhan Sriwijaya, beberapa abad kemudian Palembang muncul kembali dalam wujud Kesultanan Palembang seiring dengan menyebarnya ajaran Islam di Nusantara. Hal ini diikuti dengan kondisi perekonomian yang kembali bangkit pada abad ke-16 dengan pengiriman komoditi lada oleh petani lada dari Minangkabau ke pasar Palembang melalui Sungai Musi. Pengiriman ini menarik perhatian pembeli lada dari Cina, Portugis, Belanda, dan Inggris.

Sungai Musi merupakan satu dari sungai terpanjang di Indonesia yang mengalir di Kota Palembang dan membuat kota ini dijuluki Venice of the East, karena kondisinya yang mirip seperti Kota Venesia di Italia.

Salah satu pemimpin terkenal dari Kesultanan Palembang adalah Sultan Mahmud Badaruddin II. Sultan Mahmud Badaruddin II memimpin masyarakat Palembang melawan kolonial Belanda dan Inggris. Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II menjadikannya sebagai pahlawan nasional dari Palembang.

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II

Mozaik sejarah tentang Palembang dapat disaksikan dengan mengunjungi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Museum Sultan Mahmud Badaruddin II berlokasi di Jalan Sultan Mahmud Badarudin, 19 Ilir, Bukit Kecil, dekat dengan alaun-alun Benteng Kuto Besak. Museum ini dimiliki oleh Pemerintah Kota Palembang.

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II menampilkan cukup banyak sejarah perjalanan Kota Palembang dari zaman Sriwijaya sampai dengan era Kesultanan Palembang. Museum ini pada awalnya merupakan keraton milik Kesultanan Palembang bernama Keraton Kuto Kecik atau Keraton Kuto Lamo.

Pada zaman dahulu sebagian besar bangunan berbahan kayu lalu beralih menjadi kediaman Residen Belanda J.L van Sevenhoven.

Bangunan museum terlihat kokoh dan indah. Untuk memasuki museum, pengunjung akan menaiki tangga melingkar lalu disuguhi dengan jendela-jendela yang besar dengan lantai kayu.

Tangga melingkar memasuki Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (foto: dokumentasi pribadi)
Tangga melingkar memasuki Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (foto: dokumentasi pribadi)

Jendela besar dengan lantai kayu (foto: dokumentasi pribadi)
Jendela besar dengan lantai kayu (foto: dokumentasi pribadi)
Harga tiket masuk Museum Sultan Mahmud Badaruddin II tergolong sangat terjangkau, untuk pelajar yaitu Rp. 1.000, mahasiswa membayar Rp. 2.000, umum seharga Rp. 5.000, dan wisatawan mancanegara sebesar Rp. 20.000.

Museum ini berisi peninggalan Kesultanan Palembang dengan berbagai jenis koleksi tentang arca, prasasti, karya seni, koleksi naskah, dan mata uang.

Prasasti Kedukan Bukit (foto: dokumentasi pribadi)
Prasasti Kedukan Bukit (foto: dokumentasi pribadi)

Koleksi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (foto: dokumentasi pribadi)
Koleksi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (foto: dokumentasi pribadi)
Di museum ini tersedia juga pemandu, pemandu museum disebut juga docent, yang fasih menginterpretasikan tentang sejarah Kota Palembang melalui berbagai koleksi yang tersedia. Ketika mengunjungi tempat ini, kita akan ditemani oleh Bapak Abi Sofyan, pemandu Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Bapak Abi Sofyan, pemandu Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (foto: dokumentasi pribadi)
Bapak Abi Sofyan, pemandu Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (foto: dokumentasi pribadi)
Salah satu ornamen yang menarik perhatian adalah lukisan indah yang menggambarkan tentang perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II. Pada 12 Juni 1819, Sultan Mahmud Badaruddin II menyerang pasukan Belanda terlebih dahulu, dan dikenal dengan Perang Menteng. Dalam perang ini korban terbanyak berada pada pihak Belanda.

Perang Menteng berlangsung hingga tahun 1821 dan pada akhirnya Palembang jatuh ke tangan kolonial Belanda pada 25 Juni 1821. Sultan Mahmud Badaruddin II akhirnya ditangkap dan dibuang ke Ternate, Maluku Utara, hingga wafat pada 26 September 1852.

Keberadaan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II menjadikannya referensi khususnya bagi generasi muda untuk belajar dan menghargai sejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun