Adat dan budaya Batak selalu memiliki eksotismenya sendiri dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia, kental dalam bermacam tradisi, serta sarat akan beragam makna.
Salah satu kampung adat yang dapat dikunjungi untuk mempelajari kultur Batak adalah Huta Siallagan. Kampung adat ini terletak di Pulau Samosir, kurang lebih 1 km dari Pelabuhan Ferry Ambarita.
Huta dalam bahasa Batak Toba artinya adalah desa sehingga Huta Siallagan berarti Desa Siallagan. Siallagan merupakan salah satu marga suku Batak Toba, turunan dari Raja Nai Ambaton dengan garis keturunan Raja Isumbaon yang adalah putra kedua dari Si Raja Batak.
Seiring dengan akselerasi pembangunan pariwisata di Destinasi Super Prioritas Toba, tahun 2019 Presiden Joko Widodo berkunjung ke Huta Siallagan dan menginstruksikan kepada Menteri PUPR untuk melakukan revitalisasi sebagai wujud konservasi budaya.
Revitalisasi rampung pada tahun 2021, lalu pada Februari 2022 Presiden Joko Widodo meresmikan penataan Kawasan Huta Siallagan.
Huta Siallagan
Huta Siallagan yang dikelilingi dengan tembok batu ini, kini tertata dengan rapi. Tembok batu ini pada zaman dahulu digunakan sebagai benteng pertahanan.
ruma bolon atau disebut juga jabu bolon. Ruma bolon berkonsep seperti rumah panggung dengan tinggi sekitar 1,75 meter.
Saat memasuki kampung adat, tampak jejeran rumah tradisional Batak Toba yaituPada bagian badan rumah, terdapat tangga yang digunakan penghuni rumah atau tamu untuk masuk dan saat memasukinya harus menunduk. Atap ruma bolon berbentuk seperti pelana kuda.
batu persidangan yang merupakan peninggalan budaya persidangan yang berlaku pada masyarakat Batak Toba.
Objek yang menjadi salah satu daya tarik utama dari Huta Siallagan adalahBatu persidangan pada zaman dahulu menjadi tempat pengadilan bagi para pelaku kejahatan, terdapat meja dan kursi yang terbuat dari batu dan disusun secara melingkar.
Meja dan kursi ini dipercaya telah berusia ratusan tahun. Di masa lampau yang duduk di situ adalah raja, adik-adik raja, penasihat terdakwa, penasihat korban, dan penasihat kerajaan.
Selain sebagai tempat persidangan, batu persidangan juga difungsikan sebagai lokasi untuk melakukan rapat segala hal yang terjadi di kampung seperti contohnya upacara kematian, pesta perkawinan, dan lain-lain.
Pada bagian tengah dari Huta Siallagan, terdapat pohon hariara. Pohon hariara yang bentuknya seperti pohon beringin ini adalah pohon sakral bagi masyarakat Batak. Pohon hariara digunakan sebagai penanda kelayakan perkampungan, yang akan ditanam terlebih dahulu sebelum mendirikan sebuah lokasi kampung baru.
Terdapat juga replika patung Sigale-gale. Sigale-gale adalah boneka kayu dari masa silam yang konon dianggap berkekuatan mistis dan awalnya digunakan dalam upacara kematian dan penguburan di daerah Samosir.
Boneka ini dipercaya dapat mengeluarkan air mata dan menari sendiri dalam ritual tertentu. Pengunjung yang datang dapat berfoto dengan patung Sigale-gale sambil mengenakan ulos dan sortali (ikat kepala).
Setelah mengambil dokumentasi, pengunjung diperkenankan memberikan donasi secara sukarela yang dimasukkan ke dalam kantung baju dari patung Sigale-gale. Donasi ini nantinya digunakan untuk pemeliharaan kampung adat.
Sebelum meninggalkan Huta Siallagan, layaknya di berbagai destinasi wisata lain, terdapat deretan kios yang menawarkan cinderamata khas Batak yang dapat dibeli oleh pengunjung.
Dalihan Na Tolu
Huta Siallagan sebagai peninggalan budaya menggambarkan nuansa budaya masyarakat Batak. Banyak dari masyarakat Batak yang pergi merantau ke berbagai daerah, namun nilai-nilai tradisi dan adat istiadat tetap dipegang teguh dimanapun mereka berada.
Falsafah hidup masyarakat Batak yang dipegang erat yaitu dalihan na tolu. Dalihan na tolu merupakan pilar kehidupan yang terdiri dari tiga kaki tungku yaitu hula hula, anak boru, dan dongan tubu, yang menggambarkan sikap kesatuan hati, kebersamaan, dan saling menghargai. Hal inilah yang membentuk pola hidup dan karakter masyarakat Batak.
Huta Namartuai
Lagu “Huta Namartuai” karya musisi populer Viky Sianipar sayup-sayup terdengar, mengiringi langkah perjalanan menikmati keindahan alam dan kekhasan budaya Tanah Batak. Ini adalah berkat yang luar biasa.
di huta na martuai (di kampung yang terberkati)
tongtong lao tu si ma rohakki (hatiku senantiasa tertuju ke sana)
na di topi taoi (di tepi danau itulah)
siingotonki uju haheteonki (tersimpan kenangan manis masa kecilku)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H