Mohon tunggu...
Yustisia Kristiana
Yustisia Kristiana Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Mendokumentasikan catatan perjalanan dalam bentuk tulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Huta Siallagan, Kampung Adat di Tanah Batak

4 November 2022   08:00 Diperbarui: 4 November 2022   19:00 1768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Huta Siallagan (Foto: dokumentasi pribadi)

Adat dan budaya Batak selalu memiliki eksotismenya sendiri dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia, kental dalam bermacam tradisi, serta sarat akan beragam makna.

Salah satu kampung adat yang dapat dikunjungi untuk mempelajari kultur Batak adalah Huta Siallagan. Kampung adat ini terletak di Pulau Samosir, kurang lebih 1 km dari Pelabuhan Ferry Ambarita.

Huta dalam bahasa Batak Toba artinya adalah desa sehingga Huta Siallagan berarti Desa Siallagan. Siallagan merupakan salah satu marga suku Batak Toba, turunan dari Raja Nai Ambaton dengan garis keturunan Raja Isumbaon yang adalah putra kedua dari Si Raja Batak.

Seiring dengan akselerasi pembangunan pariwisata di Destinasi Super Prioritas Toba, tahun 2019 Presiden Joko Widodo berkunjung ke Huta Siallagan dan menginstruksikan kepada Menteri PUPR untuk melakukan revitalisasi sebagai wujud konservasi budaya. 

Revitalisasi rampung pada tahun 2021, lalu pada Februari 2022 Presiden Joko Widodo meresmikan penataan Kawasan Huta Siallagan.

Huta Siallagan

Huta Siallagan yang dikelilingi dengan tembok batu ini, kini tertata dengan rapi. Tembok batu ini pada zaman dahulu digunakan sebagai benteng pertahanan.

Pintu masuk Huta Siallagan (Foto: dokumentasi pribadi)
Pintu masuk Huta Siallagan (Foto: dokumentasi pribadi)
Saat memasuki kampung adat, tampak jejeran rumah tradisional Batak Toba yaitu ruma bolon atau disebut juga jabu bolon. Ruma bolon berkonsep seperti rumah panggung dengan tinggi sekitar 1,75 meter. 

Pada bagian badan rumah, terdapat tangga yang digunakan penghuni rumah atau tamu untuk masuk dan saat memasukinya harus menunduk. Atap ruma bolon berbentuk seperti pelana kuda.

Ruma bolon (Foto: dokumentasi pribadi)
Ruma bolon (Foto: dokumentasi pribadi)
Objek yang menjadi salah satu daya tarik utama dari Huta Siallagan adalah batu persidangan yang merupakan peninggalan budaya persidangan yang berlaku pada masyarakat Batak Toba. 

Batu persidangan pada zaman dahulu menjadi tempat pengadilan bagi para pelaku kejahatan, terdapat meja dan kursi yang terbuat dari batu dan disusun secara melingkar. 

Meja dan kursi ini dipercaya telah berusia ratusan tahun. Di masa lampau yang duduk di situ adalah raja, adik-adik raja, penasihat terdakwa, penasihat korban, dan penasihat kerajaan. 

Selain sebagai tempat persidangan, batu persidangan juga difungsikan sebagai lokasi untuk melakukan rapat segala hal yang terjadi di kampung seperti contohnya upacara kematian, pesta perkawinan, dan lain-lain.

Batu persidangan (Foto: dokumentasi pribadi)
Batu persidangan (Foto: dokumentasi pribadi)
Pada bagian tengah dari Huta Siallagan, terdapat pohon hariara. Pohon hariara yang bentuknya seperti pohon beringin ini adalah pohon sakral bagi masyarakat Batak. Pohon hariara digunakan sebagai penanda kelayakan perkampungan, yang akan ditanam terlebih dahulu sebelum mendirikan sebuah lokasi kampung baru.

Pohon hariara di tengah Huta Siallagan (Foto: dokumentasi pribadi)
Pohon hariara di tengah Huta Siallagan (Foto: dokumentasi pribadi)
Terdapat juga replika patung Sigale-gale. Sigale-gale adalah boneka kayu dari masa silam yang konon dianggap berkekuatan mistis dan awalnya digunakan dalam upacara kematian dan penguburan di daerah Samosir. 

Boneka ini dipercaya dapat mengeluarkan air mata dan menari sendiri dalam ritual tertentu. Pengunjung yang datang dapat berfoto dengan patung Sigale-gale sambil mengenakan ulos dan sortali (ikat kepala).

Berfoto dengan patung Sigale-gale (foto: dokumentasi pribadi)
Berfoto dengan patung Sigale-gale (foto: dokumentasi pribadi)
Setelah mengambil dokumentasi, pengunjung diperkenankan memberikan donasi secara sukarela yang dimasukkan ke dalam kantung baju dari patung Sigale-gale. Donasi ini nantinya digunakan untuk pemeliharaan kampung adat.

Sebelum meninggalkan Huta Siallagan, layaknya di berbagai destinasi wisata lain, terdapat deretan kios yang menawarkan cinderamata khas Batak yang dapat dibeli oleh pengunjung.

Dalihan Na Tolu

Huta Siallagan sebagai peninggalan budaya menggambarkan nuansa budaya masyarakat Batak. Banyak dari masyarakat Batak yang pergi merantau ke berbagai daerah, namun nilai-nilai tradisi dan adat istiadat tetap dipegang teguh dimanapun mereka berada. 

Falsafah hidup masyarakat Batak yang dipegang erat yaitu dalihan na tolu. Dalihan na tolu merupakan pilar kehidupan yang terdiri dari tiga kaki tungku yaitu hula hula, anak boru, dan dongan tubu, yang menggambarkan sikap kesatuan hati, kebersamaan, dan saling menghargai. Hal inilah yang membentuk pola hidup dan karakter masyarakat Batak.

Huta Namartuai

Lagu “Huta Namartuai” karya musisi populer Viky Sianipar sayup-sayup terdengar, mengiringi langkah perjalanan menikmati keindahan alam dan kekhasan budaya Tanah Batak. Ini adalah berkat yang luar biasa. 

di huta na martuai (di kampung yang terberkati)
tongtong lao tu si ma rohakki 
(hatiku senantiasa tertuju ke sana)
na di topi taoi 
(di tepi danau itulah)
siingotonki uju haheteonki (tersimpan kenangan manis masa kecilku)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun