Mohon tunggu...
Yustisia Kristiana
Yustisia Kristiana Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Mendokumentasikan catatan perjalanan dalam bentuk tulisan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Tanjung Puting, Menjelajahi Pesona Indonesia di Pulau Ketiga Terbesar di Dunia

5 April 2022   14:00 Diperbarui: 21 November 2022   20:45 2679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Camp Pondok Tanggui (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)

Kembali berkesempatan untuk mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting untuk melihat langsung primata kebanggaan Indonesia, satu-satunya kera besar di luar benua Afrika yaitu orangutan.

Sebelum menceritakan perjalanan selama mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting, berikut sedikit informasi mengenai destinasi yang menjadi primadona wisatawan mancanegara di Pulau Kalimantan ini.

Taman Nasional Tanjung Puting merupakan salah satu destinasi ekowisata unggulan di Indonesia. Berlokasi di Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 masuk ke dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

KSPN Tanjung Puting merupakan taman nasional hutan hujan tropis yang memiliki keragaman hayati yang tinggi, terutama orangutan, monyet bekantan, monyet ekor panjang, dan lutung. Luas kawasan Taman Nasional Tanjung Puting mencapai 415.040 hektar, setara dengan 6 kali lebih luas dari Provinsi DKI Jakarta. 

Telah diproteksi sejak zaman kolonial Hindia Belanda (1937) sebagai cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan Taman Nasional Tanjung Puting merupakan area konservasi orangutan terbesar di dunia yang juga masuk sebagai cagar biosfer yang ditetapkan UNESCO (1977), dan salah satu daerah konservasi pertama yang ada di Indonesia untuk melindungi orangutan.

Nah, selanjutnya adalah cerita perjalanan 3 hari 2 malam yang bukan hanya menjelajah belantara Kalimantan untuk melihat langsung orangutan di habitat aslinya, namun juga untuk mengenal lebih jauh budaya Borneo bersama dengan Orangutan Journey.

Hari Pertama

Kami tiba di Bandar Udara Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah sekitar pukul 07.30. Perjalanan dari Jakarta ke Pangkalan Bun memakan waktu kurang lebih 1 jam 15 menit. Setelah itu kami menuju Pelabuhan Kumai yang berjarak sekitar 10 km. Dari Pelabuhan Kumai, rombongan kami memulai perjalanan ke Taman Nasional Tanjung Puting dengan menggunakan 2 buah kelotok (kapal) wisata. 

Kelotok yang kami gunakan termasuk ukuran yang besar (4,5 x 20 m) dengan fasilitas yang lengkap untuk wisatawan, sehingga terasa sangat nyaman. Orangutan Journey mempersiapkan semua dengan sangat baik disertai dengan tim yang handal.

Pelabuhan Kumai (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)
Pelabuhan Kumai (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)

Kelotok Wisata (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)
Kelotok Wisata (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)

Destinasi hari pertama adalah Camp Tanjung Harapan, salah satu camp di Taman Nasional Tanjung Puting yang dibuka untuk umum dengan tujuan wisata atau rekreasi. Saat tiba di Camp Tanjung Harapan, trekking singkat di hutan Kalimantan kurang lebih 1 km, kami diajak menyaksikan pemberian makanan tambahan bagi orangutan yang ada di area tersebut. 

Pemberian makanan bagi orangutan ini bukanlah makanan utama, melainkan makanan tambahan (supplementary feeding) secara terbatas yang menjadi kebijakan dari Orangutan Foundation International (OFI) sebagai mitra pemerintah dalam mengelola Taman Nasional Tanjung Puting, dengan berbagai pertimbangan (kondisi hutan, ketersediaan makanan alami, dan proses rehabilitasi orangutan). 

Selesai dari feeding area, kami kemudian diberikan kesempatan menanam pohon-pohon endemik Kalimantan di camp ini, simbol kontribusi bagi hutan Kalimantan sekaligus legacy atas nama kami masing-masing.

Penanaman Pohon (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)
Penanaman Pohon (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)

Selama perjalanan hari ini, kami menikmati keindahan menyusuri Sungai Sekonyer, salah satu sungai utama tempat lalu lalang kelotok menuju Taman Nasional Tanjung Puting. Kami menyaksikan eksotisme panorama dan fauna di sekitar sungai termasuk bekantan yaitu monyet endemik Kalimantan. Kami kemudian menutup hari ini dengan bermalam di Rimba Ecolodge, Sekonyer.

Hari Kedua

Pagi hari yang cerah, kami menikmati sarapan di kelotok, lalu dilanjutkan menyusuri Sungai Sekonyer untuk menuju ke destinasi kedua, Camp Pondok Tanggui. Di sepanjang perjalanan selama lebih kurang 1,5 jam kami menyaksikan keindahan panorama pagi di hutan hujan tropis Kalimantan, salah satu yang tertua di dunia (bersama hutan hujan tropis Amazon dan Daintree di Australia).

Pondok Tanggui menjadi feeding camp kedua setelah Tanjung Harapan. Aktivitas di tempat ini identik dengan sebelumnya yaitu menyaksikan pemberian makanan tambahan bagi orangutan yang dilakukan oleh para rangers dari Orangutan Foundation International (OFI), namun dengan suasana yang berbeda dari jadwal pemberian makanan, topografi area, hingga ekosistem hutan sekitarnya. 

Sebagai catatan penting, supplementary feeding bagi orangutan diberikan hanya 1 kali sehari dengan jumlah makanan terbatas dan bukan dengan tujuan utama aktivitas wisata melainkan bagian dari kelanjutan proses pelepasliaran orangutan. Wisatawan diijinkan menyaksikan kegiatan ini secara terbatas dengan maksud agar lebih mudah menyaksikan lebih banyak orangutan.

Camp Pondok Tanggui (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)
Camp Pondok Tanggui (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)

Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan berlayar selama 1,5 jam upstream, untuk mengunjungi Camp Leakey, situs paling bersejarah dalam penelitian orangutan di dunia. Camp Leakey menjadi highlight perjalanan di hari kedua, dan tempat yang "wajib" dikunjungi di Taman Nasional Tanjung Puting. Camp ini didirikan oleh Profesor Birute Mary Galdikas pada 1971, ketika beliau memulai penelitiannya di hutan Kalimantan.

Camp Leakey (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Camp Leakey (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Birute Mary Galdikas adalah ilmuwan berkebangsaan asli Kanada yang telah menjadi Warga Negara Indonesia dan Presiden dari Orangutan Foundation International (OFI), beliau dikenal sebagai Mahaguru orangutan di dunia. 

Sosok yang akrab dengan panggilan Ibu Profesor ini menjadi bagian dari "the trimates" yaitu tiga orang wanita peneliti kera besar di dunia bersama Jane Goodall (simpanse) dan mendiang Dian Fossey (gorila), yang semuanya dimentori oleh legenda paleoantropologi dunia, Doktor Louis Leakey dari Kenya. Nama Camp Leakey diabadikan sebagai tribute bagi sang mentor. 

Di tempat ini, untuk menuju tempat pemberian makanan tambahan bagi orangutan, kami trekking melalui jalur hutan yang cukup panjang (sekitar 45 menit), lumayan menyita energi karena kelembaban yang tinggi namun tetap menyenangkan karena disuguhi pemandangan alami ala hutan hujan tropis Kalimantan dengan pepohonan besar nan rindang, akar-akar merambat yang bergelantungan, serta riuhnya suara serangga hutan, serasa petualangan Mowgli dalam kisah The Jungle Book.

Sama seperti pada dua feeding camp sebelumnya, di sini kami dapat melihat secara langsung orangutan di habitat alaminya. Terdapat semacam panggung atau platform untuk pemberian makanan tambahan bagi orangutan. Kami menyaksikan orangutan yang menikmati makanan dari bangku-bangku kayu di sekitar tempat pemberian makan tersebut, tentunya dengan tertib dan jarak yang aman yang telah ditetapkan dalam batas.

Feeding Area di Camp Leakey (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)
Feeding Area di Camp Leakey (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)

Umumnya orangutan yang datang ke area pemberian makanan tambahan adalah orangutan hasil rehabilitasi yang telah dilepasliarkan kembali di area tersebut, dan generasi turunannya. Hari itu kami disuguhkan pemandangan orangutan yang bergelantungan dari satu pohon ke pohon lainnya, tingkah lucu anak-anak orangutan, juga babi-babi hutan yang ikut makan saat pemberian makanan.

Orangutan (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)
Orangutan (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)

Selama berada di feeding camp, para pengunjung diminta untuk menjaga ketenangan dan menghargai orangutan. Selain itu terdapat juga aturan-aturan lain yang harus ditaati oleh pengunjung yaitu:

  • Jika pergi ke hutan harus bersama dengan karyawan/ranger, atau guide
  • Untuk keselamatan diri sendiri dan orang lain, mohon untuk menjaga jarak aman dari orangutan, setidaknya  5-10 meter
  • Tidak memberi makan orangutan dan satwa lainnya
  • Tidak makan dan minum di depan orangutan
  • Jangan menyentuh dan mengganggu orangutan
  • Jangan berada di antara orangutan jantan dan betina
  • Jangan mendekati atau naik ke atas panggung pemberian makanan tambahan
  • Membawa kembali sampah

Selesai mengunjungi Camp Leakey yang legendaris, hari itu kami menuju ke Pelabuhan Kumai berlayar menyusuri kembali Sungai Sekonyer dengan keelokan matahari terbenam. 

Matahari Terbenam di Sungai Sekonyer (Foto: Dokumentasi Pribadi) 
Matahari Terbenam di Sungai Sekonyer (Foto: Dokumentasi Pribadi) 

Dalam perjalanan, kami menikmati makan malam sambil menyaksikan keindahan ribuan kunang-kunang yang ada di sepanjang jalur sungai dan ditemani langit yang penuh dengan bintang.

Extremely beautiful...

Kami kemudian tiba di Pelabuhan Kumai hampir pukul 21.30 dan beristirahat di Grand Kecubung Hotel, Pangkalan Bun. Selesailah aktivitas kami di hari kedua.

Hari Ketiga

Di hari ketiga, setelah setelah sarapan lalu check-out dari Grand Kecubung Hotel. Kami kemudian diajak menikmati sajian budaya tradisional Kalimantan di Rumah Betang Adat Dayak Pasir Panjang. Menyaksikan penampilan tarian tradisional Dayak yang atraktif, kami kemudian diajak mempelajari dasar tarian tradisional dengan melakukan traditional dancing coach yang dipandu oleh teman-teman dari Sanggar Sa'haluan.

Sanggar Sa'haluan (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)
Sanggar Sa'haluan (Foto: Dokumentasi Orangutan Journey)

Sanggar Sa’haluan dibentuk pada tahun 2012 yang merupakan sanggar budaya dan tari tradisional Dayak dan Melayu. Sanggar Sa’haluan sudah meraih banyak prestasi dan berpengalaman tampil dalam berbagai kunjungan wisatawan nusantara serta mancanegara.

Selesai aktivitas kesenian tradisional yang sangat menyenangkan, kami mengunjungi Kawal Pusat Oleh-Oleh Pangkalan Bun untuk berbelanja berbagai produk lokal. Setelah berbelanja, kami menikmati makan siang sebelum kembali ke Jakarta, di Restoran Meranti yang menyajikan menu khas Kalimantan. 

Dan perjalanan akhir pekan kami yang mengesankan pun berakhir, kami kembali ke Jakarta dengan kenangan yang tidak terlupakan.

Terima kasih banyak Orangutan Journey…

Perjalanan kali ini memberikan banyak pemaknaan. Kami melihat bagaimana sektor pariwisata mulai bergeliat di daerah-daerah. Para pelaku pariwisata menunjukkan energi positif, semangat, dan optimisme. Dan yang terpenting adalah kami belajar kembali mengenali beragam kekayaan negeri yang kita cintai ini. Semoga pariwisata Indonesia mulai bangkit dengan dukungan dari kita semua, seperti jargon yang dikampanyekan oleh salah seorang sahabat:

"Orang Indonesia bantu pariwisata Indonesia"

Kami bangga berwisata di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun