Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan Paska Pencoblosan 10 : Surga Kau Janjikan, Neraka Kau Berikan

14 April 2014   19:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:41 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tak hendak menyanyikan lagu Dangdut yang berjudul Janji. Tapi penggalan syair lagu itu cukup untuk mengambarkan janji-janji politik yang kerap diumbar para peserta pemilu di hadapan masyarakat pemilihnya.

Mari tenggok saja apa yang dituliskan oleh para kandidat dalam alat peraga kampanyenya. Ada yang mengatakan akan menjaga amanah yang diberikan oleh pemilih, mencurahkan tenaga dan pikiran untuk kesejahteraan warga, mewujudkan keadilan untuk semua, bersikap tegas dan anti korupsi, APBD pro rakyat dan lain sebagainya.

Kalau saja janji-janji politik yang diungkap menjelang pemilu itu terwujud dari pemilu ke pemilu niscaya kehidupan warga tak akan kian terpuruk. Hari ini pasti kita bisa menyaksikan petani berseri-seri karena panennya baik dan kebun, sawah atau ladangnya tak hilang menjadi tambang atau perumahan. Pasti pula tak ada nelayan yang terjerat dalam lingkaran setan hutang. Atau tak mungkin guru-guru membuat ancama yang paling mengerikan yaitu memboikot ujian nasional.

Janji politik kerap kali disebut sebagai angin surga. Indah di telinga belaka. Maka makin lama kampanye menjadi tak menarik untuk warga. Warga akan berbondong-bondong datang ke kampanye kalau disuguhi penyanyi dangdut yang hot. Atau ada iming-iming hadiah door price, uang transport, uang saku dan lain sebagainya. Dan partai-partaipun tak terlalu bernafsu untuk melakukan kampanye akbar, pasalnya butuh biaya yang besar untuk melaksanakannya sementara peningkatan jumlah suara karena kampanye tidak terlalu menyakinkan.

Tak mengherankan jika seorang kawan yang merupakan petinggi partai berkilah bahwa daripada uang dihamburkan untuk kampanye, lebih baik diamplopi dan diberikan langsung kepada pemilih. Cara itu dipandang lebih memberi jaminan untuk mengumpulkan suara.

Sudah empat kali pemilu diselenggarakan pasca reformasi. Ada beberapa perubahan yang sudah dirasakan masyarakat. Misalnya iklim keterbukaan yang makin terasa. Namun kalau dipikir lebih dalam, iklim keterbukaan lebih dipengaruhi oleh perkembangan jaman dan teknologi informasi dan komunikasi. Sementara apa yang disebut sebagai keberpihakan pemerintah pada rakyat, yang menjiwai reformasi justru sulit untuk dibuktikan. Betapa pemerintah kerap kali bergerak sesudah didesak lewat demo oleh masyarakatnya.

Watak dari pemilu ke pemilu justru semakin menegaskan bahwa mereka yang terpilih dalam pemilu hanya membutuhkan suara masyarakat disaat pencoblosan saja. Maka di masa-masa persiapan pemilu, tahapan sebelum pemunggutan suara, mereka berbaik-baik terhadap masyarakat. Dikerapkan semua kata-kata bagus, dicurahkan semua perhatian agar rakyat tercuri hatinya.

Mereka yang berkeinginan duduk di kursi perwakilan yang terhormat tak segan bertindak bak pengemis, menghiba agar dipilih oleh masyarakat. Namun setelah mereka berhasil merampok suara masyarakat dan kemudian duduk di kursi yang terhormat, amat sedikit yang kemudian bisa dipegang kata-katanya.

Banyak kandidat yang menyimpan keyakinan, bahwa visi dan misi tak begitu penting, Buat mereka yang utama adalah amunisi. Dengan amunisi maka kursi bisa didapatkan. Oleh karenanya ketika harus membuat visi dan misi, tagline untuk kampanye maka semuanya hampir seragam, tak banyak yang mampu menarik perhatian. Kata-kata menjadi hampa, tanpa makna dan tidak membekas di benak siapapun yang melihat atau mendengarnya.

Jika kata telah kehilangan makna, maka janjipun telah kehilangan arti. Janji bahkan mengalami defisit atau deviasi arti. Buat sebagaian besar orang janji tak lain adalah kebohongan. Para pembaca makna bahkan menganjurkan cara baca terhadap janji, cara yang dianjurkan adalah dengan melakukan pembacaan terbalik. Maka jika seseorang berjanji akan membuat APBD yang pro rakyat, jika dibaca terbalik maka akan menjadi APBD yang mengabdi pada kepentingan pemegang kekuasaan. Karenanya kalau seseorang menjanjikan surga maka nerakalah yang akan diberikan.

Pondok Wiraguna, 11 April 2014

@yustinus_esha

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun