Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

1001 Alasan Memilih Capres

13 Juni 2014   21:37 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:52 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin saya memeriksa gadget kepunyaan anak saya yang masih duduk di bangku kelas 2 SD. Kegiatan memeriksa aplikasi messenger rutin saya lakukan untuk memeriksa apa yang dibicarakan dengan kontak yang terhubung dengannya. Bukan mau ikut campur melainkan hanya sebagai bentuk deteksi dini kalau-kalau dalam komunikasinya ada pokok percakapan atau pertukaran informasi yang tidak pantas.

Sekarang ini banyak pesan broadcast yang berisi tawaran phonesex, chatt dan gambar serta video porno yang sulit dibendung kedatangannya. Pesan-pesan seperti itu kalau tidak segera dihapus bisa saja direspon oleh anak-anak.

Ketika memeriksa percakapan di BBM, saya menemukan broadcast yang berisi anjuran untuk memilih calon presiden tertentu. Disitu tertera lebih dari 30 alasan kenapa calon itu harus dipilih ketimbang calon lainnya. Ketika membaca pesan itu saya kemudian teringat pada sebuah sessi perbincangan tentang komunikasi multimedia. Intinya sebuah pesan harus disampaikan secara ringkas, tidak bertele-tele dan menyajikan banyak fokus sekaligus.

Saya mulai menduga-nduga bahwa penyebar pesan itu ingin menunjukkan betapa hebatnya calon presiden itu sehingga ada daftar panjang alasan untuk membuktikannya. Tapi penyampai itu tidak sadar kalau ingatan orang itu terbatas, atau bahkan penyampai pesan itu sendiri jika ditanya mendadak untuk menyebutkan 30 alasan juga tak bisa menjawab dengan cepat dan tepat.

Tapi saya harus menghargai pesan yang dibroadcast itu, mencermati satu persatu yang membuat anak saya merebut gadgetnya dari tangan saya. Mungkin anak saya mulai terusik dengan inspeksi gadget yang lebih lama dari biasanya.

Saya tidak ingat semua yang sempat terbaca, namun banyak alasan yang buat saya tidak beralasan. Tertulis dalam rangkaian alasan itu prestasi atau kedudukan sang capres. Prestasi yang tentu saja patut untuk diakui, namun buat saya tak ada hubungan dengan kedudukan yang tengah diincarnya. Dan betul dugaan saya bahwa 30 alasan yang disampaikan oleh penyampai pesan itu terlalu banyak sehingga justru memancing timbulnya bias pemahaman.
Lalu tadi malam saya sempat pergi ke sebuah toko buku. Luar biasanya ternyata di toko itu sudah banyak buku tentang calon presiden. Dan lagi-lagi saya membaca sebuah judul buku yang hampir mirip dengan broadcast BBM di gadget anak saya. Namun alasan untuk memilihnya bukan 30 melainkan hanya 9 saja.

Membandingkan pesan di broadcast BBM dan buku yang dipajang itu, membuat saya tersenyum sendiri. Yang 30 alasan hanya diringkas dalam satu pesan, sementara yang 9 alasan dikemas dalam satu buku yang tebal. Bayangkan hanya 9 alasan saja mesti diterangkan lewat ratusan lembar halaman buku. Alasan semakin diterangkan panjang lebar malah bakal bikin persoalan. Tapi itu hanya duga-duga saya saja karena saya tidak membuka buku itu untuk melihat isinya.

Padahal kalau melihat pilihan masyarakat sesaat setelah capres ditetapkan oleh penyelenggara pemilu, kebanyakan simpel-simpel saja. Tak perlu seribu satu alasan, macam lagunya Zaskia Gotik untuk menentukan pilihan. Satu-satunya berita tentang betapa sulitnya menentukan pilihan hanya diungkapkan oleh Mahfud MD, yang mesti berdoa selama tiga hari tiga malam bahkan sampai meneteskan air mata segala.

Bahkan ada kecenderungan dari sekelompok orang untuk mendukung tanpa alasan yang dimunculkan oleh dirinya sendiri. Cukup mengikuti instruksi atau arahan dari organisasinya. Kemana organisasi mengarahkan dukungan kesitulah dukungan akan diberikan. Jadi kalau ditanya apa alasannya memilih calon tertentu maka hanya akan dijawab ‘Loyalitas pada arahan organisasi”.

Jadi apakah pesan yang disampaikan lewat broadcast BBM atau tulisan di buku itu tidak ada gunanya, atau tak punya dampak?. Entahlah, sebab saya tak berniat untuk menelisik lebih jauh, membuat survey untuk mengungkapnya. Meski begitu saya harus tetap memberi apresiasi besar kepada penulis pesan dan buku itu sebab sekurang-kurangnya mereka menjadikan dirinya sebagai contoh ideal bagaimana seorang pemilih menentukan pilihan. Intinya adalah pilihan akan semakin baik jika didasari oleh alasan yang kuat, bukan sekedar ‘pokok-e’ saja.

Pondok Wiraguna, 12 Juni 2014
@yustinus_esha

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun