Memasuki masa kampanye, timeline twitter atau wall facebook memang banyak dihiasi ekpresi kekaguman yang berlebih terhadap calon yang satu dan kebencian yang berurat berakar pada calon lainnya. Tak heran jika kemudian berujar di twitnya “Kapan musim pilpres dan copras-capres ini berakhir”. Ucapan itu adalah ekpresi kejengkelan atas segala macam twit yang berseliweran di linimassanya yang dianggap tidak sesuai dengan kaidah kesopanan dan moralitas karena berisi banyak hujatan dan fitnah yang terbuka.
Ruang maya adalah ruang terbuka, ruang bebas yang memang berpotensi menjadi liar sekaligus brutal karena tak ada otoritas yang mampu mengendalikan secara total. Orang begitu berani menyebar kebohongan karena media sosial memberi ruang untuk account alter, anonim dimana si pemilik account tidak menampakkan jati diri yang sesungguhnya. Dalam lembaga penegak hukum ada divisi cybercrime yang sejak awal memperingatkan akan memonitor pergerakan informasi di sosial media. Namun sampai hari ini tidak terdengar ada seseorang atau account yang kemudian disoal karena menyebarkan informasi yang tidak benar, menfitnah dan menistakan seseorang.
Jaman baru selalu butuh kesadaran baru, netizen masih perlu mendidik dirinya sendiri dan juga orang lain agar mempunyai tata laku yang sesuai dengan adab. Dalam iklim yang sudah serba terbuka seharusnya apapun informasi yang akan disebarkan ke publik harus bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karena jika tidak maka itu hanya akan menjadi sampah yang memusingkan bagi banyak orang.
Pondok Wiraguna, 2 Juli 2014
@yustinus_esha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H