Setiap orang atau kelompok orang bisa jadi butuh jenis kepemimpinan tertentu. Ada orang yang mengemari kepemimpinan jenis komandan yang bisa mengatur bawahannya tunduk dengan semua perintahnya, pemimpin yang berorientasi pada tujuan dan tak peduli pada tetek bengek strategi atau proses untuk mencapainya. Siapapun bawahannya yang taat pada perintahnya akan diberi penghargaan, namun siapa yang mbalelo akan diberi hukuman.
Lain orang atau kelompok barangkali lebih menyukai dipimpin oleh orang yang peduli pada proses dalam mencapai tujuan. Orang yang mau menemui berbagai pihak, mendengarkan masukan dari banyak pihak, melakukan konfirmasi atas apa yang dilaporkan oleh bawahannya. Pemimpin jenis ini tidak akan menawarkan imbalan pada bawahannya melainkan memberi kesempatan kepada anak buahnya untuk membuktikan kinerja terbaiknya.
Pemimpin jenis mana yang terbaik, itu tergantung pada masyarakatnya. Hanya saja dalam sebuah pemilihan selalu saja ada keanehan. Seorang pemimpin yang buruk, yang cuma gemar berjanji, pandai berpidato, merancang program yang besar-besar dan tidak terbukti, masih saja kerap terpilih kembali. Seorang yang digelari ‘waluh’ alias pembual misalnya ternyata bisa menang telak dan memimpin untuk periode yang kedua.
Oleh karena itu tak perlu kita meramal-ramal atau menerka-nerka, siapa bakal memenangi pemilu presiden yang akan digelar 9 Juli nanti. Karena urusan tebak menebak dan ramal meramal itu sebaiknya diserahkan kepada paranormal saja.
Pondok Wiraguna, 6 Juli 2014
@yustinus_esha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H