Di zaman digital sekarang ini, modernitas menjadi hal yang lebih banyak berkembang di masyakarat. Manusia semakin maju saja pikirannya. Semakin berkembang pula kecanggihan-kecanggihan dan hal-hal baru, yang tujuannya bermacam-macam. Untuk eksistensi salah satunya. Media sosial menjadi berkembang sangat pesat untuk menunjukkan eksistensi manusia. Tapi di luar itu semua, masih ada lho hal-hal yang dirasa masih ndeso dan wagu, tapi itu ada. Saya ndak mau jauh-jauh memberikan contoh, sebab kejadian itu saya alami sendiri, hmmm, lebih tepatnya dilakukan oleh keluarga saya di Sleman, Yogyakarta.
Peristiwa itu adalah tradisi dawetan untuk anak sapi yang baru saja lahir. Wah, macam bayi manusia aja. Dibancaki, diselamati supaya hidupnya juga selamat, sehat dan tumbuh dengan kuat.Â
Menurut saya, kelahiran merupakan suatu awal kehidupan baru dari suatu keluarga. Sapi dalam kehidupan orang desa dianggap sebagai bagian dari keluarga. Karena dari memelihara sapi, itu mampu menghidupi keluarga yang lain. Katakanlah ketika anak butuh uang untuk sekolah, si orang tua menjual sapi, kemudian uangnya digunakan untuk biaya sekolah. Kelahiran merupakan suatu awal harapan baru dari yang baru lahir ke dunia itu. Harapan baru yang dititipkan pada sang jabang bayi, termasuk juga sapi.
Adapun ubo rampe dari  tradisi tersebut, kalo orang Jawa bilang, adalah pisang 2 sisir, uang, dawet satu gelas, tumpeng kecil yang terdiri dari urap, telur dan snack.Â
Harapan yang meski tak smua bisa terlaksana. Sajen atau sesaji tidak melulu tentang hal yang musrik, tapi lebih kepada simbol sebuah ungkapan rasa syukur yang dirupakan makanan dan minuman sebagai bentuk persembahan. Semoga kita tidak selalu menilai apa yang berbeda dengan kita sebagai sesuatu hal yang salah.
Salam lestari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI