TPST Piyungan dengan luas lahan 12,5 Ha (10 Ha untuk badan sampah, 2,5 Ha untuk perkantoran dan prasarana pendukung lain didirikan tahun 1995 dan beroperasi tahun 1996. Sepanjang pengoperasiannya, permasalahan TPST semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah manusia (dan hewan) merupakan penghasil sampah.
Isu utama persoalan TPST adalah terkait dengan lokasi area terbuka tempat penampungan sampah serta laju peningkatan volume sampah. Hal ini masih diperparah dengan belum terbangunnya kesadaran warga untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri.Â
Buktinya, sejumlah 65% dari komposisi sampah yang masuk ke TPST merupakan sampah organik yang mestinya bisa diselesaikan di hulu.
Terdapat 5 (lima) aspek penting dalam pengelolaan sampah, yaitu aspek teknologi, hukum/peraturan, institusi, pembiayaan, dan partisipasi masyarakat.
Dalam kapasitasnya sebagai Lembaga Pengawas Layanan Publik, Lembaga Ombudsman (LO) DIY menyatakan peduli, prihatin dan berkomitmen untuk turut serta mencari alternatif solusi terkait permasalahan ini.Â
Persoalan ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun lalu pada bulan Mei 2018 ketika ada pernyataan bahwa TPST Piyungan dinyatakan penuh sejak tahun 2012, namun sampai saat ini tetap dipaksakan beroperasi dan menerima kiriman sampah sejumlah 150 truk per hari yang mengangkut 500-600 ton sampah.Â
Wacana penambahan lahan 2,3 hektar diperkirakan hanya mampu menampung hingga waktu 2 tahun kedepan. Sedangkan persoalan blokade jalan masuk oleh warga ke TPST sebenarnya juga sudah sejak Desember 2018 dan kemudian berlanjut di bulan Maret 2019 ini.
Pada Rabu, 27 Maret 2019, tim LO DIY mengunjungi TPST Piyungan untuk melihat, mencermati, dan mengawasi kondisi di lapangan. Selanjutnya, LO DIY akan membentuk tim yang akan mengkoordinasikan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait penanganan sampah.Â
Sebelumnya, pada bulan September 2018, LO DIY telah mengadakan Gelar Kasus dengan tema Masa Depan Pengelolaan Sampah di DIY dan sudah menyiapkan beberapa solusi. Usulan tersebut kelak akan dikaji, dikonsultasikan dengan pihak terkait guna disinergikan dengan program Pemerintah Daerah.
Berikut pokok-pokok pikiran LO DIY mengenai permasalahan sampah di DIY:
Pertama, bahwa TPST Piyungan merupakan kerjasama dari 3 kabupaten/kota yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggungjawab dan kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah, peran masyarakat, serta dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif dan efisien.
Kedua, bahwa saat ini TPST Piyungan sudah overload volume sampah terus bertambah sementara metode pengolahan sampahnya masih konvensional dengan sistem "open dumping";
Ketiga, secara jangka menengah, diperlukan metode pengolahan sampah secara sistemik dengan pendekatan teknologi yang mampu dibiayai serta dibangun oleh Pemda DIY.
Dari forum Gelar Kasus yang dilakukan oleh LO DIY, terdapat 5 (lima) metode penanganan sampah yang ditawarkan yaitu:
- Mengolah sampah menjadi energi, yaitu membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa);
- Mengelola sampah secara hidrotermal, yaitu sampah dimasukkan pada reaktor dengan suhu bertekanan tinggi sehingga akan menjadi lunak dan hancur yang kemudian cairannya bisa dijadikan pupuk dan sisa sampah padatnya dapat dijadikan bahan bakar;
- Melakukan pembriketan sampah dan biomasa yang berasal dari limbah hewan dan tumbuhan;
- Melakukan pengolahan sampah dengan cara pirolisis sampah ban;
- Melakukan pengelolaan sampah dengan cara pirolisis sampah plastik.
Keempat, mengusulkan untuk mempertimbangkan kerja sama dengan pihak ketiga yang memiliki konsep teknologi serta analisis sosial terkait pengelolaan sampah.
Kelima, pemerintah daerah perlu membuat Rencana Aksi Daerah yang mendorong gerakan pengelolaan sampah berbasis rumah tangga. Program ini harus melibatkan Academic-Businesses-Community-Government (ABCG). Tujuan utama gerakan ini adalah untuk mengurangi produksi sampah.
Keenam, dalam waktu dekat LO DIY akan membentuk tim bersama dengan pihak-pihak terkait dari berbagai elemen untuk merumuskan hal-hal yang konstruktif sebagai bahan alternatif solusi, juga sebagai dorongan dalam membangun etika dan semangat merangkai  solusi permasalahan publik.
Yusticia Eka Noor Ida
Komisioner Lembaga Ombudsman DIY
Kepala Bidang Penelitian, Pengembangan dan Hubungan Kelembagaan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI