Mohon tunggu...
Yusticia Arif
Yusticia Arif Mohon Tunggu... Administrasi - Lembaga Ombudsman DIY

I Q R O '

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tentang Toleransi Berkereta: Belajar dari Orang Jepang

13 Maret 2015   09:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:43 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Please, turn off your mobile phone or switch into silent mode"

Begitulah bunyi stiker yang tertempel di dalam kereta-kereta di Jepang. Stiker tersebut terutama ditemukan dekat dengan priority seat (kursi prioritas), kursi yang diprioritaskan untuk lansia, yang biasanya berada paling dekat dengan pintu rangkaian.

[caption id="attachment_402440" align="aligncenter" width="307" caption="Poster mematikan handphone"][/caption]

Sudah menjadi kesepakatan umum, bahwa ketika berkereta, orang dilarang menelpon, karena dianggap mengganggu ketenangan bersama. Biasanya bila ada yang penting sekali, orang menggunakan sms atau fitur obrolan lainnya yang disediakan smartphone. Sepertinya, ketenangan adalah prinsip hidup orang Jepang.

[caption id="attachment_402451" align="aligncenter" width="307" caption="Di dalam kereta"]

14262148751758579604
14262148751758579604
[/caption]

Orang Jepang juga tidak mengobrol di dalam kereta. Mereka biasanya memilih membaca, tidur atau sibuk dengan gadget. Bila terlihat ngobrol sedikit saja, langsung menjadi pusat perhatian, karena sepertinya bukan hal yang lumrah disana. Padahal, kalau kita berkereta disini, apalagi dengan teman-teman satu rombongan (atau seperti kami, rombongan pelaju berkereta), pasti sudah sibuk ngobrol begitu kami mendapatkan tempat duduk, apalagi bisa jejer-jejer gitu, pasti heboh...:)

[caption id="attachment_402266" align="aligncenter" width="307" caption="We love quietness"]

1426135217193074053
1426135217193074053
[/caption]

Kursi proritas

[caption id="attachment_402268" align="aligncenter" width="307" caption="Poster kursi prioritas"]

14261357301876908942
14261357301876908942
[/caption]

Kursi ini diprioritaskan untuk lansia, perempuan dengan anak kecil, wanita hamil dan orang cacat atau difabel. Posisi kursi sedemikian rupa dekat dengan pintu rangkaian KA, sehingga mudah dicapai oleh penumpang prioritas tersebut. Saya pernah mengamati, meski kereta sedang penuh-penuhnya, orang Jepang yang bulan golongan prioritas ini tidak akan nekat menempati kursi tersebut. Budaya malu yang telah melekat dalam kehidupan orang Jepang, pastilah menjadi alasannya.

Saya pernah melihat, ketika ada penumpang berkursi roda hendak naik ke kereta. Sang masinis dengan sigap mengeluarkan piranti semacam ramp yang bisa dilipat, dan kemudian memasangkan dan mengaitkannya antara lantai kereta ke lantai stasiun, sehingga si penumpang bisa mudah turun atau  naik kereta. Sedemikian detail dan concern pemikiran mereka terhadap penumpang berkebutuhan khusus ini.

Antrian

Antrian di Jepang, siapa pun pasti tahu, luar biasa tertibnya. Mereka rela antri berpanjang-panjang dan berlelah-lelah, dan anti menyerobot. Pastilah ini juga berangkat dari budaya malu. Demikian juga dengan antrian berkereta. Antrian penumpang yang hendak masuk kereta biasanya dibuat 2 baris, berada di kanan-kiri pintu masuk (biasanya sudah ada gambar garis dilantainya, sebagai tanda orang berdiri antri). Orang tidak akan menyerobot masuk ke kereta, sebelum penumpang yang hendak keluar dari kereta betul-betul sudah tidak ada lagi. 2 Baris antrian ini biasanya akan "membuka" untuk memberikan kesempatan kepada penumpang untuk turun, sehingga tidak pernah terjadi tabrakan antar orang. Hebatnya juga, pintu kereta selalu pas bisa berhenti di hadapan antrian ini, sehingga orang tidak perlu bergeser ke kanan atau ke kiri agar pas dengan pintu masuk kereta.

[caption id="attachment_402273" align="aligncenter" width="358" caption="Garis berdiri untuk antrian di depan platform"]

14261364321283264416
14261364321283264416
[/caption]

[caption id="attachment_402441" align="aligncenter" width="358" caption="Calon penumpang memberikan kesempatan dahulu bagi penumpang lain yang hendak turun sebelum masuk kereta"]

1426212822786776325
1426212822786776325
[/caption]

Ada yang unik ketika orang masuk kereta ketika sudah sangat penuh : orang akan berjalan mundur ketika masuk kereta, sepertinya untuk menghindari kontak fisik dengan orang lain. Mereka juga tidak memaksakan diri bila kereta sudah penuh, toh tidak sampai 5 menit sudah ada kereta berikutnya. Di pintu kereta, ada indikator kapan pintu kereta akan ditutup, yaitu sebuah lampu kecil yang berkedip-kedip, bila lampu ini sudah mati, artinya pintu akan segera tertutup; ada juga dengan sebuah melodi lagu, yang bila berhenti, artinya pintu akan segera tertutup, jadi orang bisa memperkirakan dan tidak nekat menerobos masuk kereta, karena bisa terjepit.

Tidak makan dan minum secara demonstratif di dalam kereta.

Orang Jepang, meski membawa sedikit bekal untuk sarapan, tidak akan memakan bekal mereka tersebut secara demonstratif di dalam kereta karena dianggap mengganggu/membuat tidak nyaman penumpang lain. Jadi, cara mereka makan mereka adalah sedikit demi sedikit, sambil kemudian disembunyikan dalam kantong baju atau jaket mereka. Bila bekal mereka menghasilkan sampah, bungkus plastik misalnya, mereka dengan sigap akan mengantongi sampah tersebut dan membuangnya ketika menemukan tempat sampah. Perlu diketahui bahwa di dalam kereta-kereta di Jepang tidak ada tempat sampah, tetapi kondisi rangkaian tetap bersih.

[caption id="attachment_402450" align="aligncenter" width="307" caption="Vending machine, kedai foto di stasiun Shibuya"]

1426214550771496084
1426214550771496084
[/caption]

Gunakan eskalator atau tangga pada lajur kiri.

Sudah menjadi konsensus bersama, bahwa bila kita berjalan santai atau tidak terburu-buru, gunakanlah lajur kiri pada eskalator atau tangga. Jalur kanan biasanya dipakai untuk mendahului sehingga harus dibiarkan kosong. (Di Malaysia dan Singapura, juga berlaku konsensus seperti ini). Kecuali di Jepang "bawah", misalnya Fukuoka, berlaku konsensus sebaliknya, jadi, yang dibiarkan kosong adalah lajur kiri. Ada yang menarik dalam amatan saya : bila pagi-pagi jam berangkat kerja (jam 7an), jalur kiri tangga atau eskalator bisa dipastikan sepi, karena orang terburu-buru berangkat kerja, sehingga lajur kanan nyaris dipenuhi orang-orang yang setengah berlari menaiki tangga atau eskalator. Dan sebaliknya pada sore hari, yang terjadi adalah gantian jalur kiri yang dipenuhi orang, barangkali karena sudah capek setelah seharian bekerja.

[caption id="attachment_402447" align="aligncenter" width="173" caption="Eskalator curam di Shinjuku, sepi bila bukan jam kerja"]

1426213449791003951
1426213449791003951
[/caption]

Salam spoor-spooran lagi...

*Semua foto adalah koleksi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun