Antrian
Antrian di Jepang, siapa pun pasti tahu, luar biasa tertibnya. Mereka rela antri berpanjang-panjang dan berlelah-lelah, dan anti menyerobot. Pastilah ini juga berangkat dari budaya malu. Demikian juga dengan antrian berkereta. Antrian penumpang yang hendak masuk kereta biasanya dibuat 2 baris, berada di kanan-kiri pintu masuk (biasanya sudah ada gambar garis dilantainya, sebagai tanda orang berdiri antri). Orang tidak akan menyerobot masuk ke kereta, sebelum penumpang yang hendak keluar dari kereta betul-betul sudah tidak ada lagi. 2 Baris antrian ini biasanya akan "membuka" untuk memberikan kesempatan kepada penumpang untuk turun, sehingga tidak pernah terjadi tabrakan antar orang. Hebatnya juga, pintu kereta selalu pas bisa berhenti di hadapan antrian ini, sehingga orang tidak perlu bergeser ke kanan atau ke kiri agar pas dengan pintu masuk kereta.
[caption id="attachment_402273" align="aligncenter" width="358" caption="Garis berdiri untuk antrian di depan platform"]
[caption id="attachment_402441" align="aligncenter" width="358" caption="Calon penumpang memberikan kesempatan dahulu bagi penumpang lain yang hendak turun sebelum masuk kereta"]
Ada yang unik ketika orang masuk kereta ketika sudah sangat penuh : orang akan berjalan mundur ketika masuk kereta, sepertinya untuk menghindari kontak fisik dengan orang lain. Mereka juga tidak memaksakan diri bila kereta sudah penuh, toh tidak sampai 5 menit sudah ada kereta berikutnya. Di pintu kereta, ada indikator kapan pintu kereta akan ditutup, yaitu sebuah lampu kecil yang berkedip-kedip, bila lampu ini sudah mati, artinya pintu akan segera tertutup; ada juga dengan sebuah melodi lagu, yang bila berhenti, artinya pintu akan segera tertutup, jadi orang bisa memperkirakan dan tidak nekat menerobos masuk kereta, karena bisa terjepit.
Tidak makan dan minum secara demonstratif di dalam kereta.
Orang Jepang, meski membawa sedikit bekal untuk sarapan, tidak akan memakan bekal mereka tersebut secara demonstratif di dalam kereta karena dianggap mengganggu/membuat tidak nyaman penumpang lain. Jadi, cara mereka makan mereka adalah sedikit demi sedikit, sambil kemudian disembunyikan dalam kantong baju atau jaket mereka. Bila bekal mereka menghasilkan sampah, bungkus plastik misalnya, mereka dengan sigap akan mengantongi sampah tersebut dan membuangnya ketika menemukan tempat sampah. Perlu diketahui bahwa di dalam kereta-kereta di Jepang tidak ada tempat sampah, tetapi kondisi rangkaian tetap bersih.
[caption id="attachment_402450" align="aligncenter" width="307" caption="Vending machine, kedai foto di stasiun Shibuya"]
Gunakan eskalator atau tangga pada lajur kiri.
Sudah menjadi konsensus bersama, bahwa bila kita berjalan santai atau tidak terburu-buru, gunakanlah lajur kiri pada eskalator atau tangga. Jalur kanan biasanya dipakai untuk mendahului sehingga harus dibiarkan kosong. (Di Malaysia dan Singapura, juga berlaku konsensus seperti ini). Kecuali di Jepang "bawah", misalnya Fukuoka, berlaku konsensus sebaliknya, jadi, yang dibiarkan kosong adalah lajur kiri. Ada yang menarik dalam amatan saya : bila pagi-pagi jam berangkat kerja (jam 7an), jalur kiri tangga atau eskalator bisa dipastikan sepi, karena orang terburu-buru berangkat kerja, sehingga lajur kanan nyaris dipenuhi orang-orang yang setengah berlari menaiki tangga atau eskalator. Dan sebaliknya pada sore hari, yang terjadi adalah gantian jalur kiri yang dipenuhi orang, barangkali karena sudah capek setelah seharian bekerja.
[caption id="attachment_402447" align="aligncenter" width="173" caption="Eskalator curam di Shinjuku, sepi bila bukan jam kerja"]