"Please, turn off your mobile phone or switch into silent mode"
Begitulah bunyi stiker yang tertempel di dalam kereta-kereta di Jepang. Stiker tersebut terutama ditemukan dekat dengan priority seat (kursi prioritas), kursi yang diprioritaskan untuk lansia, yang biasanya berada paling dekat dengan pintu rangkaian.
[caption id="attachment_402440" align="aligncenter" width="307" caption="Poster mematikan handphone"][/caption]
Sudah menjadi kesepakatan umum, bahwa ketika berkereta, orang dilarang menelpon, karena dianggap mengganggu ketenangan bersama. Biasanya bila ada yang penting sekali, orang menggunakan sms atau fitur obrolan lainnya yang disediakan smartphone. Sepertinya, ketenangan adalah prinsip hidup orang Jepang.
[caption id="attachment_402451" align="aligncenter" width="307" caption="Di dalam kereta"]
Orang Jepang juga tidak mengobrol di dalam kereta. Mereka biasanya memilih membaca, tidur atau sibuk dengan gadget. Bila terlihat ngobrol sedikit saja, langsung menjadi pusat perhatian, karena sepertinya bukan hal yang lumrah disana. Padahal, kalau kita berkereta disini, apalagi dengan teman-teman satu rombongan (atau seperti kami, rombongan pelaju berkereta), pasti sudah sibuk ngobrol begitu kami mendapatkan tempat duduk, apalagi bisa jejer-jejer gitu, pasti heboh...:)
[caption id="attachment_402266" align="aligncenter" width="307" caption="We love quietness"]
Kursi proritas
[caption id="attachment_402268" align="aligncenter" width="307" caption="Poster kursi prioritas"]
Kursi ini diprioritaskan untuk lansia, perempuan dengan anak kecil, wanita hamil dan orang cacat atau difabel. Posisi kursi sedemikian rupa dekat dengan pintu rangkaian KA, sehingga mudah dicapai oleh penumpang prioritas tersebut. Saya pernah mengamati, meski kereta sedang penuh-penuhnya, orang Jepang yang bulan golongan prioritas ini tidak akan nekat menempati kursi tersebut. Budaya malu yang telah melekat dalam kehidupan orang Jepang, pastilah menjadi alasannya.
Saya pernah melihat, ketika ada penumpang berkursi roda hendak naik ke kereta. Sang masinis dengan sigap mengeluarkan piranti semacam ramp yang bisa dilipat, dan kemudian memasangkan dan mengaitkannya antara lantai kereta ke lantai stasiun, sehingga si penumpang bisa mudah turun atau  naik kereta. Sedemikian detail dan concern pemikiran mereka terhadap penumpang berkebutuhan khusus ini.