Mohon tunggu...
Yusticha Putri Purwitowati
Yusticha Putri Purwitowati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Radikalisme dan Terorisme Agama: Tantangan Global Kotemporer

12 Juni 2024   15:10 Diperbarui: 12 Juni 2024   15:21 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Radikalisme dan terorisme berbasis agama telah menjadi isu yang mendominasi diskursus keamanan global dalam beberapa dekade terakhir. Fenomena ini tidak hanya merusak stabilitas politik dan sosial tetapi juga menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. 

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan radikalisme dan terorisme agama dalam tiga tahun terakhir dengan merujuk pada penelitian terbaru dan analisis akademis. Pertanyaan penelitian yang diangkat adalah: Apa faktor-faktor utama yang mempengaruhi peningkatan radikalisme dan terorisme agama dalam tiga tahun terakhir dan bagaimana upaya global dalam menanggulanginya?

Dalam tiga tahun terakhir, beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai pendorong utama radikalisme dan terorisme agama. Pertama, disinformasi dan propaganda online. Studi oleh Weimann (2021) menunjukkan bahwa platform media sosial telah menjadi alat utama bagi kelompok radikal untuk merekrut anggota dan menyebarkan ideologi ekstremis. Algoritma media sosial yang memprioritaskan konten kontroversial turut mempercepat penyebaran pesan-pesan radikal.[1]

 

Kedua, ketidakstabilan politik dan ekonomi. Penelitian oleh Jones dan Smith (2022) mengungkapkan bahwa negara-negara dengan konflik internal yang berkepanjangan, kemiskinan, dan ketidaksetaraan ekonomi cenderung menjadi lahan subur bagi tumbuhnya radikalisme.[2] Krisis ekonomi yang dipicu oleh pandemi COVID-19 juga memperburuk situasi ini, dengan banyak individu yang merasa kehilangan harapan dan lebih rentan terhadap ideologi ekstrem.

 

Ketiga, identitas dan marginalisasi. Studi oleh Hafez dan Mullins (2023) menunjukkan bahwa individu yang merasa terpinggirkan secara sosial atau politik lebih rentan untuk bergabung dengan kelompok radikal sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang mereka alami. Identitas agama yang dimanipulasi oleh kelompok ekstremis sering kali digunakan untuk memobilisasi dukungan dan justifikasi tindakan kekerasan.[3]

 

  • Upaya Penanggulangan

 

Menanggulangi radikalisme dan terorisme agama membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan multifaset. Salah satu pendekatan yang telah dilakukan adalah penguatan kerjasama internasional. Laporan dari Global Counterterrorism Forum (2022) menyoroti pentingnya kolaborasi antar negara dalam berbagi informasi intelijen dan strategi kontra-terorisme. Kerjasama ini telah membantu mencegah beberapa serangan teror besar dan melumpuhkan jaringan terorisme internasional.[4]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun