Teori Semiotika
Semiotika adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang mengkaji tanda. Pada disiplin ilmu semiotika ini menganggap bahwa fenomena -- fenomena sosial pada masyarakat dan kebudayaan itu semua merupakan tanda -- tanda. Semiotik mempelajari mengenai atuan -- aturan, sistem -- sistem, serta konvensi -- konvensi yang memungkinkan tanda -- tanda tersebut mempunyai makna ataupun arti. Kajian semiotika ini berada pada dua buah paradigma, yaitu paradigma konstruktif dan paradigma kritis.
Secara etimologis atau asal -- usul bahasa, kata semiotik berasal dari kata Yunani Simeon, yang memiliki arti "tanda." Apabila dikaji secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek -- objek, peristiwa -- peristiwa atau kejadian -- kejadian seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Van Zoest (dalam Sobur, 2001, hlm. 96), semiotik memiliki arti sebagai "ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya."
Semiotik berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. Istilah kata semeion ini, sepertinya diturunkan dari kedokteran hipopraktik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial dalam bahasa inggris disebut "semiotics." Menurut Puji Santosa:
"Kata semiotik diturunkan dari bahasa inggris semiotics. Berpangkal pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Produksi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa) bahwa orientasi pembentukan istilah itu ada pada bahasa inggris. Akhiran bahasa inggris -ics dalam bahasa Indonesia berubah menjadi dialektik atau dialektika. Nama lain semiotik adalah semiologi. Keduanya, memiliki pengetian yang sama, yaitu sebagai ilmu tentang tanda. Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain."
Tanda itu sendiri memiliki arti sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Istilah dari semiotik pertama kali diperkenalkan dari buah pikir seorang filsuf Amerika Serikat yang bernama Charles Sanders Peirce. Peirce mengembangkan semiotik dalam keterkaitannya dengan filsafat pragmatisme, ia menyamakan semiotik dengan logika. Dengan melalui buku yang ia tulis yang berjudul "How to Make Our Ideas Clear," semiotik merujuk kepada "doktrin formal tentang tanda -- tanda."
Sudah ada beberapa pakar susastra atau literatur yang mencoba mendefinisikan semiotik yang berkaitan dengan disimplin ilmunya. Dalam konteks susastra, Teeuw memberi batasan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi. Ia lalu menyempurnakan lagi batasan semiotik itu sebagai "model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun."
Peletak dasar atau para pelopor dari semiotik ini ada dua orang, yaitu Charles Sanders Peirce dan Ferdinand de Saussure. Saussure (struktural) -- yang dikenal sebagai bapak ilmu bahasa modern, mempergunakan istilah semiologi. Sementara itu, Peirce (analitis), yang dikenal sebagai bapak semiotik -- memakai istilah semiotik. Kedua tokoh yang telah disebutkan sebelumnya, berasal dari dua benua yang berjauhan, Amerika dan Eropa. Mereka tidak saling mengenal, namun sama -- sama mengemukakan sebuah teori yang secara prinsipal tidak berbeda.
Charles Sanders Peirce telah menciptakan semiotika untuk memecahkan masalah dengan lebih baik inferensi (pemikiran logis); Tapi menurut Eko, Semiotika juga membahas masalah "penandaan" dan komunikasi. Semiotika berbicara tentang kedua hal ini sedemikian rupa sehingga batas antara semiotika dan teori komunikasi tidak begitu jelas. Meskipun jadi, antara kedua teori ini dalam pandangan Eco terdapat perbedaan tujuan dan metode. Komunikasi terjadi melalui tanda-tanda; dengan jadi, tidak mengherankan untuk melihat bahwa Sebagian besar teori komunikasi berasal dari semiotika. Akan, tetapi di satu sisi ada tanda-tanda bahwa itu berfungsi di luar situasi komunikasi, dan di sisi lain - berbeda dengan teori semiotik -- teori komunikasi diletakkan memperhatikan syarat-syarat penyampaian makna, yaitu pada saluran komunikasi. Berkat saluran komunikasi ini bisa dikatakan.