Hadits merupakan dasar hukum kedua setelah alquran yang digunakan sebagai panutan dalam kegiatan sehari-hari, khususnya dalam kegiatan mekanisme pasar. Pasar merupakan sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat muslim pada masa Rasulullah Saw. Islam telah mengajarkan konsep mekanisme pasar dan mengatur seluruh kegiatan baik yang diperbolehkan maupun yang dilarang dalam kegiatan mekanisme pasar. Konsep mekanisme pasar dalam islam dapat dirujuk pada hadits Rasulullah Saw sebagaimana yang disampaikan oleh HR Muslim :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: لاَ يَبِيْعُ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلاَ يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ )رَوَاهُ مُسْلِمٌ(
Artinya: Dari Ibnu Umar dari Nabi SAWbersabda: seseorang tidak boleh membeli atas pembelian saudaranya dan tidak boleh melamar atas lamaran saudaranya kecuali mendapat izin darinya (HR Muslim).
Hadits لاَ يَبِعُ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ yang artinya seseorang tidak boleh membeli atas pembelian saudaranya. Maksudnya yakni seorang pembeli kedua tidak boleh membeli barang yang serupa kepada penjual yang mana sudah dalam masa khiyar (dapat memutuskan untuk melanjutkan atau membatalkan transaksinya) dengan pembeli pertama. Penjual disini sudah menawarkan barangnya kepada pembeli yang pertama dengan harga teertentu dan disini si pembeli pertama sudah ridho ataupun setuju terhadap harga yang sudah ditentukan oleh si penjual, namun datanglah seorang pembeli kedua yang mana pembeli ini ingin mendapatkan barang tersebut sehingga melakukan berbagai caranya dengan cara menghasut si penjual agar menjual barang tersebut kepadanya (pembeli ke dua) dengan cara mengiming-imingi untuk membeli barang yang sudah disepaki oleh si pembeli pertama tadi dengan cara akan membayarnya dengan harga yang lebih tinggi dari si pembeli pertama.
Karena si pedagang yang ingin mencari keuntungan yang banyak akhirnya si penjual ini membatalkan transaksinya dengan pembeli yang pertama dan menjual barang tersebut kepada si pembeli kedua dengan alasan si pembeli kedua mampu membayarnya dengan harga yang lebih tinggi. Contohnya yakni jual beli barang lelang (Muzayadah), yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan barang dagangannya, lalu para pembeli saling menawar barang tersebut dengan menambah jumlah pembayaran dari pembeli-pembeli sebelumnya, lalu penjual akan menjual barangnya kepada pembeli yang paling tinggi menawarnya.
Penjelasan lanjutan potongan hadits di atas yakni وَلاَ يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ yang artinya dan tidak boleh melamar atas lamaran saudaranya kecuali mendapat izin darinya. Dalam kegiatan mekanisme pasar melamar disini diartikan sebagai seorang penjual. Jadi melamar atas lamaran saudaranya yakni penjual tidak boleh menjual diatas penjual yang lainnya. Maksudnya yakni penjual kedua tidak boleh menjualkan barangnya kepada pembeli yang sudah dalam masa khiyar (bisa memutuskan untuk melanjutkan atau membatalkan transaksinya) dengan penjual yang pertama. Disini si pembeli sudah melakukan tawar menawar dengan si penjual yang pertama dan sudah menghasilkan kesepakatan harga, namun datanglah seorang penjual kedua yang menawarkan barangnya kepada si pembeli, si penjual kedua mencoba menghasut si pembeli agar membatalkan transaksinya dengan penjual yang pertama dan menyarankan untuk membeli barang tersebut kepadanya (penjual kedua) agar si pembeli tersebut dapat membeli barangnya si penjual kedua melakukan berbagai caranya dengan menawarkan barang yang dari sisi bentuk serta kualitasnya sama dengan barang yang ditawarkan peenjual pertama, namun disini yang berbeda si penjual kedua menawarkan barangnya dengan harga yang lebih murah dari penjual yang pertama.
Karena si pembeli yang ingin membeli barang tersebut dengan harga yang lebih murah sehingga si pembeli membatalkan transaksinya dengan pemjual yang pertama dan membeli barang tersebut kepada si penjual yang kedua. Dari penjelasan tersebut dapat ditemui contoh jual beli barang obral (Munaqadhah), yakni si pembeli menawarkan dirinya untuk membeli barang dengan kriteria tertentu, lalu para penjual berlomba dalam menawarkan barang dagangannya dengan memberikan hagra yang murah dari penjual-penjual yang ssebelumnya, kemudian si pembeli akan membeli barang tersebut kepada pedagang yang menawarkan barannya dengan harga yang termurah.
Dewasa ini kegiatan transaksi yang tidak sehat seperti maksud dari hadits diatas bukan lagi menjadi hal yang asing bagi kita karena transaksi seperti itu sering kita lihat di pasar sekeliling kita. Transaksi seperti itu sering terjadi karena banyak pembeli dan penjual yang sudah tidak memperdulikan kemashlahahan terhadap barang yang dibelinya maupun barang yang dijualnya. Kegiatan transaksi seperti maksud hadits tersebut dilarang oleh islam karena dalam kegiatan transaksi seperti itu banyak menimbulkan kemudhorotan dan kerusakan ataupun kerugian bagi kaum muslim lainnya karena dapat menimbulkan rasa iri baik antar pembeli maupun antar penjual.
Pada kenyataannya saat ini transaksi seperti itu masih banyak dijumpai walaupun sudah diperjelas bahwa telah dilarang oleh islam, karena demi memperbanyak keuntungan berbagai cara yang tidak sehat pun masih tetap akan dilakukan. Banyak ditemui penjual saat ini hanyalah memikirkan berapakah yang nantinya barang dagangannya laku terjual serta berapakah keuntungan yang akan dia dapatkan, demi memperbanyak permintaan konsumen sehingga menyebabkan persaingan yang tidak sehat dalam dunia bisnis ini tetap dilaakukan. Jadi kita sebagai kaum muslim yang memiliki kelebihan didunia bisnis menjadilah seorang pembisnis yang selalu mengikuti syariat isslam dan tidak mencari kesempatan berupa keuntungan dalam kesempitan agar kita selalu mendapatkan keberkahan di dunia maupun di akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H