Mohon tunggu...
Yusron Hidayat
Yusron Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Legal and political consultant

Penulis, Legal and political consutant ,Pegiat Hak Asasi Manusia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukuman Mati Bagi Koruptor, Benarkah Efektif?

23 Oktober 2021   14:23 Diperbarui: 23 Oktober 2021   14:24 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pro Kontra Hukuman Mati Bagi Koruptor

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar Senin (5/4), menyetujui penerapan hukuman mati bagi terpidana korupsi dan penyuapan ia mengatakan hakim harus berani menerapkan hukuman itu karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. UU No 31/1999, yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur hukuman mati dapat dijatuhkan antara lain pada pelaku korupsi saat negara sedang dilanda krisis, saat bencana alam, atau dalam keadaan tertentu. Undang-undang korupsi sudah mengatur soal itu dan membolehkan. "Saya setuju penerapannya itu masa kita harus berdebat terus mengenai itu, perlunya sanksi yang keras pada pelaku korupsi muncul kembali karena meski sudah banyak pejabat dihukum terkait kasus korupsi, sanksi tidak membuat pejabat atau orang lain jera untuk korupsi. Korupsi, khususnya suap, bahkan kini dinilai sebagai budaya" katanya

Untuk mengikis korupsi dan penyuapan, pemerintah sebenarnya menerapkan aturan yang keras agar membuat kapok pelakunya. jika sekarang masih terjadi, mungkin harus lebih keras lagi cara penerapan sanksinya. Di Surabaya, Jawa Timur, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengakui, korupsi di negeri ini sudah parah dan merajalela. Karena itu, Indonesia perlu belajar dari China yang berani melakukan perombakan besar untuk menumpas korupsi di negaranya. di China dilakukan pemutihan semua koruptor yang melakukan korupsi sebelum tahun 1998. Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tetapi begitu ada korupsi sehari sesudah pemutihan, pejabat itu langsung dijatuhi hukuman mati. Korupsi di Indonesia sedemikian merajalela dan menjadi penyakit kronis, bahkan negara ini sudah rusak. "Korupsi terjadi di mana-mana, mulai polisi, jaksa, hakim, hingga kantor sepak bola. Ironisnya, korupsi justru merajalela dan menjadi penyakit setelah kita mengamandemen UUD 1945 selama empat kali sejak tahun 1999 hingga 2002 mengapa koruptor harus dihukum mati, antar lain korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi juga telah mendorong pemiskinan masyarakat, membuat bangsa Indonesia rentan dan lemah, serta menggerogoti kemampuan Indonesia dalam memobilisasi investasi.

apa yang membuat mereka tidak berani menghukum mati para koruptor? apakah jangan-jangan mereka sendiri yang ingin korupsi dan takut di hukum mati? pertanyaan yang sangat menggelitik sekali. Lantas sebenarnya hukuman apa yang sesuai bagi para koruptor yang bisa membuat mereka jera dan bertobat untuk tidak korupsi lagi?saya tantang para pembuat anda,coba carikan satu saja hukuman yang bisa membuat para koruptor kapok dan takut untuk mencuri uang rakyat lagi?

Saya rasa cuma hukuman mati lah yang bisa membuat mereka jera, tapi ada satu ganjalan yang membuat peraturan tersebut sulit untuk direalisasikan di Indonesia. Memang komnas HAM berdalih masih banyak hukuman lain yang bisa membuat para koruptor jera selain hukuman mati. Padahal realitanya, sampai sekarang belum ada sama sekali hukuman yg tegas yang membuat mereka (koruptor-red) jera.

Justru para koruptor mendapatkan perlakuan yang high class dalam penjara. Mereka bisa keluar masuk penjara dengan bebas, bisa menikmati fasilitas pribadi yang super mewah, memperoleh hak . Secara matematis, jika di logika dengan nalar yang sehat, ada kemungkinan bahwa mereka para pembela HAM, takut menghukum mati para koruptor karena mereka sendiri juga ingin korupsi. Jika memang benar mereka bersih dari korupsi mengapa mereka (pembela HAM) takut?

Fakta membuktikan, bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang tidak menerapkan hukuman mati, Arab Saudi yang memberlakukan hukum Islam dan hukuman mati memiliki tingkat kejahatan yang rendah, engan menolak pendapat  kelompok kalian yang mengatakan hukuman mati (terhadap koruptor) bertentangan dengan kemanusiaan. Sebaliknya, mereka berpendapat justru korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang   menistakan   perikemanusiaan.   Korupsi    merupakan    kejahatan    kemanusiaan yang melanggar hak hidup dan hak asasi manusia tidak hanya satu orang, namun jutaan manusia.

hukuman mati terhadap koruptor tidak melanggar konstitusi sebagaimana telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi." Dalam keadaan darurat korupsi seperti sekarang ini dimana korupsi telah menyebabkan kemiskinan yang luas dan karenanya 'membunuh' hak hidup jutaan manusia, adalah adil menjatuhkan  hukuman  mati  terhadap satu orang  koruptor. Jadi pertimbangan utamanya adalah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hukuman mati juga diterapkan untuk memberikan peringatan keras pada para pejabat publik untuk tidak melakukan korupsi. Akan tetapi, hukuman mati hanya dijatuhkan pada bentuk korupsi yang paling jahat dan berdampak luas. Selain itu, hukuman mati harus sangat berhati- hati dijatuhkan. Dalam sistem peradilan pidana yang korup seperti sekarang ini seseorang sangat mungkin menjadi korban peradilan sesat (miscarriage of justice).

korelasinya. Korelasinya adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban tidak ada korelasi langsung antara hukuman mati dengan efek jera bagi para koruptor. Ia mencontohkan, Negeri China. "Setiap tahun, 50 hingga 60 orang dihukum mati di China. Tapi buktinya, China tetap masuk sebagai negara yang masuk sepuluh besar paling korupsi di dunia

Tampaknya, Indonesia belum  akan  menerapkan  hukuman  mati  bagi  para  koruptor. Selain komitmen pemerintah yang rendah dalam penegakan hukum, aparat penegak hukum juga masih setengah hati dalam menindak para koruptor. Kaum abolisionis mendasarkan argumennya pada beberapa alasan. Pertama, hukuman mati merupakan bentuk hukuman yang merendahkan martabat manusia dan bertentangan dengan hak asasi manusia. Atas dasar argumen inilah kemudian banyak negara menghapuskan hukuman mati dalam sistem peradilan pidananya. Sampai sekarang ini sudah 97 negara menghapuskan hukuman mati.

Kelompok abolisionis juga menolak alasan kaum retensionis yang meyakini hukuman mati akan menimbulkan efek jera, dan karenanya akan menurunkan tingkat kejahatan khususnya korupsi. Belum ada bukti ilmiah konklusif yang membuktikan korelasi negatif antara hukuman mati dan tingkat korupsi. Sebaliknya, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional tahun 2011 justru negara-negara yang tidak menerapkan hukuman mati menempati ranking tertinggi sebagai negara yang relatif bersih dari korupsi, yaitu Selandia Baru ranking Denmark dan Swedia cepat atau lambat pidana mati akan dihapuskan. Selain itu, salah apabila dikatakan pidana mati adalah pidana yang paling efektif. Pidana mati itu gagal memberikan efek jera, karena berdasarkan kenyataan kini korupsi masih merajalela dan sulit diberantas meski sudah ada pidana mati. Bahkan presiden kita juga menegaskan bahwa pidana mati tidak efektif. Selain itu, pidana mati bagi koruptor juga hanya untuk hal-hal tertentu saja dan sulit dijatuhkan bagi kasus-kasus yang ada apabila hukuman mati hanya menginginkan timbulnya efek jera, maka pelaku harus dihukum di depan umum sesadis mungkin. Namun, kenyataannya kini pelaksanaan pidana mati justru tanpa adanya publikasi yang jelas dalam media massa. Bahkan eksekutor pidana mati dalam regu tembak saja tidak mengalami teror dengan mencabut nyawa terpidana mati, tidak seperti algojo pada zaman dahulu. Tidak timbulnya teror ini disebabkan tidak diketahuinya secara pasti dari mana datangnya peluru yang membunuh sang terpidana mati. Oleh sebab itu, pidana mati sangat tidak efektif.

Pengadilan texas Amerika serikat pada tahun 1989 telah memvonis mati seorang yang bernama carlos deluna yang tidak bersalah, dan carlos deluna terbukti tidak bersalah puluhan tahun setelah ia di hukum mati. Bagaimana pun tidak ada manusia yang bisa benar-benar memutuskan perkara dengan adil. Apalagi sudah menjadi rahasia umum jika berurusan dengan polisi Indonesia, orang yang melaporkan kehilangan ayam harus siap kehilangan sapi karena pelaksanaannya belom baik.

Dari sisi hukum internasional, hukuman mati sebenarnya telah diwajibkan untuk dihapuskan di dalam UU nasional masing-masing negara anggota PBB, termasuk Indonesia. Menurut Kami solusinya adalah sanksi pemiskinan dan sanksi sosial.  dua sanksi ini lebih efektif, manusiawi, ketimbang memberi hukuman mati kepada koruptor. Atau dilakukannya seperti Amerika serikat yang menggunakan hukuman akumulatif yang bisa saja sampai 100 tahun penjara. Oleh karena argument-argumen kami itu lah yang membuat kami tetap konsisten dan tetap kontra terhadap hukuman mati bagi koruptor, pembuktian terbalik bisa juga menjadi solusi alternatif sebab harta benda yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya bisa dirampas oleh negara.

Para aktivis yang memperjuangkan HAM di seluruh dunia jelas menolak hukuman mati yang diterapkan di beberapa negara. Alasannya, tak ada manusia yang berhak mencabut nyawa manusia lainnya. Selain itu, dalam sistem pengadilan yang masih korup orang yang tak bersalah bisa saja dihukum mati.

Sudah menjadi rahasia umum, korupsi adalah tindak kriminal yang sering menjadi pilihan bagi para petinggi negara kita. Tindak kriminal tentunya sangat merugikan masyarakat awamIndonesia. Pajak dan uang lainnya yang sudah diserahkan kepada negara malahdisalahgunakan. Lebih-lebih, para koruptor tersebut mendapat status hukuman yang kurang jelas dan tidak membuat jera. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan keluarnya opini untuk memberi hukuman mati bagi para koruptor.Kami di sini berdiri sebagai pihak yang tidak setuju dengan pemberian hukuman mati bagikoruptor tersebut. Berikut alasan-alasan yang memperkuat pernyataan kami atas tak setujunya penjatuhan hukuman

Bagaimana pun koruptor adalah manusia yang juga mempunyai hak asasi manusia, hak untuk hidup. Memang koruptor melakukan kesalahan yang merugikan banyak orang. Tapi semua orang melakukan kesalahan, dan semua orang dapatmemperbaikinya. Manusia bisa melakukan kekhilafan, begitu juga dengan orang yangmelakukan korupsi. Menurut kami, hukuman mati tak akan langsung begitu sajamenyelesaikan masalah. Orang yang yakin tindakan korupsinya tak akan tercium pastiakan tetap banyak. Dan dengan hukuman yang mempunyai tingkatan 

paling tinggi ini,tak kecil kemungkinan orang malah mencari jalan yang lebih canggih dan kreatif untuk berkorupsi lebih rapi.

Hukuman mati sangat tak menyelesaikan masalah, dan memiliki kemungkinan besar akan memperpanjang perkara karena sang pengacara atau tersangka membandingkan dengan kasus korupsi yang lain yangmengorupsi nominal yang berbeda.Jika memang pihak pro akan mengatakan,Kami akan membuat peraturan rinci.Misalnya, yang mendapatkan hukuman mati adalah yang mengorupsi 10miliar keatas. Betapa enaknya yang mengorupsi 9,9miliar. Ia hanya akan mendapatkanhukuman penjara, misalnya. Jika tahu begini, semua koruptor akan memutar otaknyadan bisa terjadi kemungkinan ada yang berpikir untuk mengorupsi dengan cara menyicil.

Ditulis Oleh : Yusron Hidayat,

Pada tanggal 15 April 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun