Mohon tunggu...
Yusrin  TOSEPU
Yusrin TOSEPU Mohon Tunggu... Dosen -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Periset di LSP3I Region V Sulawesi Pusat Makassar. Ketua Lembaga Kajian Forensik Data dan Informasi KAVITA MEDIA Makassar Penggiat Literasi Media ICT (Information and Communication Technology)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dosen, Profesi Membangun Peradaban

4 Juli 2018   20:35 Diperbarui: 4 Juli 2018   21:04 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Profesi dosen sesungguhnya bukan sembarang profesi, karena sejatinya adalah pekerjaan yang membangun proyek peradaban. Sebab itu, tugas utama dosen adalah mendidik peserta didiknya agar menjadi manusia terdidik yang bermanfaat bagi masyarakat dan umat manusia, terutama dalam mewujudkan masa depan yang berkemajuan dan berperadaban luhur. 

Tugas mulia seorang dosen bukan sekadar melakukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur dalam rangka memanusiakan (humanisasi) diri peserta didik: membentuk karakter dan kepribadiannya agar memiliki integritas moral dan akhlak mulia; membekali kompetensi, sikap positif, dan keterampilan hidup (life skills) agar bisa menjalani dan memaknai kehidupannya; dan membentuk mindset positif dalam rangka meraih prestasi dan kesuksesan duniawi dan ukhrawi.

Kendati demikian, tidak semua dosen mempunyai idealisme sebagai pembangun peradaban. Banyak diatara mereka gagal mengemban tugas edukasi karena beberapa alasan. Mereka yang tidak memiliki jiwa mendidik. Profesi dosen bukan panggilan jiwanya atau bukan pilihan utamanya sehingga menjadi dosen hanyalah "profesi sampingan". Tidak memiliki visi dan misi luhur dalam mendidik yaitu membangun peradaban melalui pengembangan ilmu, pembentukan sikap dan kepribadian, serta pelatihan keterampilan, baik life skills maupun soft skills. 

Kegagalan dosen dalam mendidik boleh jadi juga disebabkan oleh sistem pendidikan dan pembelajaran yang tidak kondusif. Universitas atau kampus tidak dibangun dan dikembangkan dengan sistem pelayanan yang baik; sarana dan prasarana sangat minim; budaya akademik tidak efektif dan produktif; dan lingkungan pembelajaran tidak kondusif dan tidak inovatif.

Sejatinya, seorang pendidik tidak hanya mendidik dan mengajar anak didiknya untuk menjadi manusia terbaik, melainkan juga membangun peradaban yang agung: humanis, universal, dan berkeadaban. Profesi pendidik merupakan profesi paling mulia karena dapat mengantarkan manusia mencapai keutamaan dan mendekatkan diri Sang Pencipta sebagai tujuan utama pendidikan. 

Profesi pendidik harus dikembangkan dengan sistem pembinaan yang jelas dan professional, karena warisan budaya hanya bisa ditransmisikan kepada generasi muda melalui proses pendidikan. Penanaman nilai, pembentukan sikap, perilaku, karakter, dan kepribadian manusia hanya dapat dilakukan melalui aktualisasi fungsi pendidikan dan profesi pendidik.

Tugas pendidik  bukan sekadar menyampaikan materi pelajaran, menuntaskan bab demi bab pembahasan dalam buku pelajaran, dan mengevaluasi kemampuan dan kompetensi peserta didiknya melalui ulangan (ujian). Pendidik adalah mitra peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, sekaligus sebagai fasilitator, motivator, dan inspirator bagi peserta didik dalam membangun kepribadiannya sehingga motivasi dan inspirasinya itu dapat mengubah mindset dan orientasi mereka dalam membangun peradaban. 

Dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, tenaga pendidik (guru/dosen) merupakan pemegang peran yang amat sentral dalam proses pendidikan. Karena itu, upaya meningkatkan profesionalisme para pendidik adalah suatu keniscayaan. Dosen  harus mendapatkan program-program pelatihan secara tersistem agar tetap memiliki profesionalisme yang tinggi dan siap melakukan adopsi inovasi. 

Dosen juga harus mendapatkan penghargaan dan kesejahteraan yang layak atas pengabdian dan jasanya. Sehingga, setiap inovasi dan pembaruan dalam bidang pendidikan dapat diterima dan dijalaninya dengan baik.

Oleh karena itu, seorang pendidik harus siap memenuhi aspek kebutuhan pendidikan, baik kebutuhan belajar maupun kebutuhan di masa mendatang, dan siap mengantisipasi setiap perubahan yang ada. Seorang pendidik harus mampu membuat materi pelajaran yang tadinya sulit menjadi mudah diajarkan, mudah dipelajari, dan terukur pencapaiannya oleh setiap peserta didik. 

Dalam konteks itu pula, seorang pendidik bukan sekadar memindahkan materi pelajaran ke peserta didik, tapi juga memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada setiap anak untuk mengembangkan potensi yang sudah ada dalam diri mereka.

Potensi tersebut sudah dimiliki sejak lahir dan setiap orang memilikinya. Pendidikan sebagai upaya menuntun agar potensi yang bersemayam dalam diri peserta didik keluar dan berkembang menjadi kompetensi. Dengan demikian, makna pendidikan adalah memberikan pelayanan kepada setiap peserta didik agar kekuatan-kekuatan yang tersembunyi dalam diri anak didik dapat 'dikeluarkan', dikembangkan, dan diberdayakan. 

Hasilnya, anak didik menjadi semakin siap, tangguh, dan matang dalam menghadapi persoalan kehidupan. Pematangan itu terus terjadi tanpa jeda. Ia berkembang sejalan dengan pengalaman yang dilalui. Setiap fase berjalan seiring dengan napas dan keberadaannya sebagai manusia, setiap perkembangan langsung dimanfaatkan dalam kehidupan.

Sejatinya, esensi peradaban yang harus dibangun dan dikembangkan oleh seorang pendidik adalah sinergi iman, ilmu, amal, karya (ilmiah, teknologi, institusi pendidikan, dan lainnya), dan budaya yang memberi nilai tambah (added value) kemaslahatan bagi kemanusiaan. Peradaban tidak lahir dalam ruang hampa (nilai). 

Peradaban dibangun oleh seorang pendidika yang memiliki keyakinan (iman) yang kuat bahwa Allah itu Maha Beradab, memiliki dan mengembangkan ilmu, mengamalkan ilmu yang dikuasainya, dan mewariskannya kepada generasi masa depan dalam bentuk legasi budaya dan karya nyata. Intinya, peradaban hidup yang dapat dibangun seorang pendidik adalah peradaban ilmu, seni budaya, dan peradaban sistem kehidupan yang dibangun atas dasar iman, ilmu, dan amal saleh (karya nyata dan bermaslahat) bagi umat manusia.

Hubungan pendidikan dengan peradaban itu saling berkaitan. Peradaban hidup yang bermutu adalah peradaban yang dibangun oleh pendidikan. Membangun peradaban harus dimulai dengan membangun pemikiran masyarakat yang diselenggarakan melalui pendidikan, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun bidang-bidang lain. Artinya, pembangunan ilmu pengetahuan hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan kehidupan. Oleh karena itu, membangun peradaban harus dimulai dari pembangunan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Masyarakat  dengan peradaban yang maju, cenderung memiliki pendidikan yang maju, demikian sebaliknya. Bahkan lebih luas dapat disimpulkan bahwa masyarakat dengan pendidikan yang maju, meniscayakan masyakatnya terbebaskan dari kemiskinan, paling tidak dari kebodohan. Selain itu, pendidikan juga harus didukung oleh pengajar yang berkualitas baik, media yang mendukung pembelajaran, peran orang tua, sekolah/kampus, lingkungan dan masyarakat supaya pendidikan benar benar dapat membangun peradaban hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun