Akhir-akhir ini, terjadi ramai sorotan pada guru yang dilaporkan oleh orang tua murid kepada kepolisian. Dugaan Penganiayaan, sebagai sebab orang tua murid untuk melaporkan. Meskipun guru melakukan pendisiplinan kepada muridnya, kalau siswa dan orang tuanya tidak suka, maka kata penganiayaan menjadi tameng untuk membalas perbuatan guru itu. Guru bukan metafora dari penganianyaan. Guru adalah profesi mendidik, bahkan Ki Hajar Dewantara menyebutkan guru sebagai sosok “ing ngarsa sung tuladha, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani”.
Profesi guru sedang terancam. Melakukan pekerjaan dengan rasa ketakutan dan was-was ada pada guru saat ini. Akibat dari ancaman yang kriminalisasi. Perlu diingat, ada proposisi yang membuat profesi guru terancam. Akses kemudahan atau kelonggaran bagi guru untuk dilaporkan secara hukum. Masih ingat dengan kasus-kasus hukum yang ada pada guru saat ini. Fenomena ini, harusnya bukan menjadi tebang pilih, mana yang dibela baik dari orang tua murid maupun guru. Guru bukan berarti kebal hukum. Apabila terjadi kejahatan yang merugikan murid, tentu guru berhak untuk dilapor. Namun yang dilapor harus juga mengetahui yang terjadi, agar tidak main asal lapor.
Menyikapi fenomena guru dikriminalisasi. Pemerintah harus lebih sigap untuk mengeluarkan kebijakan dalam upaya penanggulangannya. Tentu, bukan hanya kebijakan saja, melainkan peningkatan kualitas guru yang lebih budi pekerti, fasilitas guru yang memadai, hingga jaminan upah layak yang harus diberikan. Upaya ini, tentu akan berdampak kepada guru, yang mengarah kepada sikap yang lebih teladan.
Pemerintah saat ini, berusaha melindungi bagi anak yang mendapatkan kekerasan di ruang pendidikan. Begitu sebaliknya, guru juga mendapatkan perlindungan hukum, apabila menjalankan tugas untuk mendisiplinkan serta pendidikan murid. Pasal 54 undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan bahwa “anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.
Bagi orang setiap orang yang melanggar pasal 54 tersebut, maka dikenakan hukuman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.72.000.000.00. Ketentuan ini, sangat melindungi anak dari tindakan kejahatan. Namun, kententuan ini sebagai simalamakah bagi guru. Terlepas dari itu, guru juga memiliki perlindungan di dalam ruang pendidikan. Pasal 39 undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan bahwa “Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas”.
Pada pasal 39 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2004, menyebutkan bahwa “guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya”.
Meskipun sudah terdapat aturan. Namun aturan ini masih belum banyak yang mengetahui. Kedua aturan ini, harus disosialisasikan kepada semua pihak tidak terkecuali guru dan orang tua murid. Sebab, salah satu faktor guru melakukan kekerasan kepada murid, karena belum tahu konsekuensi dari hukumannya. Begitu juga orang tua murid, bahwa guru harus dilindungi dari masyarakat itu sendiri, dengan tidak bertindak asal lapor saja.
Terlepas dari semua itu, tulisan ini bukan memihak antara satu pihak saja. Tulisan ini, akan mengambarkan posisi guru saat ini. Perlindungan guru, bukan berarti mengenai hukuman. Perlindungan dalam arti dari kesengsaraan guru saat ini. Kita bisa ambil contoh dalam hal upah. Survei lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan Dompet Dhuafa, menyebutkan bahwa 74 persen dari 403 guru memiliki gaji di bawah Rp 2 juta, sebagian lagi di bawah Rp 500 ribu tahun 2024.
Gaji guru sangat memprihatinkan. Pemerintah harus merestorasi sistem gaji guru baik PNS dan Honorer. Dari segi honorer, sistem penentuan gaji berasal dari perjanjian harus dihapuskan, dan disentralisasi langsung oleh Pemerintah. Sebab, melalui hubungan perjanjian, tidak akan meningkatkan kesejahteraan guru honorer. Disisi lain, mengakibatkan perlindungan hukum terhadap upah guru bertentangan dengan hak untuk hidup layak. Akibat dari ketidaklayakan gaji, membuat tingkah guru sporadis, dan tidak mendidik. Banyak memanfaatkan kesempatan di ruang pendidikan, seperti jual buku, pungutan liar, bahkan ancaman kekerasan kepada murid. Tindakan guru seperti ini, bukan serta merta kemauan sendiri. Melainkan keadaan yang sulit dihadapi oleh guru Indonesia yang kurang dilindungi.
Indonesia harus mencontohkan dari berbagai negara, yang memprioritaskan guru terkait perlindungan hukum. Seperti Korea Selatan pada tahun 2023, telah merestorasi undang-undang tentang guru. Guru Korea Selatan melakukan unjuk rasa, dalam rangka menuntut perlindungan hukum dari orang tua murid. Kebiasaan orang tua murid dalam melaporkan guru kepada Kepolisian, dalam dugaan penganiayaan. Atas situasi ini, undang-undang tentang guru telah direvisi dengan isinya memperketat perlindungan bagi guru. Guru di Korea Selatan tidak akan lagi menghadapi skorsing otomatis dari pekerjaan setelah adanya pengaduan dari orang tua, sebaliknya dalam penyelidikan harus didahulukan bukti sebelum tindakan disipliner. Yang lebih lagi, pada saat guru yang terbukti melawan tuntutan hukum akan mendapat dukungan finansial. Korea selatan, sebagai negara yang memperhatikan guru. Gaji guru korea selatan termasuk yang tertinggi di dunia dengan gaji antara 21 jutaan perbulan.
Upaya untuk melindungi guru, semestinya harus dipercepat oleh Pemerintah Indonesia. Termasuk perlindungan hukum dari kebiasaan oknum yang melaporkan. Harus ada, check and balances antara orang tua murid dengan instansi pendidikan. Selain keseimbangan, secara aturan harus direstorasi. Seperti upaya hukum yang meringankan guru, apabila terjadi dugaan kekerasan.
Pemerintah menerapkan adanya penyelesaian sengketa dengan proses sebelum peradilan. Posisi guru, juga harus dilindungi pada saat persangkaan. Terlepas adanya kekerasan yang dilakukan guru, namun harus melewati upaya investigasi dari satuan tugas kekerasan di sekolah. Oleh karena itu, dalam aturan tersebut, perubahannya harus lebih efektif dan berkeadilan. Paling tidak, langkah yang harus dijalankan, yaitu investigasi kasus terlebih dahulu, dan diselesaikan dalam instansi pendidikan. Namun, apabila dugaan kasus kekerasan yang melibatkan guru, sama seperti kasus pada umumnya. Maka undang-undang tentang guru tidak menjadi perlindungan hukum.
Untuk menghormati undang-undang tersebut, harus ada pelaksanaannya. Begitu juga, harapannya supaya bisa mempersempit orang tua murid, agar tidak mudah melaporkan kejadian kepada pihak yang berwenang seperti kepolisian.
Amerika Serikat menjadi negara dalam melindungi guru. Undang-undang tahun 2002 sebagai perlindungan guru yang merupakan bagian dari rencana reformasi pendidikan. Seperti melarang pemberian ganti rugi non-ekonomi terhadap guru yang melebihi proporsi kesalahan guru, membatasi ketersediaan ganti rugi terhadap guru dengan mensyaratkan bukti yang jelas dan meyakinkan atas pelanggaran disengaja atau tidak disengaja, dan melindungi guru dari tuntutan hukum atas sebagian besar tindakan yang dilakukan sesuai dengan hukum seperti menegakkan disiplin, menilai siswa atau meningkatkan keselamatan sekolah. Undang-undang ini sangat melindungi guru, sehingga terjadi kesempitan ruang bagi orang tua murid untuk melaporkan. Namun terkecuali terjadi persangkaan undang-undang umum, sehingga apabila terjadi pelanggaran maka guru bisa dituntut.
Secara pandangan, mungkin Pemerintah harus merestorasi kembali sistem keamanan dan perlindungan guru di Indonesia. Harus ada pemisahan persangkaan undang-undang, agar ada kekhususan guru, seperti sistem undang-undang Amerika Serikat. Terlebih lagi, Alternatif dispute resolution (ADR) dapat dijalankan oleh instansi pendidikan di Indonesia. Sebelum jauh, adanya penyelesaian di Pengadilan. Ini sangat bermanfaat bagi perlindungan hukum bagi guru, sehingga, terjadi kemanfaatan bersama yang jauh lebih berkeadilan, dibandingkan dengan upaya langsung melalui pengadilan melalui persangkaan undang-undang Hukum Pidana Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H