Pemerintahan Jokowi akan segara berakhir. Tepatnya pada tanggal 20 Oktober 2024, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan habis tugas dan secara sah tidak lagi menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Menjelang masa berakhirnya sebagai Presiden, Jokowi tidak akan meninggalkan dengan berlapang dada. Sebagai Kepala Negara, sangat memungkinkan untuk di akhir masa jabatan, telah mempersiapkan Program yang akan dilanjutkan oleh Pemerintahan selanjutnya. Paling tidak, apa yang dilakukan selama 10 tahun terakhir, tetap berkelanjutan.Â
Begitu sebaliknya, Jokowi harus menyelesaikan program yang telah dibuat pada saat menjadi Presiden. Ini harus diselesaikan, supaya elektabilitas Presiden pada akhir masa jabatan akan tetap terjaga. Pelaksanaan program harus diselesaikan semua dalam waktu satu tahun ini. Karena itu, sangat memungkinkan program yang dijalankan akan terburu-buru dan tidak berdasarkan situasi yang ada.
Praktek ini biasa dilakukan oleh lembaga legislatif dan Eksekutif dimasa injury time, namun praktek ini terkadang menjadi dilema bagi pejabat Lembaga kekuasaan, khususunya dalam mengeluarkan kebijakan. Dilema ini sangat dipengaruhi oleh transisi pergantian kekuasaan. Apakah pergantian kekuasaan ini, dapat meneruskan program atau justru mengantikan yang baru. Istilah pembuatan kebijakan di masa Injury time ini, disebut sebagai "lame Duck Session".Â
Lame Duck pertama kali dikenal oleh Negara Inggris, tahun 1830-an. Diakhir abad ke 20 lebih tepatnya tahun 1855, ada perusahaan yang paling populer di Inggris mengalami kebangrutan. Perusahaannya adalah perusahaan Tour Travel yang dikepalai oleh Thomas Cook. Perusahaan ini mengalami kemerosotan, sehingga salah satu cara melakukan paket penyelematan yaitu bergabung bersama Fosun Tour. Istilah Kemorosotan Keuangan Perusahaan Thomas Cook, dikenal sebagai perusahaan yang Lumpuh.Â
Lame Duck Session, juga dikenal sebagai penyebutan oleh Politisi Amerika Serikat 1863. Praktik ini telah dicontohkan pada presiden Amerika Serikat ke 42 Bill Clinton. Dimasa akhir injury time, Bill Clinton melakukan kebijakan disaat situasi Lam Duck, dengan kebijakan 140 pengampunan dan 36 keringanan hukuman. Salah satu pengampunan yang didapat ada pada Marc Rich sebagai terpidana penipuan pajak. Praktek Lam Duck Bill Clinton, membuat kemarahan dari Partai republik maupun Partai Demokrat. Meskipun Bill telah bersumpah tidak ada imbalan terhada Marc, namun praktek ini memiliki kecurigaan termasuk pendukung Bill Clinton sendiri.
Menurut Dror Itzhak Yuravlivker dalam penelitiannya yang berjudul The lame duck Congress: Fair or foul, Diartikan sebagai politisi masih menjabat tetapi penggantinya telah dipilih. Inilah pada masa yang disebut sebagai bebek lumpuh. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat politisi kecendrungan akan mengawakili kepentingan pribadi dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tentu kalau kita berkaca pada definisi lame duck sebagai politisi yang masih menjabat walaupun penggantinya telah dipilih, maka secara praktek, kemungkinan sangat kecil dilakukan. Karena itu, lame duck ini dapat diartikan juga sebagai masa injury time, di mana pejabat negara mengeluarkan kebijakan di masa akhir jabatan, dengan melakukan percepatan untuk menyelesaikan program dengan terburu-buru.Â
Praktek ini dapat dilihat dengan situasi Indonesia, yang telah menyelesaikan Pencobolosan Pemilu 2024. Meskipun belum dilantiknya Sebagai Presiden baru, namun secara hasil perhitungan, Nomor urut 2 Probowo-Gibran yang akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Sebelum dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 20 Oktober 2024. Kemungkinan pada sesi bebek lumpuh tidak akan terjadi, karena Presiden dan Wakil Presiden akan diberhentikan pada waktu yang sama dengan dilantiknya presiden dan wakil presiden yang baru. Namun apabila merujuk pada injury time Bebek Lumpuh, maka dapat dilihat dari aktivitas Preside Jokowi sebelum habis Masa jabatannya.Â
Ada beberapa aktivitas Politik Presiden Jokowi pada situasi Bebek Lumpuh.
1. Pengangkatan AHY sebagai Menteri ATR/BPN. Selama ini, Jokowi memiliki Oposisi partai yang kuat. Salah satunya Partai Demokrat. Sejak awal, keterlibatan Demokrat dalam Pemerintahan Jokowi, tidak ada. Hingga akhirnya, Jokowi di masa injury time melantik Seorang Ketua Umum Partai demokrat sebagai Menteri ATR/BPN, yang sebelumnya tidak terpikir oleh kita semua. Pengangkatan AHY sangat Politis, dan hanya untuk kepentingan koalisi Pemerintahan Jokowi. Hal ini sangat dinilai Sebagai  prinsip, sebab seorang AHY tidak memiliki pengalaman dan track record sebagai orang yang paham dibidang lingkungan dan pertanahan. Masa pengangkatan AHY, hanya sebatas kepentingan koalisi, bukan merupakan kepentingan masyarakat.
2. Presiden memberikan PLT kepada Wakil Presiden dalam rangka kunjungan negara luar, berdasarkan keputusan Presiden no 12 Tahun 2024 tentang penugasan Wakil Presiden melaksanakan tugas Presiden. Sebagai kewenangannya, Presiden melaksakan kerja sama ke Negara lain, dalam rangka kepentingan politik negara. Akan tetapi, kunjungan Wakil Presiden menjadi polemik, dikarenakan Presiden tidak menyertakan alasan yang kongret dalam keputusan tersebut. Sehingga, keputusan Presiden ini, akan sangat menganggu hubungan politik antara kedua belah pihak, apabila perjanjian tidak diikutsertakan oleh Presiden secara langsung.Â
3. Perjanjian Bilateral 3 Negara, Australia, Selandia Baru dan Kamboja. Diakhir masa jabatan Sebagai Presiden, Jokowi melakukan Kerja sama Bilateral mengenai Ekonomi dan Pembangunan. Bagi seorang Jokowi, untuk pergantian kekuasaan Sebagai Presiden, yakni program yang dijalankan tahun 2024, tidak terlalu merisaukan apakah berlanjut atau tidak. Sebab, untuk 5 tahun kedepan, Presiden akan dilanjutkan oleh Kekuasaan yang masih dipegang olehnya. Namun, apabila Presiden yang baru nanti, tidak dapat menjalankan kerja sama dengan baik, maka kerja sama ini menjadi lumpuh. Sehingga, kerja sama ini akan menjadi kepentingan politik pribadi Jokowi dengan hubungan luar negeri.Â