Mohon tunggu...
Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra Mohon Tunggu... profesional -

Lawyer, Professor of Constitutional Law, Former Minister of Justice, Former Minister/Secretary of State, Republic of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Uji Materi UU Pilpres: Perusak dan Pengkhianat Sesungguhnya

20 Januari 2014   18:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:39 1881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13902311882114498784

[caption id="attachment_317156" align="aligncenter" width="554" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption]

Surya Paloh (SP) tampak ikut gerah dengan uji UU Pilpres yang saya ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). SP minta MK agar bersikap bijak dan menolak permohonan saya.Sebagaimana oponen yang lain, SP dan tokoh-tokoh lain hanya berkoar di media. Apalagi SP termasuk raja politikus yang juga raja media. SP takkan segan-segan gunakan media miliknya, Metro, MI dan lain-lain untuk bangun opini menekan MK, dengan aneka rumor untuk menakut-nakuti rakyat. Bukan mustahil pula SP berkolaborasi dengan akun-akun tak jelas membangun opini bahayanya jika permohonan saya dikabulkan MK.

Dasar saya mengajukan pengujian materil ini untuk membuktikan bahwa pelaksanaan Pemilu selama ini adalah inkonstitusional. Pelaksanaan Pemilu dan Pilpres yang terpisah sekarang ini bertentangan dengan Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 7C, dan Pasal 22E ayat (1), (2), dan (3) UUD 45.

Adalah kewajiban saya untuk menegakkan konstitusi dalam kehidupan bernegara. Yang bertentangan dengan konstitusi harus disingkirkan. Ada orang yang merasa diuntungkan dengan pelanggaran konstitusi dan mereka menikmatinya. Golkar, PDI Perjuangan, Partai Demokrat telah menikmatinya. Kini Partai Nasdem ikut membela pelanggaran konstitusi tersebut, dan bergabung di jajaran Golkar, PDIP, dan PD.

SP mulai mendesak MK agar menolak permohonan saya setelah 'sowan' sama Megawati. PDIP selama ini keras menolak permohonan saya. SP nampak sudah pasang kuda-kuda ingin merapat ke PDIP. SP sudah siap melangkah untuk bangun koalisi. Cantik nian keinginan SP yang dengan mudah terbaca: "Bangun koalisi Mega Capres dan SP cawapresnya". Alangkah mudah SP menuduh, "Yusril ajukan uji UU Pilpres untuk kepentingan pribadi dan golongan." Aha, apakah SP yang minta MK agar menolak permohonan saya adalah untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk pribadi dan golongan?

Argumen SP yang minta MK menolak permohonan saya hanyalah alasan sederhana, "akan mengganggu tahapan Pemilu!" Tahapan Pemilu hanyalah soal teknis yang tak ada artinya dibandingkan dengan penegakan konstitusi. Kini digembar-gemborkan seolah kalau Pemilu disatukan ke bulan Juli, negara ini akan rusuh. Negara ini akan berantakan. Rusuh tidaknya pelaksanaan Pemilu tergantung niat baik kita semua sebagai warga bangsa. Hanya mereka yang berhati curang dan berwatak pengkhianat yang mau bikin rusuh dan mau hancurkan negara.

Disebarluaskan isyu seolah pengujian UU Pilpres ini kolaborasi saya dengan SBY, dan saya masuk perangkap permainan politiknya. Kalau pemilu disatukan, terjadi rusuh, lantas SBY akan Dekrit perpanjang jabatannya. Yusril yang dituduh bikin gara-gara. Tak perlu rusuh atau satukan pemilu kalau pemilu mau gagal atau digagalkan. Pemilu terpisah saja bisa gagal atau digagalkan. Kalau 7 komisioner KPU yang 'sok hebat itu' gagal laksanakan Pileg 9 April dan DPR, DPD dan MPR gagal dilantik 1 Okt 2014, kacaulah sudah. Siapa yang bisa perpanjang masa jabatan DPR, DPD dan MPR? SBY bisa perpanjang masa jabatan DPR, DPD dan MPR pakai Dekrit? Sesudah itu Dekrit lagi perpanjang jabatannya tanggal 20 Oktober?

Yang bikin rusuh negara ini adalah mereka yang dulu ‘ngotot’ dan bikin kesalahan mengamandemen UUD 1945 hingga negara ini tak siap hadapi krisis. Saya berpentingan untuk menegakkan konstitusi dan menjaga negara ini agar tetap berjalan konstitusional. Saya paham betul hal itu. Yang menuduh saya pengkhianat karena mau menyatukan pemilu, dengan uji materil ke MK, belum pernah ada prestasinya menegakkan konstitusi. Mereka pecundang menggunakan topeng dan tidak punya rasa tanggung jawab kepada negara. Mereka perusak dan pengkhianat sesungguhnya.

Saya pernah mengingatkan SBY langsung di hadapannya, bahayanya jika KPU gagal laksanakan Pemilu. UUD 1945 hasil amandemen menyerahkan pelaksanaan pemilu kepada KPU yang komisionernya 7 orang itu. Itu berarti demokrasi dan hak rakyat 240 juta orang diserahkan kepada 7 komisioner KPU itu. Kalau mereka gagal? Siapa yang bertanggung jawab? Sebab tak ada lembaga apapun yang bisa perpanjang masa jabatan DPR, DPD, MPR dan masa jabatan Presiden/Wapres.

Ingat Pemilu 1999 yang KPU-nya kisruh! Waktu itu Presiden Habibi ambil-alih tugas KPU dan umumkan hasil Pemilu. Habibi bisa bertindak begitu karena UU Pemilu waktu itu menyebutkan Presiden adalah penanggung jawab pelaksanaan pemilu. Presiden sekarang tidak punya kewenangan seperti Habibi. Nasib bangsa ini digantungkan pada 7 komisioner KPU yang hebat-hebat itu!

Niat baik saya mengingatkan Presiden dan semua orang, akan bahayanya jika pemilu gagal itu, dirumorkan seolah saya kolaborasi dengan SBY. Kini dirumorkan saya kolaborasi dengan SBY untuk mengagalkan pemilu dengan cara ajukan uji UU Pilpres. Setelah gagal, SBY keluarkan Dekrit.

Saya tidaklah sedungu itu! Sejarah telah mencatat bagaimana saya menangani Presiden Suharto berhenti. Saya pilih cara yang konstitusional. Presiden Suharto berhenti dan Wapres Habibi jadi Presiden menggantikannya. Cara yang saya tempuh itu dikritik banyak orang waktu itu. Namun proses berhentinya Presiden Suharto berlangsung konstitusional dan damai. Saya hindarkan bangsa ini rusuh dan perang saudara.

Kalau sekarang ini saya dituduh pengkhianat dan berkolaborasi dengan SBY untuk gagalkan Pemilu dan beri jalan kepada SBY keluarkan Dekrit untuk memperpanjang masa jabatannya, saya tidak perlu lakukan dengan cara menguji UU Pilpres. Pemilu bisa gagal sendiri kalau 7 komisioner KPU itu dibikin lumpuh tidak bisa berbuat apa-apa menyelenggarakan Pemilu. Saya tidak mau ikut. Saya tidak mau ikut cara-cara inkonstitusional. Kewajiban saya menjaga agar negara ini berjalan di atas rel konstitusi. Kalaulah terjadi krisis konstitusional, maka tugas seluruh komponen bangsa untuk memecahkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun