Mohon tunggu...
Muhammad YusrilBaihaqi
Muhammad YusrilBaihaqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa muda di salah satu Universitas Islam di Jawa Tengah

Bismillah | Jakarta Selatan, Bintaro | Mahasiswa Kimia 2021 | yusrilbaihaqi20@gmail.com | Muhammad Yusril Baihaqi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perbedaan Moderasi dengan Moderasi Beragama

18 Desember 2021   23:06 Diperbarui: 18 Desember 2021   23:06 3960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Kai Pilger dari Pexels 

Moderasi disebut juga dengan istilah jalan tengah. Moderasi berarti "sesuatu yang terbaik" atau sesuatu yang ada di tengah-tengah serta bisa disebut juga sebagai sesuatu yang tidak menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Jadi, kunci Moderasi adalah tidak berlebih-lebihan, apalagi dalam masalah beragama.

Sedangkan, Moderasi Beragama dapat dikatakan sebagai cara beragama yang mengambil jalan tengah sesuai pengertian moderasi. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak akan ekstrem dan tidak akan berlebih lebihan saat menjalankan ajaran agamanya. Moderasi beragama bertujuan untuk menengahi serta mengajak kedua kutub ekstrem dalam beragama untuk bergerak ke tengah, atau kembali pada esensi ajaran agama, yaitu memanusiakan manusia.

Jadi, menurut saya Moderasi Beragama adalah suatu sikap toleransi antarsesama umat beragama dan juga suatu sikap moderat dalam beragama. Maksudnya Moderasi Beragama ialah cara pandang kita dalam menjalankan ajaran agama namun tidak terlalu ekstrem, tidak terlalu berlebihan kekiri atau kekanan, serta juga tidak terlalu fanatik, yang biasanya memicu suatu perpecahan antarumat.

Dan secara garis besar moderasi beragama itu merupakan sikap kita dalam beragama secara netral, tengah-tengah saja, selalu menghormati adanya umat agama selain kita dan yang terpenting dalam beragama kita hanya mengikuti perintah dari Allah SWT, karena perintah dari Tuhan akan selalu membawa manusia kearah yang damai dan sejahtera.

Moderasi beragama dengan moderasi agama tidak dapat kita samakan karena keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Agama tidak perlu di moderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Jadi bukan agama yang harus di moderasi, melainkan cara penganut agama yang harus di moderasi. Tidak ada agama yang mengajarkan ekstremitas, tapi tidak sedikit orang yang menjalankan ajaran agama namun berubah menjadi ekstrem.

Orang yang mempraktekkan moderasi dalam kehidupannya disebut dengan orang yang moderat. Orang moderat harus berada di tengah, berdiri di antara kedua kutub ekstrem itu. Ia tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak berlebihan menyepelekan agama. Dia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan tanpa menghiraukan akal/nalar, dan juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan teks.

Contoh orang yang tidak mempraktekkan moderasi dan bersikap ekstrem, ialah seperti misalnya ada seseorang menyantap makanan atau meminum minuman yang jelas-jelas haram menurut ajaran agamanya hanya karena alasan toleransi kepada umat agama lain. Sedangkan contoh orang beragama secara berlebihan, ialah seperti ketika seorang pemeluk agama mengkafirkan saudaranya sesama pemeluk agama yang sama hanya gara-gara mereka berbeda dalam paham keagamaan.

Dalam melaksanakan moderasi beragama tentu saja ada berbagai tantangan yang harus dihadapi yaitu seperti menguatnya radikalisme agama (tekstual, simbolik, klaim kebenaran tunggal, penolakan atas perbedaan, identitas),  berbagai agama dan kepercayaan (madzhab dan aliran), generasi muda sebagai generasi masa depan yang akan menjadi pemimpin pada waktunya. Dalam melaksanakan moderasi beragama, mahasiswa UIN Walisongo memiliki empat indikator moderasi beragama yaitu komitmen kebangsaan, toleransi dan anti kekerasan, pengembangan nilai-nilai Walisongo (akomodatif kebudayaan lokal), dan moderasi beragama di tengah milenial.

Kemudian Karakteristik Moderasi Beragama, antara lain ialah sebagai berikut : Yang pertama Tawassuth yaitu selalu bersikap netral, artinya kita tidak bersikap seperti terlalu ekstrim kiri atau ekstrim kanan. Yang kedua Tawazun yaitu selalu bersikap seimbang, artinya tidak terlalu berat/condong pada salah satu perkara saja. Yang ketiga I'tidal yaitu selalu bersikap lurus lurus saja atau bersikap tegas adil pada apapun dan siapapun. Yang keempat Tasamuh yaitu suatu sikap dimana kita selalu bertoleransi kepada siapapun, artinya bersikap saling menghargai dan menghormati atas kepercayaan agama lain. Yang kelima Musawah suatu sikap dimana kita selalu mensejajarkan semua derajat manusia dan tidak diskriminatif pada siapapun. Yang keenam Alawiyah yaitu suatu sikap dimana kita selalu mendahulukan segala sesuatu yang lebih prioritas. Yang ketujuh Tahaddur yaitu suatu sikap dimana kita harus selalu menjunjung suatu adab dimanapun dan kapanpun kita berada. Kedelapan Tahtawwur yaitu suatu sikap dimana kita harus selalu memiliki pemikiran yang dinamis, kreatif serta juga kreatif.

Moderasi beragama dapat juga disebut sebagai bagian dari strategi bangsa ini dalam merawat Indonesia. Sebagai bangsa yang sangat beragam/ majmuk/ prural, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya. Indonesia disepakati bukan negara agama, tapi juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya. Komitmen kebangsaan ormas islam di Indonesia, yaitu antara lain Nadhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kesimpulannya, menurut saya tegaknya moderasi beragama perlu dikawal bersama, baik oleh orang perorang seperti kita maupun lembaga, baik masyarakat maupun negara. Setiap komponen bangsa harus yakin bahwa Indonesia memiliki modal sosial untuk memperkuat moderasi beragama. Modal sosial itu berupa nilai-nilai budaya lokal, kekayaan keragaman adat istiadat, tradisi bermusyawarah, serta budaya gotong-royong yang diwarisi masyarakat Indonesia secara turun temurun. Modal sosial itu harus kita rawat, demi menciptakan kehidupan yang harmoni dalam keragaman budaya, etnis, dan agama. Jika dipikul bersama, Indonesia dapat menjadi inspirasi dunia dalam mempraktikkan moderasi beragama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun