Mohon tunggu...
Yusril
Yusril Mohon Tunggu... Mahasiswa - aktif

Mahasiswa Ilkom | cita-cita jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mengenal dan Menjaga Kelestarian Bahasa Bima

27 April 2021   10:43 Diperbarui: 27 April 2021   11:19 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bima merupakan suatu wilayah yang terletak di timur pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, secara umum Bima masih terbagi lagi menjadi dua pemerintahan, yaitu kabupaten dan kota. Suku Bima atau Mbojo memiliki sejarah panjang sampai akhirnya terbentuk Bima yang seperti sekarang ini.

Secara histrois orang Bima atau dou Mbojo dibagi atas dua kelompok yakni kelompok penduduk asli dan penduduk pendatang. Kelompok penduduk asli disebut dou Donggo yang menghuni kawasan bagian barat teluk, tersebar di gunung dan lembah. Mereka mengasingkan diri dengan penduduk pendatang.  Dari hasil penelitian Zollinger (1847) ia berpendapat "orang Donggo maupun penduduk Bima di sebelah timur laut teluk (Donggo ele, pen.) menunjukan karakteristik yang jelas sebagai ras bangsa yang lebih rendah, kecuali beberapa corak yang menunjukkan seperti orang-orang Bima yang bermukim di sebelah timur teluk. 

Kelompok kedua yang lazim disebut dengan orang Bima atau dou Mbojo menghuni kawasan pesisir pantai dan merupakan suatu ras bangsa campuran dengan orang Bugis-Makassar dengan ciri rambut lurus sebagi rambut orang Melayu dipesisir pantai. Ciri ras bangsa Melayu-Purba dan Melayu-Baru telah berbaur dalam masyarakat Bima keseluruhannya dan sudah tidak ada yang murni. 

Menilik ke dalam bahasa Bima kata-kata nama benda seperti padi/pare, tebu, kelapa/nyiur, dan besi, kata -- kata itu diucapkan dalam bahasa Bima sebagai fare, dobu, ni'u, dan besi. Banyak kata-kata benda dalam bahasa Bima memiliki persamaan  denfan kata-kata dalam bahasa Jawa Kuno utamanya yang masih dipergunakan sisa penduduk asli yang tersimpan dalam bahasa Donggo, bahasa Tarlawi dan bahasa Kolo. Hanya kadang-kadang pengucapannya yang berubah atau pengucapannya tetap namun artinya berubah. Berikut contoh persamaan antara bahasa Bima dan bahasa Jawa Kuno :

1. Ama (Bima) -- Ama (Jawa Kuno) = Ayah 2. Imba (Bima) -- Imba (Jawa Kuno) = Meniru 3. Uma (Bima) -- Umah (Jawa Kuno) = Rumah 4. Wadu (Bima) -- Watu (Jawa Kuno) = Batu

Menurut sejarh perkembangannya bahasa Bima dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Kelompok bahasa Bima lama yang meliputi : a. Bahasa Donggo, dipergunakan oleh masyarakat Donggo Ipa yang bermukim dipegunungan sebelah barat teluk meliputi desa O'o, Kala, Mbawa, Palama, Padende, Kananta, Doridungga. b. Bahasa Tarlawi dipergunakan oleh masyarakat Donggo Ele yang bermukim dipegunungan Wawo Tengah meliputi desa Tarlawi, Kuta, Sambori, Teta, Kalodu. c. Bahasa Kolo dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di desa Kolo di sebelah timur Asakota.

Ketiga bahasa diatas berfungsi sebagai bahasa ibu pada masa dulu.

2. Kelompok bahasa Bima baru, lazim disebut dengan nggahi Mbojo. Bahasa Bima baru atau nggahi Mbojo dipergunakan oleh masyarakat umum di Bima dan berfungsi sebagai bahasa

ibu. Khusus bagi masyarakat pemakai bahasa Bima lama, maka bahasa Bima berfungsi sebagai bahasa pengantar guna berkomunikasi dengan orang lain di luar kelompok mereka.

Bahasa merupakan salah satu kekayaan yang dimilikii oleh suatu bangsa yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Bahasa Bima lama beberapa tahun terakhir perlahan mulai jarang digunakan seperti misalnya kasus yang terjadi pada Desa Tarlawi yang sejak dahulu kala menggunakan bahasa tarlawi sebagai alat komunikasinya setiap hari, akan tetapi sekarang penggunaan bahasa tarlawi mulai jarang digunakan karena adanya perpindahan penduduk. Desa Tarlawi merupakan desa yang berada diruang lingkup Kecamatan Wawo dan letaknya dipegunungan yang lumayan jauh dari desa-desa lainnya dan unuknya lagi desa ini memiliki bahasa sendir yaitu bahasa Tarlawi. Beberapa tahun terakhir banyaknya penduduk laur desa yang masuk dan bermukim di Desa Tarlawi sehingga mempengaruhi penggunaan bahasa yang mereka gunakan. Dahulunya masyaraat Desa Tarlawi memakai bahasa asli mereka dalam berkomunikasi sehari-hari dan kini mereka jarang menggunakannya karena harus bisa menyesuaikan bahasa dengan pendatang baru yaitu dengan menggunakan bahasa Bima baru atau lazim disebut nggahi Mbojo.

Selain peran masyarakat dalam menjaga kelestarian bahasa daerah yang dimiliki tentu turun tangan pemerintah menjadi salah satu cara guna melestarikan suatu bahasa daerah yang tidak ternilai harganya ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun