Mohon tunggu...
Kang Yusril
Kang Yusril Mohon Tunggu... BELUM/TIDAK BEKERJA -

Fa inna ma'al 'usri yusra Inna ma'al 'usri yusra.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bijak dalam Menyikapi Kegagalan

25 Mei 2014   09:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_325468" align="aligncenter" width="474" caption="badmintonindonesia.org"][/caption]

Berawal dari kegagalan Tim Thomas Indonesia dibabak semifinal Thomas Cup beberapa hari lalu, terjadi sebuah percakapan di sebuah warung makan. Sekelompok orang mengutarakan isi hatinya yang kecewa kepada tim Thomas Indonesia setelah gagal melenggang kepartai puncak. Lanjutnya, lebih menyakitkan lagi, tim Thomas Indonesia kalah dari Malasya. Beberapa spekulasi negatif pun bermunculan dari orang-orang yang ada saat itu. "Indonesia bukan lagi masanya untuk menjadi raja bulutangkis, yang ada rajanya koruptor, Tim Thomas Indonesia seperti meremehkan lawan, susunan pemain tidak tepat, sama India saja bisa kalah sangat memalukan". Salah satu di antara mereka bahkan mengatakan "Tidak dapat tidur, Indonesia boleh kalah dari China atau negara lainnya asalkan tidak sama Malasya".

Itulah luapan emosi  yang dirasakan oleh sekelompok orang saat itu, mungkin dapat saja kita rasakan kini, setelah tahu tim Thomas kalah dari Malasya yang menyebabkan gagal memenuhi target PBSI membawa pulang Piala Thomas ke Tanah Air. Bagi pecinta bulutangkis, mungkin akan merasakan hal yang sama, tanpa terkecuali dengan saya. Hampir semua tulisan saya di kompasiana, berita/artikel perkembangan dan info seputar olahraga tepok bulu ini menjadi dominan dan beberapa tulisan saya menjadi headline. Saya sendiri menyaksikan babak semifinal Thomas cup antara Indonesia vs Malasya via live streaming, setelah Ahsan/Hendra gagal menyamakan skor, saya pun langsung pulang dan tidak menyaksikan partai ketiga, Hayom vs Chong Wei Feng, karena Hayom kemungkinan kalah, ternyata betul. Kekalahan Hayom bukan karena permainannya yang kurang bagus namun karena adanya tekanan sehingga berdampak pada jiwa/psikologis yang berimbas pada penampilan Hayom.

Legowo!!! Mungkin kata itulah yang perlu kita junjung dan selalu dijadikan sandaran ketika harapan tak sesuai realita. Banyak orang yang gagal, namun tidak sedikit dari mereka menerima kegagalannya dengan lapang dada, ikhlas, dan sabar. Begitu juga para pahlawan tim Thomas dan tim Uber Indonesia termasuk segenap pengurus besar PBSI. Mereka pasti lebih sedih daripada kita. Dapat saja mereka menghakimi diri mereka sendiri. Bagaimana pun juga mereka sudah mengerahkan seluruh kemampuannya. Mencari celah akibat kegagalan/kekalahan tidak akan ada habisnya, selalu ada dan tak ada rimbanya, seperti orang bilang, penonton lebih baik dari pemain. Tim Thomas dan Uber Indonesia telah menjalani berbagai persiapan jelang kejuaraan Thomas dan Uber cup, mulai dari karantina di Kudus, pertandingan simulasi, outing, dan pastinya latihan tiap hari, ternyata tim/Negara lain lebih siap atau sama siapnya dengan Tim Indonesia. Tim Thomas dan Uber Indonesia meski gagal, mereka telah menjalankan tugasnya dengan baik. Capaian tim Uber tahun ini sama dengan capaian mereka ditahun 2012 lalu dikejuaraan yang sama dan ini harus dievaluasi dan ditingkatkan lagi. Putri-putri Indonesia memang masih kalah prestasinya dibandingkan para pesaingnya dari negara lain dan itu kita harus akui. Adapun hasil Tim Thomas tahun ini lebih bagus jika dibandingkan hasil dua tahun lalu. Ini menunjukkan sebuah progres yang baik dan membuahkan hasil atas apa yang telah mereka lakukan sebelum berangkat ke India tempat berlangsungnya kejuaraan Thomas and Uber Cup.  Ini yang luput dari kita.

Jika satu pintu kebahagiaan tertutup, pasti ada pintu lainnya terbuka. Tak perlu kita terlalu lama melihat pintu tertutup yang pada akhirnya kita tidak dapat melihat pintu lain yang sudah terbuka (Hellen Keller). Tim Thomas dan Uber Indonesia gagal membuat ratusan juta warga Indonesia bahagia. PBSI pun juga harus merelakan salah satu mileston ditahun 2014, gagal. Kejuaraan beregu putra dan putri ditahun ini bukan hanya kejuaraan Thomas dan Uber Cup, masih ada kejuaraan beregu Asian Games bulan September nanti yang akan dilangsungkan di Kota Incheon, Korea. Jika Piala Thomas dan Uber belum kembali ke Tanah Air, semoga medali emas di dunia nomor beregu Asian Games dapat diamankan putra dan putri Indonesia.

Pada akhirnya, tujuan akhir bukan tolak ukur seseorang dikatakan sukses, namun proses step by step, apa yang telah kita lakukan, bagaimana caranya, dan pengorbanan apa yang telah kita lakukan demi berada dipuncak (mencapai hasil akhir), itulah tolak ukur kesuksesan. Jika Piala Thomas gagal, yang paling penting dan sekiranya dapat menghapus kesedihan kita yakni putra-putra para pahlawan Thomas juga akan naik podium dengan medali Perunggunya. Dibandingkan tahun lalu, harus pulang tanpa medali, diperparah lagi dengan cemohan sana-sini dan disudutkan oleh berbagai awak media. Itukah yang kita wariskan kepada generasi putra-putri kita? Kita perlu ingat, pertandingan pasti ada menang dan kalahnya, yang jadi pertanyaan dan intropeksi, siapkah kita hadapi sebuah kenyataan yang tak sesuai dengan harapan? Sudah bijak? Atau kita akan mengisi daftar tambahan sebagai salah satu dari sekian banyak dari nereka yang pandai mencari celah akibat sebuah kata "KALAH"? Maka berbahagialah bagi kita yang menerima kekalahan tim Thomas dan Uber Indonesia dengan legowo, bukan sebagai pecundang yang mencari banyak alasan untuk menjatuhkan mereka.

Salam bulutangkis. . .:)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun