Namun gereja tersebut rubuh terbakar saat terjadi Badai Taifun pada 1835, yang tertinggal hanya bagian depannya saja. Kini, di balik belakang dinding depan 'sisa gereja' itu terdapat Museum of Sacred Art berisi lukisan dan patung-patung Kristiani serta semacam altar. Di sini para peziarah bisa melempar koin untuk harapan.
Di sisi kiri dan kanan, terdapat kota pada relung-relung batu ditutup kaca tembus pandang berisi tulang-belulang 23 martir dalam penyaliban massal di Nagasaki, Jepang pada 1597. Peninggalan sejarah ini sudah masuk dalam situs warisan dunia (UNESCO) yang harus dilindungi.
Situs tua itu dikhawatirkan ambruk dan rusak, sehingga pada 1990-1995 ada desakan untuk menggali fondasinya. Setelah digali, ternyata ditemukan sejumlah artefak religius peninggalan para martir Kristen asal Jepang dan pendiri kolese Jesuit di Makau, yaitu Pastor Alessandro Valignano.
Reruntuhan itu kini direstorasi oleh pemerintah Makau menjadi museum. Facade reruntuhan itu disangga oleh beton dan baja supaya tidak mudah ambruk. Bahkan, dibuat tangga baja untuk memudahkan turis naik ke dan melihat pemandangan dari ketinggian.
Setelah menjelajahi kota tua yang seakan membawa kami ke masa silam, kami pun kembali ke Venesia kota jiplakan. Selain diberi voucher judi saat masuk, para pengunjung kota tiruan ini juga diberi tiket gratis Cotai Jet --feri berkecepatan tinggi yang sangat nyaman-- untuk keluar dari Macau.
Dengan tiket cuma-cuma itu pula, sore itu kami 'pulang' ke tujuan semula, yakni Hong Kong. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H