Hitoshi Shimizu mendirikan beberapa perkumpulan rahasia yang di antaranya adalah; (1) Ular Hitam, berisi orang-orang Indo-Belanda bermarkas di Bogor; (2) Chin Pan, perkumpulan yang menampung orang-orang Tionghoa; (3) Kipas Hitam, yang dibentuk untuk mempersiapkan orang-orang Indonesia melakukan perang kemerdekaan di bawah bimbingan Jepang. Saat Shimizu ditangkap Belanda, Kipas Hitam lalu bersekongkol dengan sekutu untuk menghadang para pejuang kemerdekaan.
Tentu saja, ada beberapa kelemahan dalam film ini. Mulai dari pakaian Musa, Yumna dan Danu yang serupa pakaian remaja dalam komik Jepang. Beberapa gerakan juga agak kaku pada beberapa bagian, perpindahan adegan kadang kala kurang halus, serta adanya karakter yang kurang matang. Misalnya karakter Danu, yang suaranya diisi oleh Reza Rahadian. Rasanya aneh saja saat membayangkan sosok ini tiba-tiba saja berubah cepat, dari pengkhianat republik menjadi seorang pejuang. Proses transformasi itu menyisakan keanehan.
[caption caption="adegan dalam film (foto; battleofsurabaya.com)"]
Terlepas dari semua itu, saya cukup menikmati film animasi yang menghibur. Saya menyukai sosok Yumna yang periang, mandiri, selalu menghibur orang lain, namun ternyata punya sisi kelam yang dirahasiakan. Adegan tewasnya Yumna menjadi adegan yang paling membekas di benak saya. Saya berharap film seperti ini terus diperbanyak. Sungguh menyenangkan bisa belajar sejarah dengan cara seperti ini. Sejarah tidak menjadi kaku sebab identik dengan nama orang dan tahun peristiwa. Tapi sejarah menjadi kisah yang berdenyut dan terasa maknanya bagi kehidupan hari ini
Pesan indah digambarkan pada adegan terakhir. Saat itu, Musa telah berusia lanjut dan diajak cucunya keluar rumah untuk menyaksikan reog di Jembatan Merah, Surabaya. Sayup-sayup ia menyaksikan sosok-sosok seperti Yumna, Danu, serta muncul Soekarno dan Hatta. Ia juga seolah menyaksikan Yoshimura dan istrinya yang berbaju kimono, lalu tentara Inggris John Wright bersama anak istrinya, serta mereka yang tewas di peperangan itu. Andaikan tak ada perang, epos cinta akan hadir di mana-mana.
Pesannya sungguh indah. Bahwa tak ada pemenang dalam setiap perang. Yang ada hanyalah kegetiran yang dirasakan banyak pihak. Mereka yang hidup justru menanggung getir dan mengais-ngais sejumput bahagia di tengah tumpukan korban. Ini sesuai pesan dalam film, “There’s no glory in war!”
Bogor, 20 Agustus 2015
BACA JUGA: