Mohon tunggu...
Yusran Darmawan
Yusran Darmawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tinggal di Pulau Buton. Belajar di Unhas, UI, dan Ohio University. Blog: www.timur-angin.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menyerap Hikmah, Memulung Makna

9 April 2015   09:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:20 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum menjadi seorang ayah, hal-hal ini sukar untuk saya pahami. Saya pun pernah didera sikap egois yang seolah tak mau tahu sejauh mana cinta orangtua pada anaknya. Setelah menikah dan punya anak, saya melihat kehidupan dengan cara berbeda. Saya merinding saat membayangkan bahwa sampai kapanpun saya tak pernah bisa membalas setiap tetes kebaikan yang diberikan oleh kedua orangtua. Saya merasakan betapa indahnya cinta mereka di setiap jejak-jejak perjalanan saya.

[caption id="attachment_408848" align="aligncenter" width="600" caption="novel yang menginspirasi film (foto: jaumilaaurora.wordpress.com)"]

1428547916770621748
1428547916770621748
[/caption]

Film, yang diangkat dari novel karya Oka Aurora ini, membuat nurani saya bergetar pada banyak adegan. Misalnya, si anak muda itu membagikan pendapatannya sebanyak 50 persen untuk ibunya. Saya lalu bertanya dalam diri, apakah pernah saya membagikan honor pekerjaan riset yang saya terima dalam jumlah sebanyak itu kepada ibu?

Anak muda itu juga selalu menunggu restu ibu dan ayahnya saat hendak melakukan pekerjaan apapun. Kembali, saya bertanya dalam diri apakah saya setiap saat bertanya pada ibu tentang semua yang saya lakukan? Jangan-jangan ada setan egoisme yang memenuhi hati saya untuk selalu merasa benar atas apa yang sedang saya lakukan, tanpa meminta pertimbangan pada ibu di kampung halaman. Mengapa pula saya harus bersekolah tinggi jika pada akhirnya membuat saya begitu sombong pada orangtua?

Adegan terbaik di mata saya adalah saat sang anak muda itu berada di Jakarta, lalu memutuskan untuk pulang ke kampung halaman demi menciumi kaki ibunya yang sedang sakit. Betapa tak mudahnya mengambil keputusan ini, di tengah impian untuk merenda karier hebat di Jakarta sana. Tapi anak muda melakukannya dengan penuh harapan bahwa niat baik untuk menjagai orangtua jauh lebih penting dari apapun, serta keyakinan kuat bahwa Tuhan tak akan pernah menutup mata atas semua ketulusan dan keikhlasan. Selalu ada jalan terang di situ.

Film ini ibarat telaga yang sejenak membasuh semua keangkuhan yang mengering di hati saya. Selama beberapa hari, pesan-pesan film ini terus terngiang dalam benak saya. Ada demikian banyak hal-hal hebat dan menyentuh di sekitar kita yang seringkali terabaikan akibat kesibukan dan hasrat menggapai zona nyaman. Bahwa di balik banyak tindakan orang-orang di sekitar kita, ada banyak hikmah dan inspirasi yang seharusnya bisa membuat kita lebih terang melihat kehidupan.

Film ini juga membuat saya sangat optimis dalam menjalani hari-hari. Saya tak akan khawatir atas apapun, termasuk kehilangan pekerjaan sekalipun. Saya tak pernah takut untuk melakukan banyak hal-hal baru, selagi cinta kasih orangtua selalu menjadi cahaya lilin yang memandu saya di tengah pekatnya kegelapan. Di situ ada harapan, di situ ada keikhlasan yang ditipkan dalam setiap gerak, di situ ada keyakinan bahwa semua niat baik akan selalu mendatangkan hasil yang baik pula.

Bogor, 9 April 2015

BACA JUGA:

Inspirasi Athirah, Ibunda Jusuf Kalla

Pelajaran Kasih dari Australia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun