Mohon tunggu...
Yusran Darmawan
Yusran Darmawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tinggal di Pulau Buton. Belajar di Unhas, UI, dan Ohio University. Blog: www.timur-angin.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jalan Sunyi Gede Pasek

11 Januari 2014   11:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:56 4839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia politik kita memang dipenuhi para sengkuni. Ada banyak para pemain politik yang berkeliaran dan setiap saat bisa berganti muka. Mereka memenuhi panggung politik demi mengatasnamakan rakyat serta nilai-nilai keluhuran. Demi nilai keluhuran itu, segala tipu daya dan saling jegal menjadi sesuatu yang dianggap sah dalam dunia politik. Di tangan orang-orang seperti Pasek, politik menjadi satu arena untuk menegaskan nilai, meskipun posisi itu kelak akan tak nyaman bagi pemegang kuasa. Tapi demi nilai-niai itu, seseorang mesti menjadi martir untuk menunjukkan pada banyak orang bahwa ada sesuatu yang salah di situ.

Pasek, lelaki yang menuliskan ajaran leluhur Bali dalam buku 108 Tips Niskala nampaknya meyakini bahwa setiap pilihan politik adalah gerak material dari refleksi serta kontemplasi. Boleh jadi, pilihan itu adalah manifestasi dari jalan spiritual yang dipilihnya. Seorang penganut jalan spiritual selalu ingin memanifestasikan semua ajaran yang diyakininya pada jalan yang akan dipilihnya, sepahit apapun itu. Ia melihat matahari yang memandu gerak langkahnya, kemudian menanggung segala konsekuensi pahit atas apa yang dilihatnya.

Dalam khasanah filosofis, niskala adalah sesuatu yang abstrak, maya, dan tak berwujud, namun sejatinya menempati satu wujud. Sebuah meja nampak diam, namun jika ditelusuri pada level niskala, di dalam meja tersebut terdapat banyak elektron yang sedang bergerak. Di dalam meja itu ada banyak gerak, yang hanya bisa disaksikan oleh mereka yang menajamkan seluruh indera.

[caption id="attachment_315142" align="aligncenter" width="576" caption="setiap orang hendak menggapai keseimbangan hidup (foto: merdeka.com)"]

13894144681460146528
13894144681460146528
[/caption]

Kehidupan, sebagaimana diyakini Pasek dalam bukunya adalah keseimbangan melakoni peran antara jasmani-rohani dan sekala-niskala. Manusia yang paripurna adalah manusia yang memahami hakekat kehidupan, dan selalu menggapai titik harmonis bersama alam semesta. Letusan gunung tak selalu jadi pertanda buruk, melainkan momen bagi alam untuk mengembalikan kesuburan tanah.  Bencana alam tak selalu jadi bencana, seringkali membawa berkah bagi manusia untuk dihayati dan direnungi. Mungkinkah Pasek meyakini bahwa jalan yang dipiihnya bersama Anas akan nampak kacau, salah, serta berpotensi untuk dihujat, namun selalu ada pesan-pesan bijak yang hendak disampaikannya? Entahlah.

Serupa permainan catur, pengadilan bagi Anas akan menjadi arena untuk menguji sejauh mana keyakinan Pasek akan jalan yang dipiihnya. Namun terlepas dari benar atau salah, sosok tenang itu telah menunjukkan makna persahabatan yang tak akan pernah tergadaikan oleh apapun. Ketika sahabatnya di bibir jurang, ia memilih untuk bersetia bersamanya, dan tidak hendak menjadi sosok oportunis. Beberapa kali ia mengatakan, "Saya tak ingin mengorbankan persahabatan saya demi untuk materi dan posisi."

Pria asal Pulau Dewata itu bukanlah seorang ronin yang kerap ikut arus ke manapun. Ia adalah samurai yang setia dengan segala tekad dan janji persahabatan. Ia menemani sang sahabat sekaligus menunjukkan konsistensinya untuk menghargai setiap kata yang pernah diucapkannya.

Seorang teman di gedung KPK menuturkan, ketika Pasek dan Anas jalan bersisian di gedung itu, Pasek sempat membisikkan sesuatu. Sesaat sebelum Anas masuk ke ruang pemeriksaan, Pasek berbisik, "Hari ini mungkin kita akan kalah. Tapi kita telah membuka mata orang tentang sesuatu yang sedang terjadi. Kita tak benar-benar kalah."

BACA JUGA:

Jejak Makassar di Thailand

Hantu-Hantu Laut di Wakatobi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun