Mohon tunggu...
Yusran Darmawan
Yusran Darmawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tinggal di Pulau Buton. Belajar di Unhas, UI, dan Ohio University. Blog: www.timur-angin.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jejak Makassar di Thailand

5 Januari 2014   09:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08 1832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa itu, orang Makassar dipimpin oleh Daeng Mangalle yang tiba pada 1664 sebagai pelarian bersama 250 pengikut. Raja Phra Narai menampung Daeng Mangalle, seperti umumnya para bangsawan asal Bugis-Makassar, mereka membuktikan kepiawaian sebagai prajurit profesional di Asia Tenggara. Kala itu banyak prajurit Bugis-Makassar bertugas di kerajaan ataupun kongsi dagang barat, termasuk Serikat Dagang Hindia Timur Belanda (VOC).

Sayang, Daeng Mangalle terlibat konflik dengan Konstantin Hierarchy (ada yang menyebut sebagai Konstantin Fhaulkon), seorang warga Yunani, mantan pegawai Serikat Dagang Hindia Timur Inggris (EIC) yang menjadi penasihat Raja Phra Narai. Terjadilah pemberontakan Makassar pada akhir 1686 antara koalisi Daeng Mangalle, pangeran lokal, pemukim Champa, Melayu, dan Persia melawan pasukan Kerajaan Siam yang dibantu serdadu Eropa.

Para pemberontak itu khawatir akan diperbudak oleh raja yang merasa semakin kuat dengan datangnya pasukan baru. Pada masa itu, perbudakan menjadi sesuatu yang dilegalkan. Ketika menjadi budak, maka seseorang akan kehilangan kebebasan dan kehormatannya. Raja Phra Narai mengetahui persekongkolan itu. Ia lalu meminta Daeng Mangalle agar meminta maaf. Namun permintaan itu ditolak Daeng Mangalle.

Raja lalu memerintahkan Claude de Corbin untuk mengepung orang Makassar. Pertempuran pertama dimulai ketika 40 orang Makassar menghadapi ratusan serdadu Perancis dan Portugis. Corbin mencatat bahwa orang Makassar tak mau kalah. Mereka menyerang dan mengejar pasukan Perancis dan Portugis yang saat itu juga hendak  membantai perempuan dan anak-anak. Orang Makassar bertarung dengan keberanian tiada tara. Enam orang Makassar menyerang pagoda dan membunuh beberapa prajurit serta biarawan di sana. Sebanyak 366 orang prajurit Perancis ditewaskan oleh enam orang Makassar.

[caption id="attachment_313745" align="aligncenter" width="576" caption="plang yang bertuliskan kampung Makassan di Bangkok (foto: nationalgeographic.co.id)"]

13888866181360463563
13888866181360463563
[/caption] [caption id="attachment_313746" align="aligncenter" width="576" caption="seorang biksu melintas di Phuket"]
13888866781692821768
13888866781692821768
[/caption] [caption id="attachment_313747" align="aligncenter" width="576" caption="orang Perancis dan orang Makassar pada sampul buku yang ditulis Bernard Dorleans"]
1388886754328610997
1388886754328610997
[/caption]

Masih dalam catatan Corbin, pada tanggal 23 September 1686, Raja Siam memerintahkan serangan besar ke perkampungan orang Makassar. Mereka hendak membumihanguskan kampung dan membunuh mereka. Warga Makassar menghadapinya dengan semangat siri, keyakinan untuk membela kehormatan sampai titik darah penghabisan. Pasukan Makassar akhirnya takluk. Daeng Mangalle sendiri terluka lalu tewas akibat lima tusukan tombak, setelah membunuh seorang menteri kerajaan, serta beberapa orang Inggris.

Penduduk Siam sangat mengagumi keberanian orang Makassar yang menghadapi ribuan tentara. Dengan hanya 250 orang, orang Makassar telah menewaskan tentara sebanyak 1000 orang Siam dan 17 warga asing. Orang-orang Siam mencatat peristiwa itu sebagai peristiwa heroik yang pernah mereka saksikan. Daeng Mangalle dikenang sebagai orang hebat yang bertarung untuk membela kehormatan. Warga Siam lalu mengabadikan Makassar sebagai nama salah satu distrik di Bangkok, kawasan yang dahulu bernama Krung Thep.

Antropolog Perancis Christian Pelras dalam majalah Archipel pada tahun 1997, menuturkan kisah lain seusai pembantaian orag Makassar. Katanya, dua bangsawan muda Makassar yang tersisa di Siam lalu dibawa ke Perancis pada masa pemerintahan Louis XIV.  Dua orang itu lalu menjadi anggota legiun pasukan Perancis. Mereka menjadi prajurit hebat. Seorang diantaranya menjadi pasukan angkatan laut Perancis yang diberi gelar Louis Dauphin Makassar. Ketika tewas, Raja Louis XIV memerintahkan agar ia dimakamkan di tempat terhormat dalam Gereja Saint-Louis de Brest, barat laut Prancis. (kisahnya akan saya tulis pada artikel lain).

***

Usai membaca kisah sejarah itu, aku kembali bertemu Mr Ming, tour guide di Phuket. Ia masih saja mengagumi peristiwa masa silam itu. Hanya saja, saat itu aku lebih banyak diam. Aku baru saja membaca berita tentang tawuran serta penikaman seorang mahasiswa. Ah, setiap zaman memang punya dinamika masing-masing. Dahulu Daeng Mangalle bertarung untuk sesuatu yang prinsipil yakni kebebasan. Kini, anak-anak muda Makassar berkelahi demi gelar jagoan serta rasa bangga karena sukses membakar kampus sendiri.

BACA JUGA:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun