Mohon tunggu...
Yusran Darmawan
Yusran Darmawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tinggal di Pulau Buton. Belajar di Unhas, UI, dan Ohio University. Blog: www.timur-angin.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Nujuman Jusuf Kalla di Arena Pilpres

16 April 2014   17:32 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:36 2660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jusuf Kalla (foto: new.uai.ac.id)

DARI sekian banyak politisi tanah air yang bertarung di kancah kepresidenan, Jusuf Kalla adalah satu dari sedikit politisi yang paling pandai membaca peta politik lalu menempatkan dirinya pada posisi paling strategis. Di ajang pemilihan umum (pemilu) kali ini, ia telah didekati beberapa calon presiden (capres). Ke manakah gerangan ia berlabuh? Inilah kisah terbaru tentang beliau.

HARI itu, di akhir tahun 2003, aku ikut dalam obrolan di satu ruangan kecil di sebuah showroom mobil di Makassar. Bersama beberapa sahabat jurnalis dan politisi, kami sama-sama bercerita tentang pemilihan umum (pemilu) yang akan berlangsung setahun berikutnya. Diskusi kami ngalor-ngidul dan tak jelas arahnya. Kami sama-sama tak bisa menebak seperti apa pemilu mendatang, serta siapa yang akan memenangkan kursi presiden.

Di tengah kebuntuan diskusi, pintu ruangan itu tiba-tiba berderit. Masuklah beberapa orang yang kemudian ikut bergabung dengan kami. Seorang di antaranya adalah Jusuf Kalla, mantan Menko Kesra. Ia didampingi Aksa Mahmud, pemilik grup Bosowa, yang saat itu menjadi bos dari perusahaan media tempatku bekerja. Kami memang sengaja menunggu Pak JK untuk diskusi dengan tema-tema politik. Di tengah kesibukannya, ia mau saja datang demi berbagi ilmu.

Obrolan dikemas dalam suasana santai dan penuh canda. Pak JK mengambil spidol dan mencoret-coret di papan. Pemilu masih setahun. Tapi ia sudah tahu partai apa yang akan memenangkan pemilu.. Saat itu, ia adalah peserta konvensi Partai Golkar untuk memilih calon presiden. Namun, ia sudah yakin kalau dia tak akan terpilih.

Sebagaimana lazimnya pertandingan, sebuah prediksi hanyalah penghampiran dan jelas bukanlah kemutlakan sebab politik Indonesia laksana pertandingan yang sukar dibaca hasil akhirnya. Saat itu, aku tetap mencatat semua nujuman JK tersebut. Ia menebak lima besar hasil pemilu serta peluangnya sendiri ketika berpasangan dengan seorang calon presiden. Dengan nada bergurau, ia menantang semua yang menghadiri diskusi itu dengan kalimat, "Lihat setahun lagi. Apakah tebakan ini tepat ataukah tidak."

Usai pemilu di tahun 2004, aku tersentak sebab tebakan tersebut tak meleset sama sekali. Bahkan, usai pemilihan presiden, lagi-lagi langkahnya tepat dan sesuai dengan prediksinya sendiri setahun sebelumnya.

Sebagaimana dikatakan banyak pengamat, JK adalah politisi yang unik sebab bisa mengkalkulasi sebuah peta politik yang berlangsung. Pengalamannya sebagai saudagar, telah menempanya dengan baik sehingga prediksi dan analisisnya punya presisi (ketepatan) yang tinggi ketimbang para pengamat politik yang kadang terlampau akademis dan mendewakan beragam survei. Kalkulasinya terukur dan langsung bisa menebak fenomena keakanan hanya dengan mengamati sekeping realitas kekinian.

Makanya, menafsir langkah JK laksana menafsir sebuah pertandingan yang dinamis dengan hasil yang sukar ditebak. Sebagaimana dicatat antropolog Christian Pelras, sosok JK adalah prasasti hidup dari dinamika manusia Bugis yang unik dan melanglangbuana ke beragam penjuru. Ia bukanlah tipe pemain politik yang diam, efisien, dan taat asas dalam dinamika politik. Ia lincah dan menerabas sana-sini, suatu kemampuan yang tak terlalu disenangi mereka yang mendambakan politik sebagai mesin yang berjalan rapi dan teratur dengan pola tertentu.

Sayang, duetnya dengan SBY tidak berlanjut. Meskipun akhirnya maju dalam pemilihan presiden di tahun 2009, ia sudah tahu kalau kansnya sangat kecil. Hitung-hitungannya kembali memang tidak keliru. Tetapi ia ingin menjaga sesuatu yang lebih besar, mulai dari soliditas partainya hingga marwah atau wibawa partainya.

Seorang sahabat di lingkaran Pak JK menuturkan kalau yang tak menginginkan Pak JK adalah Ibu Ani. Kubu Pak SBY mengkhawatirkan popularitas Pak JK yang akan terus meroket. Selain itu, kubu Pak SBY justru mempersiapkan Ibu Ani untuk memenangkan pemilu di tahun 2014. Jika Ibu Ani tak diterima publik, maka akan ada anggota keluarga lain yang akan bisa memantik simpati publik. Ternyata, hitung-hitungan kubu SBY tak satupun yang sesuai prediksi. Malah, setelah turun dari kursi kepresidenan, SBY terancam akan terjerat oleh banyak kasus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun