Pengalaman bertemu banyak orang di daerah-daerah telah menjernihkan pandangan saya untuk mengapresiasi berbagai keragaman pengetahuan. Saya berguru pada banyak orang, mulai dari lelaki pemetik senar sasando di Pulau Rote, seorang nakhoda phinisi di Kepulauan Spermode, hingga memahami langit pada seorang penafsir bintang yang menjadi panduan bagi petani di dataran tinggi Mamasa, Sulawesi Barat. Mereka adalah guru-guru kehidupan yang menolak dipanggil guru. Pada mereka, ada keikhlasan serta ketulusan yang serupa kristal bening, dan amat langka di tengah langkanya manusia-manusia besar di sekeliling kita. Mereka adalah mutiara bagi tanah air Indonesia.
Kini, bersama keluarga, saya berumah di Bogor, sebuah kota yang terletak di pegunungan. Tempat ini sungguh beda dengan pesisir Pulau Buton yang berpasir putih dan dikelilingi laut biru. Akan tetapi saya menemukan sisi-sisi Bogor yang juga indah, yakni pegunungan hijau yang menghampar serta berbagai buah-buahan yang murah dan mudah ditemukan di mana-mana.
Dari sisi materi, saya tak punya apa-apa. Saya hanya orang biasa yang ke mana-mana mengandalkan angkot. Tapi saya menjalani hari dengan amat bahagia. Saya punya banyak pengalaman yang bisa dibagikan, punya banyak sahabat-sahabat yang setia berbagi pengetahuan di ranah maya, serta memiliki keluarga yang melimpahi saya dengan kasih sayang. Itulah semesta yang selalu membuat saya tersenyum.
Bogor, 21 Oktober 2014
BACA JUGA:
Kisah Pemenang, Kisah Perawat Kehidupan
Kiat Gratis Keliling Tanah Air
Rahasia di Balik Tulisan Juara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H