Mohon tunggu...
Yusran Darmawan
Yusran Darmawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tinggal di Pulau Buton. Belajar di Unhas, UI, dan Ohio University. Blog: www.timur-angin.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pahlawan Belia di Kota Manado

12 November 2014   16:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:59 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TAK hanya Linda, saya juga bertemu perempuan muda bernama Jeszy Patiri. Ia bekerja di Pulau Supiori, yang terletak di Kabupaten Bepondi, Papua Barat. Pulau ini bisa dijangkau dari Biak, melalui perahu kecil. Jeszy nampak sama tangguhnya dengan Linda. Jeszy adalah penduduk asli Toraja yang terletak di pegunungan Sulawesi Selatan. Meskipun tak pernah menginjakkan kaki di Papua, ia justru berani memilih tinggal di pulau terluar Papua Barat pada gugusan pulau yang berbatasan langsung dengan lautan Pasifik.

Ketika pertama melihat ombak bergulung-gulung, Jeszy sempat khawatir. Anehnya, kapal nelayan yang ditumpanginya saat pertama ke pulau itu justru melaju tenang hingga mengapai pulau. Nakhoda lalu menjelaskan bahwa para nelayan tradsional di pulau itu punya kemampuan yang disebutnya 'hitung ombak'. Mereka bisa melihat celah-celah yang serupa pintu di tengah ombak ganas. "Makanya, biar ombak tinggi kayak rumah, kapal akan tetap bisa melaju kalau bisa hitung ombak," kata nelayan itu sebagaimana ditirukan Jeszy.

Papua memang negeri yang asing bagi pemudi ini. Namun kedatangannya di Pulau Supiori, justru mendapat sambutan bak seorang tamu agung. Penduduk pulau menyediakan rumah untuk ditinggali. Ia tak perlu membayar. Penduduk juga membantu menyediakan kebutuhan sehari-hari. Di pulau itu, ia menjalani hari-hari yang penuh tantangan. Ia mesti terbiasa hidup tanpa sinyal handphone, tanpa listrik, tanpa televisi, dan tentu saja, tanpa pernah menonton sinetron. Ia juga mesti memasak sendiri apa-apa yang hendak di makannya.

Namun ia justru menikmati hari-harinya. Ia sangat bahagia saat berperahu dan di sekelilingnya aa banyak lumba-lumba yang mengikutinya. "Kata penduduk, lumba-lumba ini adalah saudara. Mereka menjagai kita dari bahaya saat berada di laut," katanya dengan penuh keceriaan.

Mulanya, Jeszy tinggal di situ sebagai fasilitator yang memetakan kebutuhan masyarakat. Namun pada praktiknya, ia juga menjadi pengajar pada satu-satuya sekolah dasar yang ada di situ. "Saya mengajari anak-anak tentang pentingnya menjaga terumbu karang sebagai habitat ikan hias. Saya lebih banyak mengajar dengan gambar-gambar. Anak-anak suka lihat gambar. Mereka tahu semua jenis ikan," katanya di Manado. Tema yang diajarkannya memang kontekstual.

1415619265282964425
1415619265282964425
Linda dan Jeszy saat ditemui di Manado

Selama beberapa tahun terakhir, banyak nelayan Pulau Supiondi yang membius ikan hias lalu menjualnya ke Bali. Jeszy paham bahwa problemnya adalah kemiskinan serta tiadanya alternatif penghasilan bagi nelayan. Makanya, ia berpikir bahwa pengadaan sarana dan prasarana bagi nelayan adalah sesuatu yang tak bisa ditawar lagi.

Saat tinggal di pulau itu, ia juga tahu kalau para nelayan kerap bertemu dengan nelayan asing. Mereka saling barter kebutuhan pokok. Nelayan Papua memiliki sagu dan minyak kelapa yang kemudian dibarter dengan beras dari para nelayan asing itu. Kerja sama mereka telah berjalan selama bertahun-tahun, seiring dengan kian lemahnya pengawasan atas laut Indonesia.

***

LINDA dan Jeszy hanyalah dua dari puluhan orang fasilitator yang bekerja di pulau-pulau terluar kita. Mereka tinggal dan berbaur dengan warga, mendengarkan dan mencatat semua keluh kesah dan pengalaman warga, mencatat sejauh mana pengaruh bantuan yang diberikan pemerintah, lalu menyiapkan pra-kondisi bantuan fasilitas kepada masyarakat.

Dari 17.504 pulau yang ada di Indonesia, terdapat 17.470 pulau-pulau kecil. Dari jumlah itu, terdapat 92 pulau-pulau terluar, yang berbatasan dengan negara lain, yang membutuhkan perhatian semua pihak. Pulau-pulau ini seharusnya dibangun dan dikuatkan sebab menjadi halaman republik kita. Pulau-pulau ini harusnya diposisikan sebagai pulau terdepan yang menjadi etalase dan wajah tanah air kita. Jika pulau itu terabaikan, maka di masa depan, boleh jadi pulau itu akan dicaplok negara lain. Kita punya pengalaman pahit saat harus melepas Pulau Sipadan-Ligitan karena tak pernah peduli pada pulau itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun