Kami berziarah ke makam Syaikh Ja'far Siddik begitu nama yang tertera di pintuk masuk makam, tidak ada warga yang dapat menceritakan siapa sesungguhnya yang bersemanyam di makam yang terlihat sangat sederhana.
Kami hanya manedapatkan informasi bahwa tidak akan menemukan hewan Babi dan Anjing. "Babi dan dan Anjing tidak dapat hidup di Pulai Nangka, mungkin itu koramah dari Syaikh" tutur Hasan Rais ketua Mesjid Al Mujahidin, satu-satunya Mesjid yang ada di pualau itu. Tanah Nangka adalah pulau suci yang dulunya pernah dihuni oleh para alim ulama, kata Kadus Pulau Nangka, Sukarni yang didampingi kadus lama Alvira ketika beliau berkunjung ke kemah kami.
Sejarah bajak laut atau perompak laut, di masyarakat Bangka lebih sering menyebut Lanon, menjadi alasan historis mengapa di Pulau Nangka ada sebuah makam tua yang digelar dengan Syaikh. Â
Ternyata beliau adalah Datuk Jafar Sidiq pendekar dan jawara silat asal Kota Waringin yang di daulat untuk menjaga penduduk Tanjung Tedung dan Pulau Nangka yang sering menjadi sasaran para lanon. Datuk Jafar Sidik dalam menjalankan tugasnya menyamar menjadi petani cengkeh, menanam Sagang/lada dan berburu iakan menggunakan bubu.
Kurun waktu 1856-1916 Masyarakat Bangka atas perintah Raden Muhammad Akil salah seorang anak dari Sultan Muhammad Ali, untuk mendirikan Benteng pertahanan di Tanjung Tedung dan Pulau Nangka, sebagai strategi perang melawan Lanon.Â
Raden Muhamad Akil, ketika peperangan dengan Lanon di Laut Mentok menderita luka-luka dan diselamatkan oleh pedagang Arab yang kebutulan sedang lewat jalur selat Bangka.Â
Beliau diobati dan dibawa ke Arab untuk belajar agama sekaligus menunaikan ibdah haji. Ketika Raden Muhamad Akil pulang ke Bangka, diamahkan oleh pedagag Arab untuk mempersiapkan Benteng pertahanan di Pulau Bangka.
Setelah sampai di Bangka beliau menetap di Kota Waringin dengan tetap mengkobarkan semangat menantang Belanda dengan mengajak para jawara bela diri yang masih ada di Bangka yaitu datuk Waringin, datuk Jakfar Sidiq.Â
Datuk terang, datuk Paga, dan datuk berembun dan beberapa murid dari mereka untuk menyusun strategi mempertahankan wilayah Bangka dari perompak atau penjajah Belanda.Â
Para datuk itu adalah pejuang yang sudah berpengalaman dan terlatih di medan pertempuran darat maupun air sejak perang melawan Belanda yang di pimpin oleh Fatih Krio Panting yaitu Sultan Muhammad Ali atau di kenal dengan julukan Batin Tikal. Bekal ilmu bela diri silat, para datuk tersebut memiliki gerakan seperti bayangan dan kemampuan tenaga tubuh mereka seperti baja.