Sahabat saya, yang saya rahasiakan namanya, mendapat julukan baru. Si Bodoh. Awalnya dalam sebuah acara talkshow televisi, dia memamerkan kepandaiannya berhitung matematikan. Tapi lawan bicaranya kemudian menyimpulkan; "Kalau begitu, kamu layak dapat gelar... Si Bodoh!" Sebutan itu kemudian viral di media sosial.
Saya sebagai sahabat, tentu saja merasa sakit hati. Apalagi melihat keluguan dia, yang plunga-plongo tidak mengerti apa yang terjadi.
Sahabat saya itu orang pintar. Sejak sebelum sekolah sudah hobi mengutak-atik angka. Masuk TK pernah menulis di bor sekolah, sampai penuh, angka 1 sampai 1000. Di SD pelajaran matematik selalu mendapat nilai sempurna. Lulus dari perguruan tinggi ternama jurusan matematika, keahliannya ditaksir perusahaan-perusahaan luar negeri.
Dalam acara talkshow televisi itu dia dites kepandaiannya berhitung. "Bila gaji Rp 60 juta sebulan, setahun berarti Rp 720 juta rupiah, lima tahun Rp 3.6 miliar rupiah. Itu artinya, jabatan ini tidak produktif. Ya, karena tekor dong. Biaya untuk mendapat jabatan ini kan rata-rata 5-6 miliar rupiah," katanya.
"Kalau begitu, kamu layak dapat gelar... Si Bodoh!" kata lawan bicaranya. "Tidak semua hal bisa dihitung dengan matematika! Semakin banyak orang yang ingin mendapatkan jabatan itu. Dan mereka yang sudah duduk, kekayaannya menjadi sulit dihitung. Puluhan miliar sampai ratusan miliar... yang dilaporkan."
Saya sedih. Entah sedih untuk apa.
11-10-2019
foto: ted.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H