I.
Dulu.. Seandainya semua dapat ku tahan,
Sebelum waktu mempertemukan dua asa yang berbeda
Namun ternyata salah, waktu membiarkannya berjalan tanpa arah
Hingga ia harus terbentur pada satu kenyataan
Jika memang harus beranjak pergi secepat ini
Maka biarkan asa yang ada padaku yang menyingkir enyah dari semua ini.
II.
Warna....
Ya, aku masih ingat dengan beberapa warna yang sempat kumiliki
Kala rasa itu bertengger dengan indah pada relung jiwa yang kini rapuh
Namun, warna itu hanya sesaat.
Dan kini hanya kelam, aku hanya berdiam menanti gelap dalam hening bisu nuraniku, walau ada sisi lain yang memekik untuk terus memberontak pada keadaan yang tak memihaknya.
Sudah... Kuakhiri sudah, cukupkan warna itu berhenti pada satu warna ini.
Gelap, biarkan aku yang terus berada dalam diam kehampaan ini. Terselubung pada kesakitan.
III.
Embun, Senja...
Dua nuansa pada waktu yang berbeda.
Namun selalu bisa menghadirkan asaku pada kabut embun dan langit senja
Menggantung harapku di antara barisan mimpi-mimpi yang tak tereja oleh kata,
Yang tak terurai oleh retorika indah..
Atau melalui paparan yang logis. Ha, andai rasa ini bisa ia rasakan.
IV.
Aku berharap pada angin, lirih menerpa wajah yang nanar akan kerinduan..
Kapan ia akan membawa serta ragaku kepadanya
Yang sebelumnya tak pernah terjamah..
Kapan jua waktu mengizinkanku merengkuh bayang
Yang selama ini semu pada nyata dzahirku
V.
Ada rasa rindu yang menelusup pada tiap-tiap sudut hatiku
Pelan.. Menebar rasa yang selama ini coba kukubur,
Pada dinding hati kemunafikan yang rapuh karena cinta.
Cinta yang pernah membawa rasa ini jauh
Pada sosok yang belum pernah kutatap dengan mata senduku..
Yang merinduinya...
Hanya dengan keberanian yang terlindung oleh jarak..
Teruntuk : Nesya_ ( 02-06-2012 )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H