“Mas, mas...” Ibu berlari mengejar angkot berwarna coklat dengan tulisan Lyn V di depan bodi motornya.
“Ayo Cahya, cepat berdiri. Gandeng kedua tangan adikmu. Ayahmu sudah datang!” Aku langsung sigap mendengar perintah Ibu. Dengan setengah berlari aku mengejarnya. Hampir saja aku terjatuh. Untunglah aku memegang tangan Ibu. Akhirnya, kami bertiga berhasil naik ke dalam angkot. Aku tak tahu apa yang terjadi di antara keduanya. Yang kutahu Ibu sangat marah malam itu, berteriak-teriak memukul kaca pembatas antara tempat supir dan penumpang. Laju angkot semakin kencang, aku terus memegangi kedua tubuh adikku.
Jantungku terus berdegup kencang, berusaha menahan keseimbangan agar tidak jatuh. kulantunkan doa-doa memohon keselamatan. Rasa takutku semakin besar. Khawatir terjadi sesuatu dengan kami.
“Bug...” Akhirnya aku terjatuh dari kursi. Lenganku terasa sakit. Angkot yang dikendarai Ayah, tiba-tiba berhenti mendadak.
“TURUN SEMUA, TURUN...” Aku kaget saat mendengar Ayah berkata kasar. Hatiku sakit. Kami jarang bertemu, tapi ia tak pernah merindukanku. Ibu masih berdebat dengan Ayah. Sementara aku dan kedua adikku turun dari angkot dengan perlahan. Banyak para pengendara jalan, penjual dan tukang becak yang melihat ke arahku. Aku malu.
Ibu terus menangis, sementara Ayah berlalu meninggalkan kami. Ia pergi bersama dengan seorang wanita yang sedari tadi menemaninya duduk di depan. Sejak itu, aku benci Ayah dan tak mau lagi mengenalnya.
*******
“Binar, ayo ke sini. Kumpul rame-rame!” teriakan Ulfa membuyarkan lamunanku.
“Kalau kelamaan sendirian, awas lho nanti kerasukan. Pohon beringin itu terkenal angker.” Ulfa selalu begitu, kegemarannya menonton film mistis membuatnya tergila-gila dengan sosok hantu. Dan sering berhalusinasi. Padahal aslinya penakut, tapi berlagak sok pemberani.
“Iya, aku akan ke sana.” Aku bergegas menuju kerumunan cewek muda yang sedang asyik bercengkerama di dekat taman bermain. Bersiap foto selfi, agar bisa diposting di sosial media masing-masing.
Saat mengambil posisi untuk berfoto, ada yang menarik perhatianku. Sosok laki-laki tua, memakai topi dengan pakaian lusuh lewat di depanku. Sekilas wajah itu tak asing bagiku, ia mirip dengan laki-laki yang kubenci. Yang selalu menorehkan luka di hati para wanita. Laki-laki yang kasar. Mengingatnya saja sudah membuatku sakit. Apa yang harus kulakukan. Pura-pura tak mengenalnya atau terpaksa menyapanya. Tapi siapa laki-laki itu?