"Sama seperti anak lainnya, anak dengan penyait langka juga membutuhkan pemenuhan nutrisi sesuai kebutuhan masing-masing untuk mencegah malnutrisi atau stunting. Walaupun memiliki penyakit langka, bukan berarti kondisi kognitif anak dapat dinomorduakan," jelas Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi Penyakit Metabolik itu.
Ia melanjutkan bahwa tidak sedikit anak dengan penyakit langka yang membutuhkan Pangan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang mencakup makanan, baik dalam bentuk cair atau padat. Akan tetapi, pemenuhan nutrisi anak dengan penyakit langka menjadi sebuah tantangan tersendiri karena tingginya biaya PKMK, hingga belum adanya dukungan memadai dari pemerintah. Padahal seharusnya pemerintah wajib mendukung kebutuhan anak dengan penyakit langka, apalagi saat ini sudah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 29 tahun 2019 tentang penanggulangan masalah gizi bagi anak akibat penyakit.
Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia Peni Utami menuturkan, peraturan tersebut sudah mengatur intervensi gizi spesifik. Namun, sampai saat ini belum ada petunjuk teknis untuk memastikan implementasi peraturan terkait.
"Di Indonesia para orang tua jungkir balik karena terkendala birokrasi. Jadi saya sangat berharap kepada pemerintah, tolong donk buatkan juknisnya sehingga bisa dipakai dananya," tegas Damayanti.
Di Kabinet Indonesia Maju Jilid II, Presiden Joko Widodo mengharapkan program kerja tidak hanya terkirim (sent) tetapi juga tersampaikan (delivered). Begitu pula dengan peraturan pemerintah, tidak cukup berhenti di regulasi tetapi harus ada implementasi. Tanpa implementasi yang terarah, kebijakan akan menjadi sia-sia. Diperlukan petunjuk teknis dan komitmen pemerintah daerah untuk membuat gebrakan kebijakan ini sebagai fondasi intervensi gizi anak-anak berisiko stunting, termasuk anak dengan penyakit langka.
"Kami memiliki harapan dan kepercayaan besar bahwa pemerintah dapat membantu meringankan biaya kebutuhan pengobatan anak kami, serta mendukung masa depan anak-anak kami," tutup Karina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H