Sampah identik dengan kotor, bau, menjinjikkan. Tapi tidak bagi warga Desa Kemudo dan Karanglo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Berkat bimbingan PT. Sarihusada Generasi Mahardhika (Sarihusada) dan PT. Tirta Investama (Aqua), sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan membawa keberkahan tersendiri bagi kedua warga desa tersebut.
Jarum jam menunjukkan pukul 7.00 WIB. Kesibukan pagi itu sudah terlihat di Bandara Adisutjipto, yang terletak di daerah Sleman, Kota Yogyakarta. Turun naik penumpang menjadi pemandangan tersendiri, manakala pesawat Batik Air yang saya tumpangi mendarat. Sekitar 10 meter dari tempat saya berdiri, pesawat Garuda Indonesia siap mengudara.
Ini kedua kalinya saya menginjakkan kaki di bandara yang dulunya dinamakan Maguwo. Meski sudah empat tahun lamanya, bandara ini masih tetap sama. Sebuah papan besar bertuliskan 'Sugeng Rawuh' di pintu kedatangan selalu menyambut kami para penumpang. 'Sugeng Rawuh' dalam bahasa Indonesia berati 'Selamat Datang' dan 'Welcome' dalam bahasa Inggris. Sebuah kata sederhana yang menandakan keramahan warga Yogyakarta.
Kalau dulu saya ke kota gudeg ini karena urusan pekerjaan, kali ini dalam rangka field trip Danone Blogger Academy (DBA) 2018. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama tiga hari. Dari Jum'at, 12 Oktober hingga Minggu, 14 Oktober 2018. Saya bersama 19 blogger terpilih, dibawa ke pabrik pembuatan susu Sarihusada dan air mineral Aqua oleh Danone dan Kompasiana. Tak hanya itu, kami juga diajak mengunjungi program CSR (Corporate Social Responsibility) kedua perusahaan tersebut. Salah satunya adalah program pengelolaan sampah.
Mebel Cantik dari Sisa Kayu Pabrik
Kami hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai di Sarihusada. Pabrik susu ternama seperti Bebelac, SGM, Nutribaby dan Lactamil itu tak jauh dari bandara dan dekat sekali dengan Candi Prambanan.
Pemandangan asri mengelilingi pabrik ini. Biasanya, Merapi tampak gagah dari pabrik jika tak terutup kabut seperti pagi itu. Tak jauh dari pabrik, ada sebuah desa. Mayoritas warganya adalah petani. Nama desa itu adalah Kemudo. Sejak 2016, desa ini menjadi salah satu desa binaan program CSR Sarihusada.
Saat ini ada 10 pengrajin mebel yang terlibat. Mereka belajar secara otodidak dari video Youtube. Hasil kerajinan mebel mereka unggah di media sosial. Ternyata sambutannya luar biasa, mereka sering mendapatkan pesanan dari kafe-kafe.
Mebel-mebel itu juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Â Harga untuk satu set meja dan kursi dengan ukuran kecil saja bisa berkisar Rp1.500.000. Omset yang diperoleh setiap bulannya bisa mencapai Rp2 Miliar. "Harganya enggak mahal kok, tapi kreatifitasnya yang mahal" ujar Hermawan.
Pupuk Cair Limbah Rumah Tangga
Di luar balai desa ada sekelompok ibu-ibu berdiri di depan meja. Di atas meja itu terdapat beberapa botol bekas yang berisi air putih seperti susu. Baunya sedikit menyengat. Rupanya itu adalah pupuk cair yang terbuat dari limbah rumah tangga.
Tentu kita menyepakati, kalau dapur menjadi penyuplai sampah setiap harinya. Tak hanya sampah organik sisa sayuran dan buah-buahan, tapi juga sampah anorganik seperti plastik bumbu racik, botol kecap, dan kotak santan kemas. Siapa sangka, sampah organik yang kerap menimbulkan bau busuk saat dibuang, ternyata bisa dimanfaatkan menjadi pupuk cair yang menyehatkan.
- Sediakan sampah organik seperti sisa sayuran dan buah;
- Cacah sampah dengan pisau;
- Masukkan sampah ke dalam air yang sudah dicampur dengan gula pasir;
- Fermentasi selama satu minggu;
- Setiap hari botol harus dibuka sedikit untuk mengurangi gas;
- Jadilah pupuk cair yang siap digunakan untuk menyiram tanaman.Â
Pupuk cair juga bisa dibuat dari bonggol pisang. Khusus bonggol menggunakan gula merah. Cara membuatnya sama saja, namun air yang digunakan adalah limbah cucian beras yang dicampur dengan air kelapa. Setelah itu dimasukkan ke dalam ember tertutup, fermentasi selama satu minggu.
"Pupuk cair ini sangat aman digunakan karena terbuat dari bahan-bahan organik," tutup Hastuti.
Produk Fashion dari Sampah Plastik
Keesokan paginya kami melanjutkan perjalanan menuju Klaten. "Kira-kira satu jam," begitu ujar kru Panorama Tours menjelaskan jarak tempuh yang harus kami lalui dari Kota Yogyakarta. "Silahkan untuk tidur," lanjutnya.
Bus saat itu melaju sedikit lambat. Jalanan macet, dengan bus-bus besar yang melintas di antara bus yang membawa kami. Perkiraan waktu sang kru ternyata meleset setengah jam. Kami tiba di pabrik Aqua pukul 8.30 WIB. Di sana kami diajak mengelilingi pabrik dan melihat proses pengemasan air mineral. Kami juga diberikan wawasan mengenai sumber mata air yang digunakan Aqua.Â
Seperti Sarihusada, Aqua juga peduli terhadap kesejahteraan warga sekitar dengan membuat berbagai program CSR, seperti pengelolaan sampah di Desa Karanglo, Kecamatan Polanharjo, Klaten.
Sriyono kemudian berinisiatif membersihkan irigasi dengan cara memungut sampah. Setelah mengumpulkan banyak sampah, Sriyono bingung mau dikemanakan sampah-sampah tersebut. Ia kemudian meminta pihak Aqua memberikan pelatihan pengelolaan sampah melalui kepala desa.
Mujur nasib Sriyono, permintaannya dikabulkan. Aqua memberikan pelatihan mengenai pengelolaan sampah dan terbentuklah Bank Sampah Rukun Santoso pada 16 Maret 2013.Â
Warga khususnya ibu-ibu diminta untuk mengumpulkan sampah rumah tangga. Sampah kemudian dipilah. Untuk sampah kaca dan logam dijual kepada pengepul. Namun untuk sampah plastik dan kardus dibuat menjadi kerajinan tangan. Adapun produk kerajinan tangan yang dihasilkan adalah bros, bunga, tas, baju, topi, dan lain-lain. Semua dibuat oleh para ibu-ibu yang tergabung dalam Bank Sampah Rukun Santoso.Â
Sementara itu kardus-kardus bekas yang masih bagus dijadikan wayang. Aqua pernah memamerkan produk kesenian tradisional itu di Perancis dan berhasil memikat UNESCO. "Produk wayang kami di-upload di website UNESCO," ungkap Sriyono dengan mata yang berbinar, bangga.
Harga sampah per kilonya Rp11.000. Warga merasa sangat terbantu karena bisa mendapatkan penghasilan. Mujiatun, salah satu anggota bank sampah mengaku dari sampah yang ia kumpulkan selama ini, bisa membiayai anak-anaknya sekolah. Setiap bulan Mujiatun mampu mengumpulkan sampah 8-10 kilo. Sampah-sampah itu ia potong-potong kecil terlebih dahulu sebelum dijual ke distro.Â
Sriyono menambahkan Bank Sampah setiap bulan bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp60 juta - Rp100 juta.Â
Warga Desa Kemudo dan Karanglo bisa membuktikan, sampah bisa menjadi sahabat bagi manusia jika tahu bagaimana mengelolanya. Mari bersama-sama mengelola sampah, demi terwujudnya Indonesia Bebas Sampah 2020.
" ... ayo dipilah-pilah, ayo diolah-olah, sampah dipilah dan diolah."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI