Peristiwa "pembumian" wahyu "Tuhan Monarkhi" itu malah dilakukan lewat sejumlah pertumpahan darah dan perang, air mata dan sakwasangka.Â
Kajian-kajian spiritual Timur teramat menawan bagi Barat dan mereka menemukan sisi quick tour (pelancongan ringkas) pada dimensi spiritual yang terefleksi dari praktik hidup yang mengedepankan perbuatan baik; sejatinya terhubung ke langit.Â
Agama-agama bumi (Timur) ini dikenal sebagai agama "dengan-tanpa Tuhan" (bukan atheis); sebuah jalan menikam 'diri sejati' lewat meditasi kesadaran intuitif (via contemplativa).
Barat seakan terserbuk kualitas phallologosentris (kemewahan sains partriarkhal); pemuja sains, sekaligus memisahkannya dengan seni dan moral. Sebaliknya agama kebijaksanaan Timur, membebat sains, seni dan moral dalam satu bulatan padu (tak terpisah).Â
Sejatinya sains tak menghidang kebenaran, tapi hanya sejumlah prasangka yang disenanginya. Pun bukan fakta-fakta universal, hanya desakan kekuasaan atas dirinya sendiri. Lalu, apa bedanya dengan seni dan puisi?Â
"Jemari yang menunjuk bulan, bukanlah rembulan", bunyi ajaran Zen Buddhis. Artinya, jari memang diperlukan untuk menujuk bulan, tapi jangan sampai kita menyusahkan diri kita sendiri dengan jari itu, setelah bulan itu kita kenali.Â
Lalu, sampiran ini disambut cergas oleh satu cabang Zen (Ch'an; versi Cina) dalam Taoisme:Â "Jaring untuk menangkap ikan; setelah ikan tertangkap, lupakan jaring; jerat untuk menangkap marmut, setelah marmut tertangkap, lupakan jerat. Kata-kata digunakan untuk menjinjing makna; makna dipahami, lupakanlah kata-kata".
Seorang tokoh aliran Semantik yang juga seorang ahli pedang (peraih medali emas Olimpiade) dan pakar matematika dari Rusia era Sovyet (Alfred Korzybski) berkata; "Peta bukanlah wilayah".Â
Pun, para mistikus Timur, (nukil Capra lagi) menumpukan cenungannya pada pengalaman atas Realitas, yang melampaui nalar dan persepsi indrawi sebagaimana termaktub dalam Upanishad: " Tak bersuara, tak tersentuh, tak berbentuk, tak termusnahkan, tak berasa, tak bergeming, tak tercium, Tanpa awal, tanpa akhir, lebih agung dari yang agung, tak berubah. Dengan mengenali-Nya, orang terbebas dari mulut kematian".
Capra menunjukkan bahwa, kalau terdapat unsur intuitif di dalam sains, maka kesejajarannya terpikul pula di dalam mistisme Timur yang esoterik itu (ada dimensi sains dalam mistisme). Misal; mendadak lupa, tanpa sebab. Lalu, didiamkan saja sejenak dengan kesibukan kerja lain; beberapa saat kemudian, tersembul ingatan tentang sesuatu yang dilupakan tadi.Â
Kelupaan dan mendadak ingat akan sesuatu itu, tidak melalui proses berfikir. Dia hadir secara spontan (dan inilah cara kerja intuitif spontan itu).Â