Setelah China, sekarang Afsel. Tarian kolosal manusia yang indah itu telah tiada. Tradisi yang menunjukkan entitas bangsa tuan rumah kini tersingkir oleh teknologi digital. Selama bertahun tahun, hiburan pembukaan dan penutupan event olahraga, terutama Olimpiade dan World Cup selalu diwarnai dengan tarian kolosal. Ratusan bahkan ribuan manusia dikerahkan untuk membentuk formasi-formasi unik di lapangan bola, sehingga mampu meninggalkan kesan mendalam bagi penonton. Bagi para penari, keikut sertaan mereka merupakan pengalaman yang sangat luar biasa dan membekaskan kenangan yang dalam. Sayangnya, tarian kolosal itu sudah berakhir. Sejak teknologi "tipuan" digital dipertontonkan oleh China dalam Opening Ceremony Olimpiade tahun 2008 silam, teknologi digital yang "padat karya" telah menggantikan (baca : menyingkirkan) tarian kolosam manusia yang "padat modal. [caption id="attachment_62" align="aligncenter" width="300" caption="Teknologi digital pada pembukaan Olimpiade 2008 di Beijing (Courtessy http://thaindian.com)"][/caption]
Saya bukan anti teknologi. Seharusnya teknologi digital "mempercantik" tarian kolosal, bukan menggantikannya. Tarian kolosal melibatkan banyak orang, meski prosesnya susah namun sangat padat karya. Dengan teknologi digital, kini performance itu hanya digarap oleh beberapa orang seniman saja dengan gaji tinggi, menggantikan gaji ratusan para penari lokal. Kapitalisme benar benar mencapai momentumnya. Apakah penggunaan teknologi digital akan bertahan lama ? Pada mulanya, Beijing mendapat sorak sorai meriah karena menyajikan pertunjukan animasi spektakuler yang belum pernah ada sebelumnya. Namun di Johannesburg, sambutan itu tidak semeriah di Beijing. Dengan teknologi digital, semua orang tahu bahwa apapun bisa dibuat, tanpa harus lelah mengkoordinir dan melatih ratusan orang. Kesan (impression)Â hanya terjadi sesaat itu juga, instan, setelah itu terlupakan. [caption id="attachment_61" align="aligncenter" width="230" caption="Teknologi digital pada closing ceremony Worldcup 2010 di Johannesburg (Courtessy http://foreign.peacefmonline.com)"]
Hanya saja, manusia memiliki kreativitas tak tebatas. Teknologi akan terus berkembang. Akan muncul inovasi-inovasi baru yang membuat teknologi digital ini tidak akan ditinggalkan. Pertunjukan dari tahun ketahun akan semakin spektakuler. Panitia penyelenggara akan berlomba menyajikan teknologi lebih spektakuler, waktu penggarapan lebih cepat dengan biaya lebih murah, ketimbang merekrut koreografer dan penari-penari yang memakan biaya banyak dan waktu latihan berbulan-bulan. Ngomong-ngomong, beberapa saat yang lalu, di Singapura berlangsung kontes RoboCup dimana robot-robot dari kontestan seluruh dunia diadu kecakapan bermain bola. Meskipun cara berjalan mereka masih seperti bayi umur 1 tahun, penyelenggara mentargetkan pada tahun 2050 kelak robot-robot itu akan bisa bertanding dengan manusia. Sungguh... manusia akan semakin jauh dengan manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H