Toraja kental dengan wisata budaya berupa seremoni rambu' solo, seremoni rambu' tuka, seremoni ma'nene, dan kerajinan tau-tau. Tapi wisata di Toraja tidak melulu wisata budaya, kita juga dapat melakukan wisata religi dengan mengunjungi Patung Yesus di Buntu Burake, mendirikan tenda di Lembah Ollon Bonggakaradeng, menyeruput nikmatnya kopi Toraja, menikmati hamparan awan di Puncak Lolai dan Buntu Sarira.
Menyusuri Goa Kambuno hingga menyelami kesegaran air di Kolam Alam Tilanga. Mengunjungi Toraja saatnya menyaksikan dan mengikuti atraksi budaya lokal Toraja sembari menikmati dan menengok keindahan yang ditawarkan alam Toraja. Dan Kelurahan Sarira merupakan salah satu destinasi yang wajib dikunjungi ketika bertandang ke Toraja.
Kelurahan Sarira
Kelurahan Sarira merupakan salah satu kelurahan yang masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Makale Utara, Tana Toraja. Sarira berbatasan langsung dengan Kabupaten Toraja Utara.Â
Landscape Sarira berbukit dan juga terdapat hamparan sawah dan hutan rakyat. Kelurahan Sarira terletak di ketinggian 700 mdpl dan dikelilingi gunung dan bukit batu. Karena letaknya tersebut, Sarira memiliki keunikan alam tersendiri yang sangat memanjakan mata. Serta ditunjang keramahan masyarakat Sarira yang welcome terhadap pengunjung.
Banyak perusahaan otobus (PO) yang menyediakan angkutan dengan trayek Makassar-Toraja, seperti PO Primadona, PO Metro Permai, PO Bintang Timur, PO Batutumonga, PO Borlindo dan masih banyak lagi.Â
Harga tiket bis sekali perjalanan dikisaran Rp150.000 hingga Rp400.000 dengan lama perjalanan 8-9 jam. Tiket dapat dipesan melalui online di laman PO maupun dapat memesan langsung di perwakilan PO yang ada di Makassar. Pilihan keberangkatan yaitu pukul 9 pagi dan pukul 9 malam.
Penerbangan ke Bandara Pongtiku Toraja dari Bandara Sultan Hasanuddian Makassar membutuhkan waktu 45 menit penerbangan. Maskapai yang melayani penerbangan rute Toraja-Makassar maupun sebaliknya diantaranya maskapai Wings Air dan TransNusa.
Harga tiket penerbangan yaitu mulai Rp400.000 per sekali penerbangan. Kita dapat menggunakan angkutan umum yang tersedia di sekitar bandara menuju Sarira setelah mendarat di Bandara Pongtiku.
Atraksi budaya rambu' solo dan rambu' tuka jadi suguhan wisata budaya Sarira. Selain itu, pesona alam Sarira menyuguhkan pemandangan menakjubkan yang sayang untuk dilewatkan. Meliputi hamparan sawah, hutan rakyat, goa, gunung hingga pemandian alam dan kuburan kuno. Ditemani oleh Citra, penjelajahan di Sarira dimulai.
Tongkonan dan Kerajinan Lokal
Penjelajahan dimulai dengan menyusuri jalan di Kelurahan Sarira, kita akan disuguhi beberapa tongkonan. Dan tongkonan-tongkonan tersebut menjadi tempat terbaik untuk berfoto.Â
Tongkonan yang berada di Sarira diantaranya Tongkonan Garau, salah satu tongkonan tertua di Sarira, Tongkonan Gorang, Tongkonan Lombok, Tongkonan Balabatu dan Tongkonan Topadatindo. Semakin kita meliarkan diri dan menjelajah di Sarira, maka kita akan menjumpai lebih banyak tongkonan lagi.
"Corak dan ukiran setiap tongkonan itu berbeda-beda. (Ukiran dan corak) Itu disesuaikan dengan aura dan kharisma dari kelurga pemilik tongkonan," jelas Bapak Redik Paonganan yang biasa di panggil dengan Pak Redik. Pak Redik menambahkan bahwa Tongkonan selalu menghadap utara-selatan dan dibangun berhadapan dengan lumbung. Lumbung di bangun disebelah utara tongkonan.
"Tongkonan ibaratnya lelaki, sedangkan lumbung adalah pasangannya, baine (wanita). Seperti lelaki yang selalu menjadi penjaga dan pelindung keluarga, dan wanita yang menyediakan masakan dan makanan untuk keluarga," jelas Pak Redik sambil menyeruput seduhan kopi Toraja sore itu.
"Pintu antara tongkonan dan lumbung juga saling berhadapan," tambah Pak Redik.
Ketika mengunjungi dan menjelajah Sarira, tak lengkap tanpa membawa pulang cinderamata khas Toraja. Di Sarira terdapat kelompok pengrajin sepu, tas khas Toraja, yang berlokasi di Tilanga. Nama kelompok tersebut adalah Sikabe Tilanga. Para ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok tersebut membuat sepu tetuk dan sepu manik-manik.Â
Silakan baca ulasan Sikabe Tilanga, Wadah Pengrajin Sepu di Sarira. Selain sepu, kita juga dapat membawa pulang kain tenun khas Toraja senagai oleh-oleh. Untuk kuliner,Â
Kopi Toraja dan deppa tori bisa kita jadikan buah tangan untuk keluarga. Para pedagang di Pasar Rantelemo, pasar rakyat Sarira, banyak yang menjual kopi Toraja dan deppa tori. Kesemua oleh-oleh tersebut merupakan penanda sah bahwa kita telah berkunjung ke Toraja, khususnya Sarira.
Goa Kambuno
Penjelajahan selanjutnya akan membawa kita menyusuri jalan di hutan rakyat Sarira yang tenang. Pepohonan rimbun nan hijau serta jejeran sawah di sebelah kanan jalan menjadi suguhan selama perjalanan. Selanjutnya, setelah melewati jalan di hutan, berbelok kekiri menyusuri jalan setapak yang muat untuk dua orang dan jurang di sebelah kanan jalan.Â
Hal itu menjadi pemacu adrenalin agar berhati-hati. Di ujung jalan setapak, kita akan menjumpai lubang kecil yang yang berukuran 1,2 meter di dinding batu. Berbekal penerangan dari cahaya senter, penelusuran dimulai untuk menjelajah rahasia yang tersimpan didalam lubang di dinding batu tersebut.
Stalaktit dan stalakmit menyambut kita serta dinding batu yang bercahaya ketika disorot cahaya senter. "Ini hanya permulaan, setiap wisatawan yang berkunjung kesini pasti terkesima, yah seperti kamu ini. Semakin kita ke dalam (menyusuri) Goa Kambuno ini, kalian akan semakin takjub," kata Cita Paonganan.Â
Perkataan Citra, sapaan akrab Citra Paonganan, semakin membangkitkan rasa penasaran untuk menyusuri goa ini semakin ke dalam. "Saran saya, siapkan mental kamu ketika tiba di ruangan paling dalam," ucap Citra sembari tertawa.
Berpindah ke ruangan selanjutnya, berupa ruangan luas dengan jurang di sisi kanan goa. Diruangan tersebut masih berupa stalakmit dan stalaktit yang indah.Â
Disarankan, untuk menjelajah Goa Kambuno, membawa penerangan yang cukup agar dapat menikmati keindahan di dalam goa tersebut. Kemudian kami berjalan melewati celah sempit yang mengharuskan kita membungkuk untuk melewati celah tersebut. Setelah melalui celah sempit, sebuah pemandangan khas Toraja menyambut.Â
Menciptakan kesan seram dan memukau. Dicela dinding batu terdapat banyak tulang-belulang dan peti mati. Yah, itulah kuburan batu khas Toraja. Terdapat ratusan peti mati dan sebagian besar sudah lapuk. Juga terserak tulang dan tengkorak di jalur setapak goa.
Selepas dari Goa Kambuno, kami istirahat sejenak sambil minum Torajanese Coffee Ice Blend yang dihidangkan ibu Citra. Ada juga Pak Jan Paonganan yang menemani kita kala itu. Dan pastinya ada deppa tori jadi santapan kami.
"Goa Kambuno, dulunya, memang jadi pekuburan orang Toraja di Sarira. Dan sempat menjadi lokasi persembunyian ketika tragedi ekspansi militer dari pasukan Andi Sose. Cuma saat ini tidak lagi dijadikan sebagai kuburan, masyarakat Sarira membuat bangunan disekitaran akses masuk menuju goa sebagai tempat meletakkan peti mati.Â
Mungkin adik meilhatnya saat keluar dari Goa Kambuno," terang Pak Jan, mantan lurah Sarira sekaligus sebagai salah satu tokoh masyarkat Sarira, disela obrolan kami tentang kunjungan ke Goa Kambuno.
Kolam Alam Tilanga
Sore itu ketika menikmati kopi arabika khas Toraja dan sepiring deppa tori, datang Citra Paonganan menghampiri. "Sibuk tidak? Kalau tidak sibuk, mari menjelajah dan menyegarkan diri bersama saya. Kamu gak bakalan nyesal deh," ajak tiba-tiba Citra. Ajakan tersebut bikin penasaran. Ah, kemana lagi nih akan menjelajah?Â
Dengan tergesa menyeruput sisa kopi, kemudian beranjak menghampiri Citra dengan rasa penasaran. "Yuk bonceng saya, nanti akan saya arahkan ke tempat tersebut. Kamu gak bakal menyesal deh," tambahnya yang semakin meningkatkan rasa penasaran ini.
Berdasarkan arahan dari Citra, kami berbelok ke kiri menuju arah timur menyusuri Jalan Tilanga. Jalannya berupa tanjakan dengan pemandangan sawah dibawah jalan dan hijaunya hutan rakyat. Kontur Jalan Tilanga berupa tanjakan dan turunan, dengan lansekap sawah dan bukit. Sepanjang jalan yang kami lalui disuguhi jejeran Tongkonan.Â
"Eh pelan-pelan di ujung tanjakan ini, ketika melihat pos bercat putih-kuning, berhenti dan parkir motor di depan pos tersebut," perintah Citra. Tanjakan yang kami lalui cukup ekstrem dan memaksa motor mengelurkan tenaga ekstra.Â
Di ujung tanjakan terlihat Pos seperti yang disampaikan oleh Citra, dan terdapat tulisan 'Welcome to Objek Kolam Tilanga'. "Oke, kita sudah sampai. Yuk turun ke kolam dan menceburkan diri," ajaknya.
Kami berjalan memasuki Objek Wisata (OB) Tilanga dan menuruni beberapa anak tangga. Di kejauhan terlihat kolam alami dengan air jernih, saking jernihnya, dasar kolam terlihat jelas dari permukaan. Rasa penasaran akhirnya terjawab, dan pemandangan disekeliling kolam sungguh indah.Â
Terdapat beberapa rumpun bambu dan pepohonan serta dinding bantu yang melindungi Kolam Tilanga. Di sekitar kolam terdapat gundukan batu yang bisa jadi tempat duduk dan selonjorkan kaki ke air kolam.Â
Begitupun di tengah kolam terdapat gundukan batu. Diarea OB Kolam Tilanga terdapat 3 gazebo dan 2 pendopo, dan sebuah jembatan kecil. Di dekat salah satu gazebo, tersedia WC dan ruang ganti. Ditepi kolam, tersedia dua tangga untuk memudahkan ketika keluar dari kolam.
"Udah puas berenangnya? Segar kan airnya?," cecar Citra ketika bernajak menaiki gundukan batu dan meraih baju untuk dipakai kembali.Â
"Objek Tilanga ini merupakan salah satu wisata unggulan di Sarira. Setiap hari, selalu saja banyak orang yang datang berkunjung ke tempat ini untuk berenang atau sekedar berfoto," jelas Citra.Â
"Oh iya maaf soal yang tadi, datang tiba-tiba dan ajak kamu kesini. Pasti tadi penasaran kan mau saya bawa kemana? Hahahahaa," ucap Citra minta maaf sambil tertawa.
"Masih mau disini? Kalau gak, mari pulang, hari menjelang malam nih. Kamu juga kelihatan menggigil tuh," ajak Citra ketika jam menunjukkan Pukul 17.15 sore itu.
Cukup lama juga kami di Kolam Tilanga, ada satu jam lebih kami disana. "Eh, besok sebelum pukul 5 subuh saya jemput. Jangan bangun telat, siapkan kamera dan jaket kamu. Sampai jumpa besok!" Kata Citra sebelum beranjak pergi. Besok subuh? Wah, kemana lagi nih tujuan selanjutnya?
Buntu Sarira
Pukul 4 subuh, semua keperluan untuk menjelajah sudah siap. Tak lupa mandi sebelum berangkat, walau menahan dingin. Sejenak menyesap secangkir kopi Toraja menunggu kedatangan Citra, pemandu yang selalu bikin penasaran. Menjelang pukul 5 pagi, citra datang ditemani Pascal dan Curly.Â
"Sudah Siap mi berangkat? Wah sudah rapi ternyata, yaudah yuk berangkat. Kamu bonceng saya lagi yah!" ajaknya dan kami berangkat memulai penjelajahan di subuh hari itu.
Kembali kami menyusuri Jalan Tilanga, menikmati tanjakan dan turunan serta liukan jalan. Sebelum mencapai OB Kolam Tilanga, kami berbelok kekiri ke arah utara dan masuk lorong.Â
Dan sekali lagi menyusuri hutan rakyat dan jalan menanjak terjal nan berbatu. Tepat pukul 5 pagi kami sampai di ujung jalan dan memarkirkan motor.Â
"Selanjutnya kita jalan keatas, dan nyalakan senter. Pascal, kamu didepan!" Seru Citra pad kami.Â
"Oke, perhatikan jalan ya! Lets Go!" Perintah Pascal. Sepanjang jalan, rasa penasaran semakin membuncah. Ini mau kemana lagi? Subuh-subuh pula? Daripada penasaran, mending mengikuti kemana mereka pergi.
Jalan yang kami lalui yaitu jalan berbatu dan disamping kanan jalan terdapat hutan pinus yang rimbun. Kemudain disamping kiri jalan terdapat gundukan dan dinding batu. Hari mulai beranjak terang dan setelah 15 mnit berjalan kaki kami sampai ke sebuah lembah dengan 3 gazebo.Â
"Disana mi simpan barang!" Tunjuk Curly ke salah satu gazebo. Di depan kami terdapat dinding bantu sangat tinggi. Ketika berbalik ke arah barat. Dan, wow awesome view. Dengan perasaan takjub, sambil terduduk, terhampar pemandangan indah dengan beberapa gumpalan awan. Berlatar bukit hijau di kejauhan yang ditumbuhi pinus, dan lansekap rumah warga Sarira. Sungguh kejutan di pagi itu.
"Kamu capek? Atau takjub? Ini surprise buat kamu, kan hari ini kamu harus pulang ke rumah kamu dan memulai lagi rutinitasmu. Pagi ini kami sengaja membawa kamu ke Buntu Sarira, walaupun Cuma di lembahnya." Ucap Citra.
"Untuk sampai puncak butuh 2 jam pendakian dan membutuhkan peralatan memadai sebagai safety agar agar sampai puncak," tambah Pascal.
"Welcome to Buntu Sarira. Marira jo Sarira!" Teriak Curly dan Citra berbarengan.
Benar, ini sebuah kejutan yang luar biasa. Melihat gumpalan awan dari ketinggian, berlatar bukit hijau di kejauhan serta hamparan sawah. Sungguh keindahan tak ternilai yang dihadirkan Tuhan di pagi itu. Tak menyangka Sarira menyembunyikan keindahan dibalik hutan pinus di ketinggian. Sebuah lokasi yang tepat untuk menikmati gumpalan awan di pagi hari. Ah, Buntu Sarira sungguh indah dan elok dirimu.
Marira Jo Sarira!
Tunggu dulu, tadi Citra dan Curly meneriakkan kalimat Marira Jo Sarira! Apa yah artinya? Hm, tidak ingin penasaran lagi, mending menikmati keindahan yang ada di depan mata. Hari ini hari terakhir berlibur di Toraja, tepatnya Sarira.
Sepanjang perjalanan menuruni jalan dari Buntu Sarira, kalimat Marira Jo Sarira! masih terngiang. Apa yah makna kalimat itu? Sepertinya terdengar unik dan menarik.Â
Mencoba menerka makna kalimat itu sambil berkonsentrasi mengendarai motor. Sesampai di rumah, ternyata sudah tersedia teko dan beberapa cangkir. Isi teko berpindah mengisi 4 cangkir yang ternyata seduhan kopi Toraja. Kami duduk d teras sambil berbincang mengenai Buntu Sarira.
"Akhirnya kamu tanyakan juga kalimat itu. Silahkan kak Curly menjelaskan kalimat itu." Ucap Citra agar Curly memberikan penjelasan.
"Marira Jo Sarira!, itu terdiri dari kata marira, jo dan Sarira. Marira memiliki arti liar atau tidak jinak, jo memiliki arti di, dan Sarira, ya Sarira, nama daerah ini. Jadi Marira Jo Sarira! secara harafiah berarti liar di Sarira, atau lebih tepatnya Meliarkan Diri di Sarira!" Jelas Curly.
"Sarira ini memiliki beberapa objek wisata menarik. Untuk menjangkau objek-objek wisata tersebut, kita harus menjelajah. Jadi untuk menjelajah Sarira kita harus meliarkan diri. Maka kalimat itu tercipta ketika mengunjungi Sarira. Marira Jo Sarira!" Tambah Citra.
Ternyata kalimat Marira Jo Sarira! bukan ungkapan asal ucap dan tidak tercipta begitu saja. Kalimat tersebut memiliki makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Kalimat tersebut sangat cocok untuk menggambarkan Sarira yang sebenarnya karena kalimat tersebut tercipta berdasarkan karakter Sarira itu sendiri. Dan kalimat Marira Jo Sarira! adalah tagline tepat untuk Sarira.
***
Mengikuti seremoni rambu' solo dan rambu' tuka adalah atraksi budaya yang tak boleh dilewatkan ketika berkunjung ke Toraja, begitupun di Sarira.Â
Selain itu terdapat kemegahan beberapa Tongkonan yang wajib kita kunjungi, ada Goa Kambuno yang menawarkan dua keindahan berbeda, ada Kolam Tilanga yang siap menyegarkan diri dengan kesejukan air dan ketenangannya, serta Buntu Sarira sebagai klimaks dengan pemandangan hamparan awan serta lansekap bukit pinus dan jejeran sawah beserta rumah warga dikejauhan.Â
Serta terakhir mengunjungi Pasar Rakyat Rantelemo membeli oleh-oleh berupa sepu', kain tenun khas Toraja, kopi Toraja, dan deppa tori. Dan kita harus meliarkan diri selama di Sarira.
Marira Jo Sarira!
Penulis adalah seorang pecinta traveling dan kegiatan volunteering, penulis aktif di instagram dengan akun @yusmadiand dan di twitter dengan akun @yusmadiandrie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H