Berdasarkan data dari BPS pada tahun 2022 ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 5,31%, lebih besar dari pada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 3,70%. Disisi lain PDB per kapita Indonesia naik menjadi US$4.783,9 dari US$4.332,71 pada 2021.
Hal tersebut merupakan prestasi besar bagi Indonesia, mengingat beberapa tahun terakhir terjadi krisis ekonomi karena pandemi. Namun sayangnya 57% PDB per kapita tersebut disumbang penduduk yang ada di Pulau Jawa. Fakta tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih sangat Jawa Sentris sehingga terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan. Melalui UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang sebelumnya telah disampaikan Presiden Joko Widodo, dalam sidang Tahunan MPR (16 Agustus 2019).Â
Selain itu jika dilihat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 telah merubah prioritas pembangunan Indonesia ke wilayah luar Jawa.Â
Hal tersebut dilakukan agar terjadi keseimbangan spasial dan ekonomi di wilayah-wilayah lain. Hasil akhirnya Pembangunan IKN Nusantara akan membawa stimulus pemerataan pertumbuhan nasional.
IKN Nusantara akan menjadi milestone transformasi ekonomi besar bagi Indonesia. Melalui konsep green economy, green energy, dan smart transportation akan membuat Indonesia satu langkah maju ke depan. Pemerintah ingin memeratakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak lagi bersifat Jawa Sentris.
IKN Nusantara sebagai gravitasi perekonomian baru Indonesia diharapkan akan membawa domino effect pertumbuhan ekonomi Indonesia di luar Pulau Jawa. Hal tersebut sesuai dengan program pembangunan Indonesia Sentris menuju Indonesia Maju 2024. Selain pemerataan ekonomi, IKN Nusantara diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan baru, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta dapat menjadi identitas baru bangsa Indonesia.
IKN Nusantara akan menjadi roda baru perekonomian Indonesia. Pemindahan Ibukota ke Pulau Kalimantan yang memiliki konektivitas antar Provinsi yang baik dan akses ke Pulau-Pulau lain diproyeksikan akan meningkatkan arus perdagangan lebih dari 50% ke seluruh wilayah Indonesia. IKN Nusantara akan menarik banyak investasi asing maupun lokal yang sangat baik terhadap perekonomian Indonesia.
IKN Nusantara yang memiliki inovasi smart city yang berbasis teknologi dan green economy akan menghadirkan kota yang dapat bersaing dengan kota-kota lain di tingkat global. Ditambah hal lain seperti pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan terjadinya diversifikasi ekonomi, membawa pesan nyata pada masyarakat Indonesia dan global bahwa IKN bukan semata-mata memindahkan fisik ibukota melainkan cara untuk memajukan Indonesia.
Urgensi Pemindahan Ibukota Indonesia
Pemindahan Ibukota Indonesia tentu memiliki alasan yang sangat kuat. Itu tidak terlepas dari sudah sangat penuhnya Jakarta dan Jawa. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Penduduk dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri per Juni 2022 Indonesia memiliki 275.361.267 juta jiwa. Dari jumlah tersebut 56.10% diantaranya (151,59 juta jiwa) ada di Pulau Jawa.
Perekonomian Indonesia sangat bersifat Jawa Sentris. Bisa kita lihat dari PDB Perkapita yang lebih dari 50% disumbang penduduk Pulau Jawa. Hal ini akan membuat kesenjangan sosial yang tinggi di pulau-pulau lain. Kecemburuan sosial ekonomi akan terjadi dan bisa menyebabkan konflik. Tentu itu sangat tidak baik bagi integritas bangsa dan negara Indonesia. Pemindahan ibukota negara juga merupakan amanat dari Pancasila yaitu "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia".
Tentu dengan proporsi penduduk yang sebanyak itu membuat beban dari Pulau Jawa semakin besar. Dampaknya adalah banyaknya pengangguran karena kurangnya lapangan kerja, terdapat banyak pemukiman kumuh karena kurangnya lahan pemukiman, terjadi kemacetan, dan hal-hal lain yang berdampak pada lingkungan.Â
Di Sisi ekonomi padatnya penduduk juga menjadi masalah besar. World Bank pada 2019 memperkirakan Indonesia mengalami kerugian sebesar RP 65 Triliun per tahun karena kemacetan yang ada di Jakarta. Solusi seperti urbanisasi tidak efektif karena hanya bisa meningkatkan 1,4% PDB perkapita dari 1% jumlah penduduk yang melakukan urbanisasi.
Isu lain yang menjadi urgensi Indonesia adalah berkaitan dengan prediksi tenggelamnya Jakarta dan masalah-masalah lingkungan lain. Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan bahwa Jawa lebih khusus wilayah Jakarta telah terjadi krisis air bersih.Â
Studi lebih lanjut yang dilakukan oleh United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) mengatakan bahwa 70% Â air yang ada di Indonesia terkontaminasi tinja.Â
Di Jakarta sendiri sudah ditemukan adanya kontaminasi dari bakteri E. Coli (Escherichia coli) yang berasal dari tinja. Menurut Direktur Utama PAM JAYA Bapak Arief Nasrudin, bahwa ini terjadi karena eksploitasi air tanah yang berlebihan. Selain itu beliau juga mengatakan bahwa masyarakat Indonesia biasa meletakkan septic tank berdekatan dengan sumur, sehingga kontaminasi bisa terjadi.
Berdasarkan penelitian, Jakarta terus mengalami penurunan permukaan tanah hingga 10-12 centimeter/tahun. Para Ilmuwan juga memprediksi pada tahun 2050 air laut akan naik kepermukaan 25-50 centimeter di Jakarta.Â
Data-data tadi disertai data buruk lain seperti lebih dari 50% air waduk telah tercemar berat dan lebih dari 60% air sungai yang ada di Jakarta mengalami pencemaran yang sangat berat. Hal-hal diatas tentu menjadi argumen yang bisa dipakai untuk mengetahui urgensi ibukota Indonesia dipindah ke IKN Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H