Dalam konteks lain Media Equation Theory mempunyai berbagai macam atau dimensi penerapannya:(1) Interaksi sosial media: Manusia cenderung menganggap media, seperti komputer, televisi, atau robot. layaknya mereka memperlakukan manusia. Contohnya: seseorang bisa merasa "tidak sopan" jika terlalu kasar terhadap asisten virtual seperti Siri atau Alexa. (2) Respon Emosional kepada media: Media, seperti musik, film, atau video game, dapat membangkitkan emosi yang sama seperti dalam interaksi nyata. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memberikan respons emosional yang autentik terhadap simulasi media. (3) Media seabagai representasi fisik: Media dapat dianggap memiliki "kehadiran fisik," meskipun sebenarnya tidak nyata. Misalnya, seseorang merasa nyaman atau tidak nyaman tergantung pada bagaimana media direpresentasikan (misalnya, avatar 3D, hologram), (4) Media sebagai agen sosial: Media dianggap mampu memberikan tanggapan sosial, seperti manusia yang memberikan perhatian atau feedback, (5) Personalisasi media: Pengguna cenderung menganggap media lebih efektif dan relevan ketika konten disesuaikan dengan preferensi mereka, sehingga media tersebut dirasa lebih "dekat" secara sosial, (6) Media sebagai penyampai norma sosial: Media dapat menjadi alat untuk memperkuat atau mengubah norma sosial. Pesan yang disampaikan media sering kali dianggap sebagai arahan atau panduan perilaku,(7) Simulasi interaksi non-verbal: Media dapat meniru aspek nonverbal manusia, seperti nada suara, ekspresi wajah, atau gerakan tubuh, sehingga interaksi dengan media terasa lebih realistis. Melalui penerapan berbagai dimensi Media Equation Theory, kita dapat melihat bahwa media tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi atau hiburan, tetapi juga sebagai entitas yang membentuk pengalaman sosial dan emosional manusia. Teori ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana interaksi manusia dengan media dapat menciptakan hubungan yang mendalam, baik itu melalui lirik lagu yang menyentuh hati, karakter virtual dalam gim yang terasa hidup, atau asisten virtual yang tampak memahami kebutuhan pengguna.
Dalam konteks yang lebih luas, teori ini juga membantu menjelaskan bagaimana media dapat menjadi katalisator perubahan sosial. Misalnya, lagu-lagu dengan pesan sosial yang kuat dapat menginspirasi pendengar untuk melihat isu-isu kehidupan dari sudut pandang yang berbeda, seperti bagaimana lagu-lagu Tulus sering kali dianggap relevan dengan pengalaman pribadi banyak orang. Dengan cara yang sama, film, iklan, atau konten digital lainnya dapat menyampaikan nilai-nilai moral, norma sosial, atau bahkan memengaruhi keputusan individu dan kelompok dalam masyarakat.
selain itu, dimensi personalisasi dan simulasi interaksi nonverbal dalam Media Equation Theory semakin relevan di era teknologi modern. Dengan kemajuan kecerdasan buatan (AI) dan realitas virtual (VR), hubungan antara manusia dan media menjadi semakin intim dan kompleks. Media tidak lagi hanya menjadi alat pasif, tetapi mampu merespons, menyesuaikan, dan bahkan memprediksi kebutuhan pengguna, menciptakan pengalaman yang semakin menyerupai hubungan sosial nyata.
Secara keseluruhan, Media Equation Theory mengungkapkan bahwa media tidak hanya mencerminkan dunia nyata, tetapi juga memiliki kekuatan untuk membentuk cara manusia berpikir, merasa, dan bertindak. Dengan memahami teori ini, kita dapat lebih sadar akan bagaimana media memengaruhi kehidupan kita dan bagaimana kita dapat menggunakannya secara lebih bijak untuk mendukung interaksi sosial, komunikasi, dan bahkan perubahan sosial yang positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H