Mohon tunggu...
Anonimiyus
Anonimiyus Mohon Tunggu... Administrasi - pejuang kebetulan tidak suka menulis

pejuang kebetulan tidak suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hangatnya Masih Terasa Sampai ke Syurga…

23 Mei 2014   15:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di sinilah indahnya, aku tidak ragu menghirup udara segarnya, merasakan sinar matahari yang begitu hangat meresap sampai ketulang menembus kulitku yang coklat kehitaman. Peluh membasahi jidat dan rambutku yang kusut, sebagian memberikan aroma wangi dari ketiakku.

Di sinilah tempat favoritku, diatas bukit berlumut licin, berbau tanah khas pertiwi… mengingatkanku pada-Nya yang telah begitu baik memberi dengan cuma-cuma. Angin menguapkan peluh yang tadi lengket diseluruh tubuhku.

Di atas bukit ini aku selalu merindukan Dewi, bidadari bersayap dan bermata indah, dia selalu terbang dalam imajinasiku, memeluk dan meniupkan gairah saatku putus asa. Dia selalu membisikan tiga kata “ayo kamu bisa” saatku tak sanggup lagi mengayuh bahtera, saatku berniat meninggalkan semua yang kugagalkan tanpa sempat membangunnya.

Kemudian ku berdiri saat awan melukiskan goresan yang tak kumengerti di kanvas biru langit, yang panjang kali lebarnya hanya Tuhanlah yang mampu mengukurnya dengan pasti, ku perhatikan jeli tetap tidak ku mengerti, akhirnya aku hanya bisa tersenyum… cinta memang tidak harus bisa dimengerti.

Ku bersandar di pohon jati yang kokoh berdiri di bukit ini, embun jatuh di ubun-ubun kepalaku setelah daunnya digoyangkan angin. Embun itu meresap ikhlas memberi kesejukan, aku menikmati dan bersyukur atas hidangan menakjubkan ini. Pikiranku jadi lebih segar meski hatiku masih merindui Dewi… bidadari tercantik yang pernah ku sentuh, yang pernah ku nikmati senyumnya. Dia madu yang memberikan rasa manis tapi dia adalah lebah yang siap menyengat ketika merasa terganggu atau terusik. Akh… tapi kuyakin sengatan itu hanya sekedar sengatan sayang buatku.

Aku membuka ranselku, mengeluarkan pensil dan kertas kosong, kugerakan tanganku dengan gores-goresan pasti menjadi seketsa dengan arsiran kasar… seraut wajah yang begitu kukenal dan sangat kuhafal,

Wajah wanita tua… kecantikannya sudah pudar namun matanya begitu teduh, wajah itu tersenyum, senyuman itu kuambil dari ingatanku berpuluh-puluh tahun yang lalu… senyum itu masih terasa manis dan menyentuh.

Kupandangi, kemudian ku peluk mesra… itu salah satu kenangan darinya yang terekam ingatanku, setelah sekian lama berlari lincah saling berkejaran, menari-nari di taman indah rumah tangga, saatku masih gagah dia mengingatkanku, saatku jatuh dia membangunkanku, saatku sakit dia sabar merawatku, saatku tua dia memapahku kemanapun kumelangkah, ternyata hanya wajah tua itu kenangan terindah di alam bawah sadarku …

Kemudian Tuhan dengan segala hak dan wewenangnya mengambilku darimu, memisahkan kita, menagih kasih dan cinta miliknya, kuyakin kau sedih, aku sendiri merasakan kesedihan itu… disini di tempatku, syurga itu terasa sepi tanpamu… padahal keindahannya ingin kunikmati bersamamu.

Teringat saat-saat terakhir malaikat maut menjemputku, kau memegang tanganku erat, mengajarkan kembali kalimah kesaksian di telingaku, airmatamu leleh dan berjatuhan dari pipimu kepipi tuaku, hangat…

kenangan itulah yang menyentuh perasaanku, yang membuatku merinduimu, pelukanmu masih kurasakan, kecupanmu telah kusimpan dan kubingkai menjadi karyamu yang terindah disetiap sela tubuhku.

Aku diam sesaat menikmati suguhan memesona dari Tuhan. Tarikan napasku penuh kerinduan, keluh kesahku adalah beban yang akan kubagi dengan-Nya. Tidak kunanti jawaban dari langit karena kuyakin hanya para Nabilah yang dapat mengalaminya. Tapi ku yakin Dia akan menjawab cepat ataupun lambat.

Aku kembali mengusap pipiku,

Hangatnya air matamu masih terasa….. sampai ke syurga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun