Kisah pembangunan Batu Ruyud menjadi simbol kekuatan manusia dalam menghadapi tantangan alam. Lebih dari 100 orang bekerja sama untuk mengangkat batu-batu tersebut dari sungai, dalam sebuah upaya kolaboratif yang menunjukkan keajaiban kebersamaan dan kerja keras. Hal ini memperlihatkan bahwa peradaban kita tidak hanya dibangun dengan kayu, tetapi juga dengan batu yang mewakili kekuatan, ketahanan, dan kebersamaan.
Pembangunan Batu Ruyud juga mengungkapkan nilai-nilai budaya dan tradisi orang Dayak (sebagai bagian tidak terpisahkan dari Kalimantan), yang selalu meninggalkan tanda di tempat yang mereka kunjungi. Praktik ini menjadi indikator penting dalam menentukan kepemilikan lahan dan tempat tinggal. Kisah ini membawa kita pada refleksi tentang interaksi manusia dengan alam, dan bagaimana peradaban kita terbentuk dari hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar.
Selain menjadi tonggak sejarah, Batu Ruyud juga memberikan inspirasi bagi perkembangan literasi nasional. Dalam sebuah perjalanan yang panjang, literasi tidak hanya melibatkan pembacaan dan penulisan, tetapi juga penghargaan terhadap kearifan lokal, tradisi, dan budaya setempat. Sekolah bernama alam menjadi salah satu wadah yang strategis dalam membangun kesadaran akan jati diri bangsa, di mana interaksi manusia dengan alam menjadi landasan utama dalam proses belajar mengajar.
Kisah-kisah sejarah lokal yang tertuang dalam pembangunan Batu Ruyud menjadi bukti akan pentingnya melestarikan dan mempelajari warisan budaya, serta menularkannya kepada generasi-generasi mendatang. Dengan demikian, literasi tidak hanya menjadi alat untuk memahami masa lalu, tetapi juga sebagai fondasi untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Dalam konteks yang lebih luas, pembangunan Batu Ruyud memperlihatkan bahwa kekayaan bangsa Indonesia tidak hanya terletak pada keindahan alam dan sumber daya alamnya, tetapi juga pada keragaman budaya, tradisi, dan sejarahnya yang kaya. Dengan menghargai dan memahami nilai-nilai ini, kita dapat menciptakan sebuah peradaban yang berkelanjutan, harmonis, dan berlandaskan pada kearifan lokal.
Batu Ruyud tidak hanya menjadi sebuah batu besar di tengah sungai, tetapi juga menjadi simbol kekuatan, kebersamaan, dan kearifan lokal yang memperkaya literasi dan peradaban bangsa Indonesia. Melalui pembangunan Batu Ruyud, kita diingatkan akan pentingnya memelihara dan menghormati warisan budaya, serta menggali potensi literasi dari setiap sudut Nusantara.
Dengan demikian, Batu Ruyud tidak hanya menjadi sebuah batu, tetapi juga sebuah cermin bagi kita semua untuk merenungkan dan menghargai keajaiban literasi nasional yang terus berkembang dan memberi warna pada peradaban bangsa Indonesia.
Buku Menjelajahi Misteri Perbatasan yang memiliki ketebalan 222 halaman mampu menghanyutkan saya, menyelami kedalaman data dan fakta. Batu Ruyud Writing Camp yang membuat bahagia seluruh pesertanya masyarakat lokal Kaltara. Tanpa internet dengan gegap gempitanya FB, IG, Tiktok tak akan bisa mengalahkan kegembiraan selama 7 hari 7 malam dalam acara in.
Beruntung Indonesia memiliki para pegiat literasi, yang karyanya bisa dieksekusi langsung oleh yang berkepentingan guna membangun peradaban. Cikeas dan Kalimantan memiliki sejarah yang sama, memiliki filosofi sejarah besar, namun yang tanggap dan cepat membangun literasinya dialah yang kemudian berpotensi dikenal dan dikenang dalam sejarah.
Berdasarkan materi yang diberikan, buku "Menjelajahi Misteri Perbatasan" yang ditulis oleh Dr. Yansen TP, M.Si, dkk, melibatkan 14 penulis dengan desain yang dirancang secara khusus. Meskipun membahas beragam topik seperti budaya, seni, alam, dan puisi, buku ini terstruktur dengan baik. Pembukaan acara peluncuran menampilkan sambutan dari berbagai tokoh, seperti Pak Yansen, Bapak Saroto, dan Fitra, yang menyampaikan kesan dan harapan mereka terhadap buku ini.
Dalam sambutannya, Dr. Yansen TP menjelaskan bagaimana buku ini terinspirasi dari pertemuan dengan rekan-rekan seperti Pak Dodi, Pak Rudi, dan Pak Masri. Dia juga menyoroti perjalanan pribadinya dalam menulis, mulai dari transkrip buku hingga menjadi seorang penulis yang produktif. Dr. Yansen menyebutkan bahwa literasi adalah kunci membangun bangsa, dan buku ini diharapkan dapat menjadi kontribusi penting dalam menggerakkan semangat literasi nasional.