Tradisi Membangunkan Sahur, Mana yang Kalian Suka?
"Sahur -- sahur dum dum dum dum dum .... Sahur sahur"Â Itulah sepenggal kata yang diucapkan berulang -- ulang sekelompok orang campuran tua muda anak -- anak saat membangunkan sahur di Bulan Ramadan sambil memukul beduk keliling kampung. Suasana seru, ramai kadang sedikit menghebohkan.
Ruang rindu Bulan Ramadan memang sangat ekspresif , diungkapkan melalui teriakan -- teriakan membangunkan warga komplek. Meski tidak semua warga beragama islam, namun kegiatan yang boleh dikatakan tradisi Ramadan ala kearifan lokal masyarakat Indonesia ini sungguh menggembirakan.
Saya sendiri pernah mengalami dan mengikuti kegiatan ini. Tentu saja atas seijin orang tua di rumah. "Mih, Abi mau ikutan begadang di Masjid/ Mushola terus kelililng bangunin warga, nanti pas Sahur  langsung pulang ke rumah" Pintaku kepada Ibu di rumah.
Ramadan itu harus mengasyikkan, kalau tidak akan terjebak kepada rutinitas ibadah hanya menahan hawa lapar dan haus saja. Speaker aktif dinyalakan, dari setelah isya di mulai dari anak -- anak setingkat sekolah dasar mulai mengaji , setelah selesai bergantian dengan anak -- anak mulai dari sekolah menengah pertama  lalu kepada anak remaja hingga menjelang waktu sahur. Sekitar pukul 2.00 dinihari , kami mulai memanggil manggil warga untuk bangun. Kadang ada nada kocak dalam membangunkan sahur. " Bapak Asep yang punya pangkalan ojek bangun -- bangun ayok sahur.  Mak Enoy yang punya bapak RT ayo bangun masak sahur, ulah jengkol wae engke sumur bau" Itulah kalimat konyol yang kadang kami ucapkan untuk membangunkan sahur. Saya sendiri biasanya ikut kalau  hari sabtu dan minggu  di Bulan Ramadan, soalnya gak kuat nahan kantuk .
Ramadan memang punya banyak cerita. Setelah sahur  di rumah selesai, saya Kembali ke masjid/ mushola untuk tadarusan dan menantikan sholat subuh berjamaah. Nah kalau waktu ini, mic  pengeras suara akan dikuasai oleh marbot masjid, jadi kami hanya sebagai pendengar saja.
Sahur adalah waktu umat muslim memulai menyantap makanan dan minuman . Sahur sendiri sunahnya/ baiknya di akhirkan waktunya. Tidak dilakukan secara awal , misalnya habis isya makan banyak terus tidur dan itu dijadikan sahur . Seharusnya tidak seperti itu, tubuh harus  dalam keadaan normal waktunya dalam menyantap makanan agar saat menyantap makanan tidak  merasa lapar dan kehausan. Sahur yang baik 1 jam sebelum waktu imsyak (stop makan minum) agar ada jeda dalam persiapan sholat subuh nantinya.
1.Karakteristik masyarakatnya
Untuk di kampung sendiri tradisi membangunkan sahur secara terbuka , dengan suara keras tidak akan menjadi masalah sendiri. Faktor homogenitas penduduknya menyebabkan tida akan ada gesekan -- gesekan di masyarakat.
Sementara itu, tradisi membangunkan sahur di kota yang majemuk dengen keberagaman budaya dan agama tentu akan menimbulkan friksi di masyarakat. Karena kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan mendapatkan kenyamanan keamanan dan ketentraman hidup sangat diagungkan di sini.
2.Cara membangunkan sahur yang berbeda
Di kampung atau tempat yang mayoritas beragama yang sama, cara membangunkan dengan versi unik tidak ada masalah, namun dimintakan tidak mengganggu kenyamanan warga dalam beristirahat. Kalau di komplek yang heterogen seperti di wilayah rumah saya hanya diperbolehkan satpam komplek yang boleh berteriak -- teriak membangunkan sahur. Itupun karena dianggap efektif.
Apapun  cara  tradisi dalam membangunkan sahur pasti ada cerita unik di sana. Kondisi Pandemi seperti sekarang inilah yang sedikit membuat perubahan dalam menjalankannya. Anak -- anak mulai berkurang datang ke masjid  karena ada pelarangan aktivitas berkerumun dan sebagainya. Mudah -- mudahan tahun esok , di mana pandemi usai saya bisa mendengar lagi suara anak -anak , remaja hingga dewasa membangunkan sahur. Baik itu lewat pengeras suara di masjid/ mushola maupun lewat arak arakan menggunakan sarana beduk masjid. Padahal di beberapa tempat yang belum bisa diakses oleh pengeras suara, ratusan tahun lalu beduk saat sahur tiba sudah berlangsung dan ini efektif sekali penggunaannya.